3. Terpaksa Mengantar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wajah itu mengingatkanku tentang waktu itu. Di mana kamu menorehkan rasa sakit yang amat dalam.

~MIVI~

Mike menatap mobil berwarna merah yang tidak asing di matanya. Dari teras rumah juga terdengar obrolan dan tawa renyah dari orangtuanya. Dia menghentikan langkah di depan pintu rumah. Niatnya untuk masuk menjadi urung karena melihat ada Gladis di dalam.

"Mau kemana?"

Mike berhenti melangkah saat mendengar pertanyaan dari Wawan--Papi Mike--dari dalam. Dengan malas Mike berbalik arah kembali. Dia menatap ketiga orang itu dengan datar. Seketika mood-nya menjadi jelek.

"Ada urusan."

"Kamu baru pulang dari kampus dan mau pergi lagi?! Harusnya kamu pulang bukan jam segini! Kemana aja kamu?!" tanya Wawan tidak suka.

"Apa setiap Mike ada urusan harus lapor sama Papi?" tanya Mike santai.

Wawan menghela napas. Dia bangkit dan menatap Mike.

"Temani Gladis dan antar dia pulang."

Setelah mengatakan itu Wawan pergi diikuti Ratna--Mami Mike--dari belakang. Sebenarnya Ratna tidak tega kalau Mike diperlakukan seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak mempunyai kuasa untuk menolak keinginan suaminya.

Mike duduk di sofa berbeda. Dia tidak mau kalau harus berdekatan dengan Gladis. Kalau melihat wajah perempuan itu, rasanya seperti kembali lagi ke masa lalu. Di mana dia mendapatkan rasa sakit begitu dalam.

"Udah nganter cewek lo?"

Mike hanya diam. Dia tidak menjawab pertanyaan Gladis, lebih memilih untuk memainkan ponselnya. Walaupun hanya keluar masuk menu utama.

"Kapan jadian?"

Gladis kesal karena sedari tadi pertanyaannya tidak dijawab. Dia menyilangkan kakinya dengan santai.

"Atau jangan bilang dia cuma pelampiasan lo doang?" Gladis tersenyum miring melihat respon Mike. Sudah dia duga laki-laki itu akan memberikan respon.

"Bukan urusan lo!"

"Urus urusan lo sendiri!"

Gladis terkekeh mendengar jawaban Mike. Itu terdengar lucu baginya. Tapi itu bagi Gladis, tidak dengan Mike yang menatap datar perempuan itu.

"Enggak perlu susah payah buat lari kalau ujung-ujungnya lo bakal balik ke titik sebelumnya."

"Titik itu udah hilang sejak gue mulai tau sifat asli lo. Jadi, lo enggak perlu bersusah payah juga buat ingetin gue."

Mike berjalan menjauh meninggalkan Gladis yang diam berusaha mengatur emosinya.

"Om Wawan udah bilang buat anterin gue pulang!"

Laki-laki itu berhenti dan berbalik menatap Gladis yang masih diam duduk. Dia berjalan dan mengambil kunci mobil milik perempuan itu dan keluar rumah menuju mobil.

Senyuman kemenangan tersungging di bibir tipisnya. Dia mengambil tas yang berada di sampingnya lalu menyusul Mike keluar rumah. Hanya tinggal menunggu waktu. Waktu adalah jawaban dari segalanya.

Gladis membuka pintu mobil dan duduk dengan tenang di samping Mike.

"Nanti biar sopir gue yang antar lo pulang."

"Perlu berapa kali gue ingetin?! Urus urusan lo sendiri!" Mike menggeram tertahan. Dia menyalakan mesin dan mobil mulai berjalan meninggalkan halaman rumah Mike.

Samapi di kediaman Gladis, Mike segera keluar dari mobil dan menyerahkan kuncinya pada Sinta. Dia tidak ingin berlama-lama dengan perempuan itu sehingga dia memutuskan untuk segera pergi.

"Hati-hati."

Mike tidak menoleh ataupun menjawab perkataan Gladis. Sampai di depan pintu gerbang rumah perempuan itu, dia menatap ke kanan dan kiri berharap ada taxi yang lewat. Tapi harapannya harus pupus saat jalan di depannya sepi tidak ada kendaraan satupun yang lewat.

Laki-laki itu mengeluarkan ponsel miliknya dan mencari kontak David. Semoga saja panggilannya kali ini diangkat.

"Di mana?" tanya Mike langsung pada intinya.

"Jalan."

"Jemput gue di rumah Gladis, gue tunggu."

Dari sebrang telepon terdengar David yang mendengus tidak suka. Mike langsung memutuskan panggil sepihak. Kalau tidak segera dimatikan nanti bisa-bisanya David akan menolak untuk menjemputnya.

Sekitar lima belas menit kemudian dari kejauhan ada mobil yang mendekat. Mike melambai dan mobil berhenti tepat di sisinya.

"Kayak orang enggak punya lo!"

Mike membiarkan saja perkataan temannya itu. Dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi mobil. Tubuhnya lelah bahkan dia juga belum mandi. Matanya menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan David.

"Kenapa?"

"Liat jam."

Mike memejamkan mata setelah tahu kalau saat ini pukul 6 sore. Dia berniat untuk tidur sejenak di mobil David.

"Jangan bawa gue pulang."

David mengernyit menatap Mike sekilas. Dia tidak berniat untuk bertanya. Kalau ingin cerita nanti juga bercerita sendiri.

"Males gue ketemu Papi."

David mengerti mengenai masalah yang saat ini dihadapi Mike. Mungkin temannya itu butuh teman untuk sekedar menemaninya bercerita atau hanya duduk bersama.

Mobil David berhenti di parkiran apartemen. Dia membuka pintu dan keluar. Tidak lupa dia juga membawa makanan pesanan Etlan. Anaknya sedang susah untuk makan. Mau makan saja banyak maunya.

"Beli apa lo?" tanya Mike saat tahu David membawa satu kantong kresek di tangannya.

"Ayam geprek."

"Buat Liona?"

"Bukan."

Mike tertawa mendengar jawaban David, "Anak lo aneh, emang bisa dia makan geprek? Pedes, lho itu."

"Enggak pake cabe."

Kembali Mike tertawa. Kali ini lebih keras dari yang tadi.

"Itu namanya bukan ayam geprek!"

David membiarkan Mike tertawa sampai puas. Sebahagia Mike saja.

Mike mengikuti David yang masuk ke apartemen. Dia menatap Liona yang sedang memasak di dapur, sedangkan Etlan sedang bermain dengan mainannya ditemani satu bungkus permen kenyal kesukaannya.

Saat tahu papanya datang, Etlan langsung berlari menghampiri David.

"Papa udah beli?"

David mengangkat kresek yang sedari tadi dibawanya. Dia berjalan mendekati Liona dan menyerahkan kresek itu.

"Om Mike ndak boleh minta!"

"Siapa juga yang mau minta!"

Liona menatap Mike dan menyuruhnya untuk duduk di kursi makan.

"Sekalian makan aja. Tadi aku masak tapi yang dimasakin nggak mau makan," sindir Liona pada Etlan.

"Ma, Etlan mau makan yang tadi dibawa Papa."

David duduk di samping Mike dan menuangkan air putih ke gelas. Dia menyodorkan itu pada Etlan yang berada di sampingnya.

"Minum dulu, tadi habis makan permen, kan?"

Etlan mengangguk dan meminum air putih itu sampai setengah.

"Kamu makan sama Kak Mike dulu aja. Aku mau suapi Etlan."

Liona meletakkan ayam geprek dan nasi ke piring. Dia membawanya ke depan televisi. Di sana sudah ada Etlan yang sedang menyaksikan film kartun kesukaannya, dua bocah kembar berkepala plontos.

"Harus habis. Kalau enggak, nanti Mama suruh Papa buat enggak beliin lagi."

Dengan semangat Etlan mengangguk dan membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Liona.

"Etlan banyak maunya!"

David memukul lengan Mike dengan keras, "Nanti dia enggak mau makan lagi!"

"Anak lo gitu amat."

Mike melanjutkan makannya bersama David. Kali ini dia benar-benar menikmati masakan yang Liona buat. Selain karena enak juga karena dirinya lapar. Sedari tadi siang dia belum makan.

Gimana? Aku masih belum bisa move on dari Etlan, nih huhuhu

Ate semua, Etlan mengucapkan selamat hali laya idul adha

Oh, iya, Lylyn mengucapkan selamat hari raya idul Adha semuanya, hehe 🤗🤗

Ngeselin enggak, sih si Gladis?

Mana, nih bom komen sama vote nya :'(

Aku padahal nunggu komen konyol kalian tapi ternyata enggak ada.

Jogja|2 Agustus 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro