Chapter 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari senin adalah waktu yang dibenci oleh sebagian orang. Terburu-buru dalam berjalan saat berangkat kerja, atau bangun kesiangan atau juga sesuatu yang tertinggal di rumah seperti laporan keuangan yang akan Sunmi presentasikan saat rapat nanti.

Kembali lagi ke rumah setelah sampai di Subway, itu adalah hal buruk yang harus Sunmi hindari namun ia lakukan hari ini. Jam telah menunjukkan pukul delapan tiga puluh, Sunmi harus mengambil laporan yang tak sengaja ia tinggalkan.

Dengan berlari, akhirnya Sunmi sampai di rumah dan mengambil laporan. Melirik Rolex di sebelah tangan kiri, sudah menunjukkan pukul delapan empat puluh menit, kurang dua puluh menit lagi jam masuk kantor. Tidak ada waktu lagi jika menaiki Subway, karena membutuhkan waktu paling tidak tiga puluh menit untuk sampai kantor.

Sambil menunggu taksi yang lewat, Sunmi mengatur napasnya namun belum ada taksi yang mau berhenti hingga pukul delapan lima puluh. Sepuluh menit lagi.

Mobil merk  Hyundai Santa Fe berhenti tepat di depan Sunmi. Sang pemilik mobil menurunkan kaca jendela bagian belakang, lalu mengajak Sunmi untuk masuk ke dalam mobilnya karena sebentar lagi akan ada rapat bagian pemasaran dan Sunmi sebagai moderator rapat, menggantikan sekretaris Direktur Kim yang sedang cuti.

Direktur Park membuka pintu mobil, dan mempersilakan Sunmi.

Tidak ada waktu lagi untuk berpikir harus menolak, karena situasi tidak mendukung. Akhirnya Sunmi masuk ke dalam mobil Direktur Park.

Mobil melaju sangat cepat. Mobil keluaran terbaru yang Sunmi tahu, harganya hingga ratusan juta. Sunmi selalu menggelengkan kepala jika isi otaknya sudah terpenuhi oleh kemewahan Direktur Park dan Direktur Kim. Bedanya, Direktur Kim tidak senang jika apa yang dipunya harus keluaran terbaru, untuk apa punya yang baru jika yang lama masih bisa digunakan, bukan? Namun, Direktur Park akan lebih senang dan bangga jika semua barang yang ia punya merupakan keluaran terbaru dan memamerkannya pada karyawan.

“Bagaimana mobilnya? Nyaman, bukan?” tanya Direktur Park.

Sunmi baru saja membayangkan bagaimana sisi lain Direktur Park, nyatanya? Ini salah dua Sunmi tidak ingin menerima Direktur Park mendekatinya, selalu ingin tampil yang terbaik dan bermerk. Yang salah satunya karena Eun Bi.

“Iya, nyaman,” ucapnya pelan lalu menoleh pada kaca jendela lagi. Sunmi hanya mendekap laporan yang ketinggalan tadi di depan dada.

Hingga sampai kantor, pas jam sembilan. Sunmi mengucapkan terima kasih lalu keluar dari mobil dan berlari menuju lantai 15.

“Annyeong hasseo,” sapa Eun Bi ketika Sunmi baru tiba di kubikelnya.

Dengan napas naik turun lagi, Sunmi mengaturnya dan menyalakan kipas portable yang selalu ia taruh di meja kerja.

“Kenapa kau terlambat? Apa bangun kesiangan?” tanya Jin Ah yang berdiri dari kubikelnya. Eun Bi berada di depan Sunmi.

“Laporan yang akan kugunakan rapat nanti ketinggalan di rumah, aku tidak ingat jika aku yang sekarang harus mengerjakan.” Dengan napas masih naik turun, keringat juga masih ada yang mengalir, Sunmi menjawab apa adanya.

“Bukankah rapatnya akan di mulai lima belas menit lagi?” tanya Eun Bi.

Sunmi yang baru sadar ternyata lupa waktu karena terlena dengan kipas yang menyejukkan lehernya, hingga keringat sudah enggan untuk menapaki kulitnya.

“Oh iya, bagaimana ini?” ucapnya kalang kabut. Sambil membenahi pakaian, Sunmi berdiri dan mengambil laporan yang ia letakkan di meja.

“Doakan semoga sukses,” ucapnya meninggalkan Jin Ah dan Eun Bi.

“Semangat,” ucap Jin Ah dan Eun Bi secara bersamaan.


🥟🥟🥟


Saat istirahat jam makan siang, Sunmi bersama Jin Ah duduk di meja kafe dekat jendela. Kafe yang berada di lantai dasar gedung kantornya membuatnya mudah jika perutnya telah berdemo meminta jatah.

Kafe yang tidak besar, namun cukup nyaman untuk bersantai atau sekedar minum kopi. Karena sedang sepi pelanggan, membuat Jin Ah berleluasa menceritakan gosip apa yang telah ia dengar.

“Kau mau dengar, tidak? Gosip yang aku bilang semalam,” bisiknya pada Sunmi yang berada di depannya.

“Gosip apa?” jawabnya sambil minum Coffe Latte.

“Hmmm, kau ingin tahu juga rupanya?” Jin Ah tertawa, itu membuat Sunmi kesal padanya.

“Kau sendiri yang bilang, ssssh.”

“hahaha. Baiklah, jangan marah! Aku dengar dari anak sebelah, Direktur Kim telah menyukai seseorang. Apa kau tahu?”

Sunmi yang sedang meminum kopinya tersedak. Jin Ah langsung memberikan tisu dan menepuk-nepuk punggung Sunmi sambil berdiri. “Kau ini kenapa? Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?”

Sunmi mengelap bibirnya, tidak menyangka jika akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Jin Ah. “Tidak ada. Aku hanya kaget kau mengatakan seperti itu. Bagaimana bisa aku tahu tentang dia yang menyukai siapa, memang aku ini siapanya?”

Jin Ah kembali duduk, “iya juga, sih. Tapi, apa kau benar-benar tidak tahu?” Matanya memicing, seolah curiga pada Sunmi.

Sunmi yang merasa dicurigai, memasang ekspresi tidak tahu, dengan mata melihat ke arah jendela. “Aku memang pulang diantar oleh Direktur Kim, namun kami tidak mengatakan apa pun dalam perjalanan pulang.”

“Benarkah? Jika aku yang diantar pulang, aku akan bicara panjang lebar tentang diriku dan menanyai tentang dirinya juga. Kau ini tidak tahu kesempatan atau bagaimana?” Jin Ah memukul lengan Sunmi pelan.

“Aw.... Kau ini,” cetusnya. Bibir Sunmi menggerutu namun tidak terdengar oleh Jin Ah.

Mereka menikmati kopi dan pizza sebagai makan siang. Pizza dengan toping keju leleh yang sangat menggiurkan Sunmi dan Jin Ah. Keduanya menyukai keju leleh yang ada di kafe ini. Rasanya berbeda dengan di kafe yang lain.

Kafe yang berukuran seperti arena tinju, yang berwarna kuning pada dindingnya, dan meja kasir berwarna coklat kayu mengkilap. Di dalam kafe hanya terdapat lima buah meja dengan masing-masing empat kursi dan sebuah pot di sudut ruangan.

Saat mengambil potongan pizza yang kedua, terlihat Direktur Park datang bersama temannya yang bernama Jeon Gon Wo dari direksinya.

Memakai setelan jas Channel, dengan rolex batman yang berwarna biru silver di sebelah tangan kanan, potongan rambut disisir ke belakang dengan sepatu oxford menambah kesan cool pada penampilannya. Namun, itu tak membuat Sunmi melirik. Terlebih pada gayanya yang selalu menampilkan kesan pamer.

“Annyeong,” sapanya sambil membungkukkan setengah badannya.

Jin Ah langsung berdiri, dan membungkukkan setengah badannya, melihat Sunmi hanya duduk, Jin Ah langsung menarik tangan Sunmi agar berdiri. Kemudian Sunmi ikut berdiri dan menganggukkan kepala.

“Kami boleh gabung?” tanya Direktur Park.

Sunmi yang tahu akan seperti ini langsung menjawabnya, “maaf, Direktur. Kami sudah selesai makan.”

Jin Ah yang masih lapar tidak terima jika pizza-nya mubadzir terbuang percuma karena kedatangan Direktur Park. “Tapi....”

Sunmi langsung menarik Jin Ah untuk keluar dari kafe. “Kami permisi.” Setelah membungkukkan setengah badan, Sunmi pergi meninggalkan kafe diikuti Jin Ah di sebelahnya.

“Sunmi, berhenti. Kenapa kau lakukan itu? Biarkan saja Direktur akan bergabung. Pizzaku belum habis,” protes Jin Ah sambil mengembungkan pipinya yang tirus.

Sunmi berhenti menarik Jin Ah, lalu membalik tubuhnya menghadap Jin Ah ketika di depan lift. “Nanti aku belikan lagi, untukmu,” tutur Sunmi lalu memencet tombol lift menuju gedungnya.


#Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro