12/28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

OTOHARA KUROTO

Mereka muncul di saat yang sangat berbahaya, tepat ketika aku sedang membuka situs Secret Serenity.

Aku baru saja bertukar pesan dengan Ken yang tengah kesal mempertanyakan bagaimana mungkin bahasa-bahasa berlebihan dari blog-ku bisa didedikasikan untuk Chisazawa. Aku juga bingung bagaimana menjawabnya, sebab maksud Suzuko kan bukan seperti itu.

Oh, dan ngomong-ngomong, tiga suadari itu muncul di depan jendela kamarku. Iya, di jendela kamarku! Bagaimana mungkin aku tidak jantungan dibuat mereka?

Yuzu-Nee yang mengetuk kaca jendela. Dia tetap melakukannya, meski sudah jelas bahwa kami semua sudah saling bertatap mata.

Aku pun membuka jendela dengan buru-buru, "Uh, mengapa tidak lewat pintu masuk?"

"Karena ini akan cepat," balas Yuzu-Nee, yang kemudian menoleh ke arah Suzuko. "Ayo, Suzu, kau mau bilang apa, tadi?"

"Tidak ada apa-apa." Suzuko membuang muka dan menatap ke sembarang arah.

Chizu-Nee dan Yuzu-Nee saling bersitatap, lalu menganggukkan kepala mereka seolah tengah bertelepati. Keduanya lalu mendorong jendela kamarku secara bersamaan sehingga membuatnya terbuka lebar.

Lalu, tanpa bisa kuduga, keduanya sama-sama mengangkat Suzuko dan memasukkannya ke dalam kamarku. Bukan hanya aku, Suzuko bahkan sepertinya juga terlalu terkejut untuk mencerna semuanya lebih cepat. Aku buru-buru menahannya agar dia tidak terjungkal di depan mataku.

"A-apa-apaan sih, kalian?!" seru Suzuko yang baru saja tersadar bahwa benturan keras di kepala hampir saja akan menyakitinya.

"Jangan pulang sebelum kau minta maaf ke Kuroto," ucap Chizu-Nee dengan nada datar.

Aku bersumpah tidak mengerti apa yang terjadi di antara mereka, tetapi ini pertama kalinya aku melihat Chizu-Nee yang sepertinya begitu marah. Yuzu-Nee menganggukan kepalanya bersamaan dengan wajah garangnya, lalu menoleh ke arahku.

"Kalau tidak ada rekaman video-mu minta maaf, baru kau boleh pulang!"

Mereka berdua seperti tengah mendidiknya dengan keras. Sungguh, aku tidak memprediksikannya.

Namun karena apa? Apakah karena kejadian tadi? Tapi bukankah tidak ada yang perlu dipersoalkan? Aku kan langsung pulang karena kesal dengan Suzuko, tidak mengekspektasikan dia akan minta maaf, sebab aku butuh waktu menenangkan diri. Aku juga yakin, tanpa permintaan maaf dari Suzuko sampai besok pun, aku sudah bisa memaafkannya tanpa perlu ada pengakuan seperti itu.

Aku menatap ke arah Yuzu-Nee, berusaha mengajaknya bertelepati.

Sungguh? Kau meninggalkan adikmu di sini? Sementara tadi kau sudah melihat aku dikabedon--bukan, di sofadon Suzuko?

"Kuroto," panggil Yuzu-Nee yang membuatku tersentak.

"Iya, Yuzu-Nee?"

"Mulai hidupkan rekamannya sekarang. Jangan matikan sampai selesai," pintanya.

"B-Baiklah," jawabku sambil buru-buru menyalakan rekaman video dari ponselku.

Tunggu, mengapa harus aku yang merekam ini?!

"Kami tinggal dulu. Suzu, ingat, jendela terkunci setelah jam 10 malam." Chizu-Nee mengingatkan, sembari melirik jam dinding di kamarku yang sudah menunjukkan pukul 9.30.

Suzuko tidak menjawab, hanya membuang muka dan mengabaikan perkataan saudari-nya, sampai akhirnya kedua kakaknya sudah kembali ke jendela kamar mereka.

Dan di sana pun, Suzuko tetap tidak mau menoleh ke arahku.

Kulirik ponselku yang sudah mulai merekam video kami nyaris lebih dari dua menit dan keheningan masih tetap menguasai kami.

Aku ingin membantu Suzuko dengan memberitahunya rencana yang kupikirkan; meminta Suzuko langsung minta maaf, tentu aku akan langsung memaafkannya. Namun, aku tahu Yuzu-Nee menginginkan video tanpa cut sejak perintahnya.

Tidak tega juga rasanya, melihatnya diam dan mencoba mencerna kesalahan yang jelas tidak diketahuinya.

Ya ... menurutku, Suzuko tidak salah. Aku juga salah, karena tidak memberitahunya.

"Mau pulang tidak?" tanyaku.

"Kau mengusirku? Atau kau merasa senang karena aku minta maaf atas kesalahan yang tidak kuperbuat?" Suzuko akhirnya berbicara. Tampak jelas sekali bahwa dia tengah menahan air matanya. "Aku tidak salah!"

Aku menghela napas, "Iya, iya, kau tidak salah."

"Iya, kan? Lalu, mengapa aku harus minta maaf?!"

Lalu, aku duduk di lantai tepat di sebelahnya.

Suzuko pasti tidak tahu bahwa perkataannya jelas menyinggung dan menyakitiku. Ya, karena dia tidak tahu soal perasaanku.

"Aku tidak mengerti mengapa Yuzu-Nee begitu marah. Aku juga tidak mengerti mengapa Chizu-Nee juga berpikir kalau aku yang salah." Suzuko langsung melihatku tepat di mata. "Apa kau tahu mengapa?"

Mungkin karena Yuzu-Nee tahu tentang perasaanku dan memberitahu Chizu-Nee juga? Entahlah, aku juga tidak tahu.

Kubalas pertanyaan Suzuko dengan gelengan kepala.

Suzuko menghela napasnya kasar, "Ternyata ada hal yang tidak kita ketahui."

"Begitulah," balasku singkat.

"Aku, begitu tahu kalau Kuroto menulis, juga merasa seperti itu. Aku tidak tahu apapun tentangmu," ucapnya. "Lalu aku sadar, mungkin kau tidak ingin memberitahuku karena ingin merahasiakannya. Dan aku malah dengan bodohnya membocorkan rahasiamu. Kalau soal itu, aku minta maaf."

Mungkin itu semacam keterkejutan yang dialaminya karena mengira bahwa tidak ada lagi rahasia apapun yang kami sembunyikan satu sama lain. Maksudku, Suzuko memang tidak pernah merahasiakan apapun terhadapku; tentang orang yang disukainya, hari periodenya sebagai wanita--aku bahkan sampai mencatat tanggalnya karena dia akan sangat emosi dan kesakitan di hari itu--dan bahkan bagaimana pernikahan impiannya yang bertema outdoor.

Aku menepuk kepalanya, "Oke, aku maafkan."

"Kau serius?" tanya Suzuko yang tampaknya terharu berat. "Apa ini artinya, kau tetap mau menjadi editor berjalanku, tetap menjadi sahabatku dan tidak akan membenciku?"

Senyumanku tidak dapat kusembunyikan saat melihat ekspresinya kian bahagia, "Aku hanya memaafkan soal yang itu."

Wajah Suzuko langsung murung seketika, "Tunggu, memangnya aku berbuat kesalahan lain?" tanyanya.

"Entahlah," balasku lagi.

Simpan maafmu untuk suatu hari nanti, Suzu. Aku tak sampai hati mengatakan hal seperti itu, karena aku tahu, berapa kali pun Suzu melakukannya, aku akan selalu memaafkannya.

***

12/28

Tema: Kalimat pertama di halaman 83 di buku random.

"Mereka muncul di saat yang sangat berbahaya."

Eh, aku lupa sama komenan chapter sebelumnya yang kaget pas tahu kalau Ken suka Hoshi ._.

Sebelumnya, aku akan me-refresh ingatan kalian.

ICHISAKI KEN itu adiknya ICHISAKI REN.

CHISAZAWA HOSHI itu adiknya CHISAZAWA SORA.

SORA suka REN, KEN suka HOSHI. Ngerti kan ya? Iya, ini persegi yang terbalik //gimana-gimana

Oke, c you.

Aku beneran kelarin masalah mereka kan, setelah chapter kemarin menimpaku? Hehehe.

Big Love,

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro