1. Mencoba Menghindar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karena keadaan yang memaksaku untuk menghindari. Bukan karena takut, tapi karena tidak siap dengan kenyataan yang ada.

~MIVI~

Via berjalan santai memasuki kampus. Dia mengabaikan tatapan sinis dari orang-orang di sekitarnya. Masa bodo, kurang kerjaan banget mengurusi hidup orang lain.

"Matanya biasa ae dong, Mbak!" Via berlalu melangkah ke kantin. Pagi-pagi begini paling enak kalau makan gorengan.

Dia menatap meja, di tengah-tengahnya terdapat kumpulan gorengan yang masih mengepul panas.

"Buk, temenku belum ada yang ke sini?"

"Belum, Neng."

Via duduk dan mengambil gorengan, lalu memberinya saos bercampur sambal dengan porsi banyak. Dia menikmati makanannya sendiri. Mungkin lima belas menit lagi Mike dan Brian datang.

Baru saja dia akan memasukkan potongan terakhir gorengannya tiba-tiba dari arah samping ada yang menggeret tangannya dan langsung memakan gorengannya. Via menatap kesal Mike yang sedang tersenyum menyebalkan.

"Di meja masih banyak, ngapain makan punya gue?! Gue kasih jigong baru tau rasa lo!"

"Enggak apa-apa, jigong lo nanti buat pupuk tanaman di rumah gue."

"Gila lo."

Via mengabaikan Mike yang ada di sampingnya. Dia muak kalau harus berhadapan dengan laki-laki menyebalkan itu. Sayangnya mereka satu kampus bahkan dulu satu sekolah saat SMA. Rasanya bosan melihat wajah tengil Mike.

Dari arah pintu masuk datang Brian bersama David. Mereka berjalan beriringan ke arah Via. Karena masih kesal dengan Mike, dengan sengaja dia menginjak kaki Mike yang berada di bawah meja.

"Aw!"

"Bar-bar banget jadi cewek!"

"Masalah buat lo?!

"Pagi-pagi udah ribut aja kalian," ucap Brian sambil duduk di depan Mike dan Via. Dia ikut mengambil gorengan di atas meja.

"Jenny mana?"

"Enggak tau, tadi enggak lo jemput di rumah." Via acuh menjawab pertanyaan Brian.

Semenjak mereka dekat--Brian dan Jenny--menjadi bucin sejati. Tiada hari tanpa apel. Sampai-sampai Via bosan melihatnya. Mungkin iri tidak ada yang apel.

"Via!"

Semua menutup telinga mendengar teriakkan cempreng itu. Perempuan itu berlari menghampiri Via dan teman-temannya. Bahkan larinya tidak santai sampai dia menendang kursi.

"Sialan!" umpatnya.

Sampai di samping meja, langsung saja dia menyerobot minuman milik Via dan meminumnya hingga tersisa setengah.

"Enggak modal banget lo!"

"Haus tadi habis lari-lari."

"Siapa suruh lari-lari. Kurang kerjaan banget! Enggak elo, enggak Mike sama aja, sama-sama ngeselin! Namanya aja hampir sama, enggak heran kalau banget sama sifatnya."

Mike menatap Mika yang ada di sampingnya masih berdiri dengan wajah kesalnya.

"Ini gara-gara Mike!"

"Kok gue?" tanya Mike tidak terima.

"Kalau nyokap lo enggak suruh nyokap gue buat kasih nama yang hampir sama, kagak bakal nama kita hampir sama!"

Semua tertawa mendengar jawaban Mika. Memang mereka kebetulan lahir pada hari yang sama tapi mereka tidak kembar. Mike dan Mika masih satu keluarga. Bisa dikatakan mereka adalah saudara sepupu.

Brian bangkit berdiri berniat untuk keluar kantin. Dia membenarkan letak tas dan berjalan pergi.

"Mau kemana tuh anak?"

"Apel."

Via memutar bola mata malas. Dia mengambil gorengan yang kesekian kalinya. Mike yang sedari tadi memerhatikan melotot tidak suka.

"Bayar sendiri nanti! Awas aja kalau minta dibayarin!"

Via menatap Mike dan mengedipkan mata berkali-kali, "Kamu baik, deh."

Dia bangkit berdiri dan menarik tangan Mika untuk segera melarikan diri dari Mike yang siap mengamuk.

"Via! Lama-lama bisa bangkrut gue! Gimana sama biaya nikahan kita?!"

"Makan tuh biaya nikahan!" Via melempar sisa gorengan yang belum habis dia makan. Tepat sasaran, lemparannya mengenai dahi Mike.

"Via!" teriak Mike kencang.

Via tertawa terbahak-bahak dengan Mika. Mereka berhenti lari dan melanjutkan berjalan menuju kelas. Mungkin saat ini sudah banyak yang datang.

Mika berjalan sambil memainkan ponselnya. Dia sesekali melihat ke depan barangkali ada orang takut kalau nanti tidak sengaja menabrak. Dia sedang berselancar di dunia maya.

"Eh, temen lo siapa itu?"

"Siapa? Temen gue banyak."

Mika nampak berpikir sejenak, "Saudara tiri lo."

"Ada dua."

Mika memutar bole mata kesal, "Yang hamil nikah sama David."

"Owalah, Liona. Kenapa?"

Mereka berbelok masuk ke kelas dan mencari tempat duduk kosong. Ada di tengah dan di depan. Lebih baik memilih yang di tengah kalau di depan nanti ketahuan saat sedang tidur.

"Lo katanya mau ajak gue ketemu tapi mana belum jadi juga."

Mereka duduk dan meletakkan tas di atas meja.

"Gampang, besok-besok aja."

"Sialan!"

-MIVI-

Mike menikmati suasana sepi di warung samping kampusnya. Dia memang sengaja membolos kuliah, pikirannya sedang kacau.

Asap rokok mengepul dari mulutnya. Dia sudah menghabiskan satu bungkus rokok. Bukannya berniat berhenti, laki-laki itu malah membeli rokok lagi di warung tersebut.

"Sekalian aja beli satu pabrik," kata Mak Tum. Sudah berkali-kali wanita itu memberi wejangan pada setiap anak yang suka merokok atau membolos di warungnya. Tapi tetap saja kata-katanya tidak mempan.

"Tenang, Mak, yang penting dibayar."

"Sontoloyo kamu!"

Dari arah depan datang Brian sendirian. Mungkin David sudah pulang ke rumah. Maklum kalau sudah jadi orang tua itu beda.

Brian mengambil rokok Mike yang ada di atas meja dan ikut menyesapnya. Dia tidak seperti Mike kalau ada masalah imbasnya ke rokok.

"Coba ngomong baik-baik aja dulu. Enggak nyangka aja bonyok lo bisa gitu."

"Lo udah ketemu sama dia?"

Mike mematikan rokoknya dan membuka tutup botol minum, " Gue di sini bolos biar enggak ketemu sama dia."

Brian mengangguk mengerti. Dia juga tidak tahu harus bagaimana. Kalau ingin membantu, bagaimana caranya? Tidak mungkin bukan dirinya melawan secara langsung pada orangtua Mike.

"Lo nggak coba cari cewek buat ngalihin perhatian orangtua lo?"

Mike diam memikirkan perkataan Brian.

"Bagus juga ide lo. Tapi siapa?"

"Via."

Mike menatap Brian dengan alis terangkat. Memang dia dan Via cukup dekat sejak SMA tapi rasanya kurang pas. Dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya. Hanya saja dirinya juga bingung harus bagaimana.

"Sialan!"

Brian bangkit, "Gue cabut dulu. Mau ngantar Jenny pulang."

Mike hanya mengangguk. Sedari tadi dia tidak ada niatan untuk beranjak dari warung Mak Tum. Berjaga-jaga saja kalau nanti bertemu dengan perempuan itu. Apalagi mereka satu kampus. Peluang untuk bertemu semakin besar.

Tiba-tiba ponselnya bergetar.

Drtt ... drtt

Cewek Bar-bar

Di mana? Anterin gue balik sekarang, nyokap gue enggak bisa jemput.

Sebenarnya malas tapi kasian juga kalau tidak diantar pulang.

Mike

Naik angkot bisa kalik!

Mike memasukkan ponselnya ke saku celana. Dia bangkit dan mengambil kunci motor yang berada di atas meja.

"Mak, cabut dulu!"

"Iya!" teriak Mak Tum yang sedang menggoreng gorengan di belakang.

I come back to you, hehe.

Gimana? Buat awal aja, ya.

Seperti biasa, jangan lupa vote sama bom komen.

Selalu menunggu komen nyeleneh kalian. Tapi jangan nyeleneh bgt hahahh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro