5. Oh, Ternyata Mantan, Toh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mantan itu masa lalu. Kalau tanya masa depannya siapa, udah pasti itu kamu. Iya, itu kamu. Kamu yang lagi baca tulisan ini.

~MIVI~

Via menunggu Mika yang sedang membeli makanan di kantin. Dia sangat malas kalau harus ikut antre dan berdesakkan dengan mahasiswa lain. Untung temannya itu mau dimanfaatkan.

Matanya menatap seorang perempuan yang baru saja masuk ke kantin bersama temannya. Dia merasa tidak asing dengan perempuan itu. Ingatannya berputar dan dapat! Via mengingatnya, dia pernah bertemu perempuan itu di depan minimarket. Walaupun hanya sekilas.

"Liat apa?" tanya Mika yang datang dengan membawa cemilan serta yogurt kesukaan Via.

"Coba, deh liat itu. Kemarin kalau enggak salah gue liat dia ngobrol  sama Mike di depan minimarket. Dia siapa?"

Mika menatap arah telunjuk Via. Dia menatap terkejut dengan apa yang dia lihat saat ini. Jangan bilang Via sudah mengetahui sesuatu tentang Gladis.

"Emang kenapa?"

Via memutar bola mata malas. Bukannya menjawab pertanyaannya, Mika malah balik bertanya padanya.

"Gue tanya dia siapa?! Kok lo malah balik tanya? Bikin kesel aja."

"Mana gue tau, lagian buat apa lo tanya nama dia?"

Via mengangkat bahu dan membuka tutup botol yogurt.

"Gue udah bilang kalau enggak sengaja liat dia ngobrol sama Mike di depan minimarket waktu Mike nganter gue balik."

"Lo yakin enggak kenal sama itu cewek?"

Mika menggigit bibir dalamnya. Harus bagaimana sekarang. Sebenarnya bisa saja dia berkata jujur, toh Via bukan siapa-siapanya Mike.

"Gue yakin lo tau itu cewek."

"Eng-"

"Mika?"

Perkataannya berhenti saat mendengar namanya dipanggil. Dia menoleh ke belakang dan kembali lagi menghadap ke arah Via yang sudah menaikkan alis meminta penjelasan.

"Selama kita kuliah baru kali ini gue ketemu sama lo."

Mika berdecak tidak suka. Kalau sudah begini dia tidak bisa menghindar. Dia tersenyum paksa melihat Gladis yang sudah berada di sampingnya. Bahkan perempuan itu hendak duduk di depan Via.

"Ngapain lo duduk? Itu temen-temen lo udah pada nunggu!"

Gladis mengurungkan niatnya dan menatap temannya yang sudah berdiri tak jauh dari tempatnya. Dia menyelipkan rambutnya ke telinga dan tersenyum manis pada Mika seta Via.

"Gue duluan. Lain kali bisa dong makan bareng."

Mika tidak menjawab. Dia menatap kepergian Gladis dengan lega. Mana sudi dia berbagi meja dan makan bersama perempuan itu. Bukannya makan dengan tenang yang ada malah adu mulut dan tidak jadi makan.

"Jadi?" Via menatap Mika yang terlihat bingung.

"Jadi? Apa?"

Via menggeram mendengar pertanyaan Mika.

"Lo bilang enggak kenal sama dia tapi tadi apa? Dia panggil lo!"

Mika duduk di sebrang Via dan menatap perempuan itu serius. Dia menghembuskan napas sebelum menjawab pertanyaan Via.

"Dia Gladis, mantan Mike. Gue denger dia jadi model setelah putus sama Mike."

"Kenapa putus?"

"Gue enggak ada hak buat kasih tau lo. Kalau lo mau tau ceritanya lo bisa tanya langsung sama Mike."

Via manggut-manggut mengerti, "Gue heran, kenapa cewek secantik dia mau pacaran sama Mike?"

Mika dibuat melongo dengan pertanyaan Via. Tidak menyangka respon Via akan seperti itu. Dia kira perempuan itu akan cemburu atau marah dan akan bertanya macam-macam, tapi ternyata.

"Lo enggak cemburu atau gimana gitu?"

Via menatap Mika aneh. Dia mengernyit bingung dengan pertanyaan Mika. Cemburu? Rasa-rasanya dia tidak merasa cemburu. Apa yang harus membuatnya cemburu?

"Kenapa juga gue harus cemburu?"

"Lo enggak suka sama Mike?"

Seketika tawa Via pecah mendengar pertanyaan Mika. Pertanyaan itu terdengar sangat lucu di telinga Via. Dia sampai memukul meja kantin saking tidak tahannya tertawa. Setelah dirasa puas, Via kembali minum yoghurt yang tinggal setengah selanjutnya dia menatap Mika.

"Gue sama dia cuma temen. Jangan ngarang, deh."

Mika mencondongkan tubuhnya. Dia menatap mata Via mencari kebohongan. Nyatanya omongan Via terbukti benar. Tidak ada keraguan di mata temannya itu.

"Apaan, sih?" Via mendorong dahi Mika untuk menjauh.

"Padahal kalian cocok," gumam Mika.

Dia sedikit merasa kecewa saat tahu kalau Via tidak ada rasa pada Mike. Di tambah tadi pagi dia juga menanyakan hal yang sama pada Mike dan jawaban laki-laki itupun sama. Dia tidak menyukai Via.

"Gue masih bisa denger, ya."

Via bangkit dan mengajak Mika untuk kembali ke kelas. Bisa gawat kalau mereka terlambat masuk kelas. Apalagi ini adalah mata kuliah yang dibawakan oleh dosen garang. Bisa-bisanya nilainya akan jelek.

"Lo yakin?"

Via memukul lengan Mika. Dia bosan sekali mendengar pertanyaan itu. Sudah ke sekian kalinya Mika menanyakan hal yang sama. Dari koridor kampus hingga mereka sampai ke kelas hanya itu yang Mika tanyakan.

"Lama-lama gue plester mulut lo!"

Mika menutup mulutnya dengan tangan. Enak saja, dia masih sayang dengan mulutnya.

"Tanya itu lagi, gue plester beneran. Lagian jawaban gue juga enggak bakal berubah."

"Yakin, nih?" Mika menaikkan alis menantang.

"Lo mau gue plester pakai lakban? Gue ambil sekarang, nih." Via berbalik arah.

Mika menggeret tangan Via dan memilih diam. Tangannya dia gunakan untuk menutup mulut dan menggelengkan kepala.

Dia mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Mencari seseorang yang selama ini mengusik pikiran dan hatinya. Tatapannya terkunci pada satu titik. Di barisan paling depan tampak seorang laki-laki sedang sibuk dengan headset-nya.

"Masih enggak mau bilang?"

Mika menoleh ke samping menatap Via yang sedang menatap ke depan, ke arah laki-laki itu.

"Gue enggak seberani itu. Liat dia aja gue udah seneng."

Via berdecak dan menatap Mika balik. Temannya ini memang kurang berpengalaman. Walaupun dia belum pernah pacaran setidaknya dia tahu hal-hal mengenai dunia pacaran.

"Kalau stuck in this area lo enggk mungkin ada peningkatan. Inget ini udah berapa tahun!"

"Gue enggak berniat buat pacaran, Via!"

Via mengangkat bahu acuh, "Terserah lo."

Mereka diam dengan pikiran masing-masing. Via mengeluarkan cemilan yang tadi dibelikan Mika. Dia menikmati makanannya sebelum dosen datang. Masih ada sekitar sepuluh menit lagi.

Tangan Mika ikut mengambil keripik kentang yang baru saja Via buka. Tatapannya masih setia pada titik yang sama. Seperti ada magnet yang menarik matanya untuk terus menatap tempat yang sama. Dia bahkan tidak berniat untuk mengalihkan pandangannya.

"Apaan ini?!" Mika mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.

Dia menatap tajam Via yang sedang tertawa terbahak-bahak.

"Makanya kalau makan liat yang dimakan! Kena, kan lo!"

Mika melepehkan kertas post it yang sengaja diletakkan Via ke dalam bungkus keripik kentang. Dia melemparkan kertas itu pada Via.

"Makan, tuh!"

Perempuan itu merasa kesal dengan Via yang masih saja menertawakannya. Dia ingin mengumpat tapi tidak jadi karena tahu dosen sudah datang. Segera Via menghentikan tawanya dan memasukkan keripik kentang ke tas.

Mika menatap dosen di depan. Dia tidak lagi menatap laki-laki itu. Tapi tetap saja matanya sesekali melirik ke arahnya. Laki-laki itu sudah melepaskan headset bersiap mengikuti kelas.

"Dosen ada di depan bukan ada di sana."

Via terkekeh geli melihat Mika yabg salah tingkah karena ketahuan sedang mencuri pandang pada laki-laki itu.

Maaf malem update. Gangguan kuota itu emang menyiksa, huhuhu.

Btw, cuma mantan, kan? Gaskun lan, Vi. Cinta datang karena telah terbiasa ...

Eh, kok aku malah nyanyi, sih wkwk.

Jangan lupa wajib sama kasih bom komen. Komennya pokoknya yang banyak!

Jogja | 16 Agustus 2020 | 21.54

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro