Bab 26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Bab 26 : Keputusan

Adnan menatap iba pada sosok Sienna yang duduk meringkuk sambil memeluk lututnya di depan pintu kaca klinik. Wanita itu tampak sehat, akan tetapi tidak terlihat baik - baik saja. Tatapan matanya kosong, seolah ia baru saja melewati hujan badai dan hal yang memberatkan hati sebelum sampai ke sini. Lelaki itu menarik napas, kemudian ikut berjongkok di depan Sienna sambil tersenyum hangat. Tepat saat wanita itu mengangkat kepalanya dan menatap langsung mata Adnan yang berkerut karena senyuman yang ramah seperti biasanya.

"Lho, Mbak Sienna lagi apa di sini?"

Suara bariton yang terdengar pelan, hangat, dan pengertian itu seolah mencairkan ketegangan yang menyelimuti Sienna sejak ia sampai di depan klinik pribadi Adnan. Mungkin ini tidak sopan, atau bisa juga ini adalah efek dari ketergantungannya pada dokter baik hati yang bersedia merawatnya dengan sabar itu. Wanita itu juga tak mau terus-terusan menjadi beban bagi Adnan, tapi ia benar-benar tak punya pilihan. Tidak ada lagi orang yang bisa Sienna cari untuk berdiskusi atau sekadar mencari solusi. Meski tidak sopan, dan terkesan kurang ajar, ia tak punya pilihan. Cuma Adnan yang ia kenal dan mengetahui semua masalahnya.

"Tolong saya, dokter ...." Siena berucap lirih. "Saya nggak tahu lagi harus minta tolong ke siapa."

Adnan tidak langsung menjawab. Ia mengajak Sienna berdiri, kemudian menggiringnya masuk ke dalam klinik. Sella yang sudah ada di sana sejak tadi pun dengan sigap menyediakan teh manis hangat dan biskuit cemilan dari bar resepsionis lalu menyajikannya pada Sienna dengan sopan. Adnan memberikan isyarat pada Sella untuk menunggu di luar, sementara ia membawa Sienna masuk ke ruang konsultasi.

"Ada apa?" Adnan bertanya lagi, masih dengan nada suara yang sama. Lembut dan perhatian.

"Saya ingin balas dendam, dokter. Tolong bantu saya." Sienna mengatakan kalimat itu dalam satu ucapan singkat yang mantap.

Adnan menarik napas, kemudian menatap Sienna lamat-lamat sebelum akhirnya menghela napas. Melihat kesungguhan di dalam tatapan Sienna, lelaki itu mendadak tertarik.

"Kenapa?" tanya pria itu singkat.

"Saya mau membalas semua rasa sakit hati yang sudah mereka berikan." Sienna berucap tanpa sedikit pun keraguan. "Saya tahu ini namanya nggak tahu diri, tapi saya nggak punya orang lain, selain dokter ...."

"Jadi, rencana Mbak apa?" Adnan menarik napas. "Saya nggak tahu apa bisa membantu Mbak Sienna lagi atau nggak. Saya sendiri sekarang sedang—"

"Saya memohon dengan sangat." Sienna memberikan uang yang tersisa dari cincin berliannya yang sudah digadaikan. "Tolong ubah wajah saya, dokter."

Adnan menatapnya lurus. Ia merasa antara yakin dan tidak yakin pada ucapan Sienna. Di depannya ada sedikit uang yang tak seberapa. tentu saja, itu tidak akan sanggup membayar biaya jasa dan kebutuhan medis yang diperlukan. Namun, lebih dari pada itu Adnan ingin tahu alasan yang membuat Sienna mengambil keputusan seperti ini.

"Sebenarnya Mbak Sienna ini kenapa?" tanya Adnan kalem.

"Seperti yang dokter bilang, Sienna itu sudah mati. Bahkan dokter sendiri yang memberikan saya nama Sierra untuk menyambung hidup." Wanita itu menatap dengan serius. "Kalau begitu sisa-sisa dari diri Sienna juga harus mati."

Adnan mengerutkan kening. "Maksudnya?"

"Saya ingin jadi Sierra yang seutuhnya. Tolong ubah wajah saya." Kata Sienna lagi, kali ini nadanya sedikit memaksa.

"Saya nggak bisa membantu Mbak Sienna dengan alasan yang tidak jelas begini." Adnan menghela napas. Permintaan Sienna sekarang bagaikan sedang menyuruh seorang tukang kebun menggali kubur. Itu bukan sesuatu yang mustahil, tapi berat untuk dilakukan. Setidaknya begitu menurut Adnan. "Tindakan saya sudah cukup sampai di sini saja."

"Saya mohon, dokter." Sienna memelas. "Saya harus balas dendam pada ibu mertua saya, Mas Mario, dan Riana. Terutama wanita jalang itu, saya—"

"Riana?" Adnan tiba-tiba teringat seseorang.

"Selingkuhan suami saya." Sienna menatap lurus tatapan mata Adnan yang menelisik. "Kalau dokter tidak percaya, kita bisa —"

"Bukan itu masalahnya, Mbak." Adnan memotong tiba-tiba. "Terakhir kali, saya pikir kita sudah sepakat. Bahwa identitas Sierra adalah hal terakhir yang bisa saya berikan untuk Mbak Sienna."

Lelaki itu menarik napas. "Bedah plastik adalah proses yang tidak bisa dianggap sepele. Butuh banyak persiapan, selain itu kita butuh kesiapan dan kondisi kesehatan Mbak Sienna juga. Nggak bisa ujug-ujug Mbak langsung minta operasi, lalu voila ... wajah Mbak jadi cantik. Saya ini dokter, bukan tukang sulap."

"Tapi, dokter—"

"Begini saja, Mbak. Kasih saya alasan, kenapa saya harus membantu Mbak Sienna kali ini?" Adnan menatap serius pada sorot mata Sienna yang tadi sempat berapi-api.

* * * * *

Hai berries, long time no see di sini hehe. Saya mau ngaku kalau selama ini memang saya sibuk di akun lain. Doain semoga saya dapat inspirasi lanjut nulis ceritanya Adnan dan Sienna ya wkwkwk. Saya goyah, berries~ 

See you in the next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro