Bab 2 - Judge

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika suka katakan

Jika cinta nyatakan

Jangan membuang waktu

Karena kesempatan tidak akan ada dua kali

=======

"Biasa juga nggak mandi aja, tuh," ledek pria depannya, yang akrab dipanggil Devan. "Noh, di depan ada yang pengin ketemu. Mandinya buruan!" perintah Devan, memperingati.

"Siapa, sih?" tanya Abel penasaran.

"Udah, sana mandi. Jangan lupa ke depan! Abang mau mandi juga," ucapnya sambil mengacak pucuk rambut Abel pelan.

Kebiasaan yang tidak pernah Devan lepaskan dari kecil. Selalu mengacak pucuk rambut Abel, katanya gemas.

Dua puluh menit sudah waktu untuk Abel mandi dan berpakaian. Ia mengenakan baju santai, hanya kaos ukuran jumbo dengan celana pendek di atas lutut.

Menuruni anak tangga satu persatu hingga sampai bawah, ada Yuri, mama Abel yang sedang menonton televisi. Karena letak ruang keluarga ada di sisi tangga.

"Baru selesai, Sayang?" tanya Yuri pada Abel yang tiba-tiba memeluknya.

"Iya, Mah. Baru pulang, tadi lembur," adunya sambil kepalanya bersandar di bahu Yuri.

"Sana, ke depan. Ada tamu yang pengin ketemu kamu. Ada papah juga di depan."

Abel langsung duduk tegak, mengangkat kepalanya dari bahu Yuri. "Tumben banget. Biasa juga papah cuek sama temen-temen Abel," protesnya, namun Yuri hanya tersenyum.

"Udah, sana ke depan!" perintah Yuri sambil menarik tangan Abel agar beranjak dari tempatnya.

"Iya. Abel ke depan dulu," putusnya. Lalu berjalan ke depan, tempat tamu yang ingin bertemu dengan Abel.

Rasa penasaran yang tinggi membuat Abel berjalan cepat menuju ruang tamu, karena rumahnya yang di desain gaya modern sehingga dari ruang keluarga ke ruang tamu membutuhkan beberapa puluh detik untuk sampai ke depan.

"Ini, dia, Abel," ucap papahnya saat Abel tiba di ruang tamu.

Menuju ruang tamu ada sekat yang membuat ruangan empat kali enam terlihat terpojok meskipun berada di depan pintu rumah.

Si pria itu menoleh, Abel seperti pernah melihat. Dirinya mengingat-ingat lagi. Karena, sudah lama tidak bertemu membuat Abel sedikit lupa.

"Bang Roni, bukan, sih?" tebak Abel.

Pria yang disapa Roni tersenyum. "Iya. Udah gede aja, keliatan dewasa malah," pujinya membuat Abel tersenyum. "Pacarnya berapa?" goda Roni membuat Abel mencebikkan bibirnya.

Mereka bersalaman dan cipika-cipiki karena lama tidak bertemu lalu Abel duduk di sebelah Roni, pahanya ditutupi bantal sofa. Roni yang tadinya menghadap ke Jordan, beralih menghadap Abel.

"Ya sudah, kalian lanjutkan ngobrolnya, ya!" Jordan berdiri, "Papah mau nemenin mamah kamu di dalam," pamitnya lalu meninggalkan ruang tamu.

"Baiklah," ucap Abel santai sambil mengacungkan jempolnya.

"Gimana kabarnya, Bel? Makin gede, makin cantik aja!" puji Roni melihat mata indah Abel.

"Bisa aja, Bang. Alhamdulillah selalu ceria," jawabnya dengan semangat '45.

"Siapa yang makin cantik?" potong Devan, yang tiba-tiba masuk ke ruang tamu setelah mandi. Mengenakan kaos oblong dan celana pendek selutut.

"Kepo aja kayak pisang," jawab Roni yang menoleh pada Devan dan menatap Abel lagi.

"Yeee.... Jangan diliatin terus, entar naksir berabe," canda Devan yang langsung duduk di hadapan mereka dan melempar kacang ke arah Roni.

"Nggak papa, entar jadi adik ipar Bang Devan. Aku siap," canda Roni.

"Apa, sih, Bang. Kalian tuh, ya. Dari dulu masih aja sama, aku cuma jadi penonton lakon kalian kalo udah becanda," tutur Abel pada Roni dan Devan.

"Lho, aku serius, Bel." Tiba-tiba suasana ruang tamu mendadak hening, hanya Roni yang berucap. "Emang kamu nggak mau sama aku, yang ganteng ini?" Matanya mengedip ke arah Abel membuat Abel salah tingkah.

"Ciyeee... aku kamu-an," goda Devan lagi.

Tak mengindahkan ucapan Devan, Roni menghadap Abel lagi. "Bel, besok ada acara?"

"Besok persiapan mau meeting ke luar kota, soalnya lusa udah berangkat." Abel menjelaskan jika dirinya memang akan ke Surabaya lusa.

"Yaudah, nanti aja pulang dari luar kota."

Mereka mengobrol hingga jam sebelas malam, Abel sudah sering menguap. Bukan mau mengusir, tapi jika Abel pamit untuk tidur, dia tidak enak pada Roni. Sudah lama mereka tidak bertemu, ada sekitar enam tahun karena Roni harus melanjutkan kuliah di luar negeri dan juga bolak-balik ke Indonesia mengurus bisnis ayahnya.

"Udah malem, gue pamit, deh, ya?" pamit Roni pada Abel dan Devan. "Abel udah nguap terus, kasian adek Lo."

"Apaan, sih, Bang. Santai aja. Anggap aja rumah sendiri."

Mengusap pucuk rambut Abel, Roni berkata, "tenang aja, nanti juga nganggepnya rumah sendiri kalo udah nikah sama kamu." Roni beranjak dari tempat duduknya. "Dev, gue balik dulu. Salamin buat om sama tante, calon mertua gue," ucapnya menggoda Abel.

Yang digoda langsung melirik. Pria tampan, mapan, dan juga kaya itu memang jadi incaran banyak wanita, termasuk Roni salah satunya. Namun, Abel tak menyangka jika dirinya yang akan dipilih Roni menjadi teman di pelaminan nanti. Abel hanya mencebikkan bibirnya menanggapi perkataan Roni, menganggap Roni hanya bercanda.

Devan mengantar Roni sampai depan rumah, sedangkan Abel langsung masuk kamar karena matanya sudah tidak bisa diajak kompromi.


🍁🍁🍁

"Selamat pagi, Abel," sapa Jojo saat dirinya baru sampai di meja kerjanya.

Meja kerja yang berhadapan langsung dengan meja kerja Abel, sehingga mudah jika akan menyerahkan laporan yang akan Abel buat. Di sebelah meja kerja Abel ada tempatnya Sinta dan Naura, sedangkan sebelah Jojo ada Ridwan dan Akmal. Ayu dan Retno berada di belakang Abel.

"Pagi, Jojo." Abel tersenyum. Untuk memulai harinya, jangan lupa untuk selalu tersenyum agar aura positif terpancar dadi dalam diri.

"Bel, Fitri, Lo yang gantiin, ya, ke Surabaya?" tanya Sinta yang duduk di sebelah Abel, karena meja kerjanya ada di sebelahnya.

"Iya. Fitri jadi mau resign?" Tanya Jojo kepo, Naura hanya menjadi pendengar setia.

"Belum tau, sih, itu. Tapi kalo yang gantiin dia emang bener, gue." Abel menyalakan komputernya. "Laporannya mana, Jo?" minta Abel pada Jojo yang duduk di tepi mejanya.

"Laporan penjualan bulan sekarang? Ada di Pak Malik dan beliau belum datang," jelas Jojo. Abel manggut-manggut.

Abel menunggu hingga pukul sebelas siang, sambil mengerjakan laporan yang lain. Malik baru tiba di kantor bersama Pak Johan, dan Roni saat akan jam makan siang.

"Bang Roni?" sapa Abel pada Roni yang berjalan melewati tempat kerjanya. Abel berdiri saat semua orang menengok, termasuk Pak Johan dan Malik.

"Abel. Kerja di sini?" Roni kaget mendapati Abel bekerja di Perusahaan anak cabang milik Ayahnya.

"Iya. Bang Roni ngapain di sini? Sama Pak Johan dan Pak Malik." Abel melangkah mendekat, dan Roni juga mendekat ke Abel.

"Oh, ada meeting dan meeting-nya berada di lantai ini. Nanti kita sambung lagi, ya? Makan siang aku jemput kamu," ucapnya terburu-buru sambi mengusap lengan Abel.

"Oh, okey." Abel kembali ke tempat kerjanya dan Roni melanjutkan perjalanannya bersama Malik dan Pak Johan.

"Siapa, Bel? Gans begete," ucap Sinta seperti Melihat Oppa-oppa Korea.

"Nggak bisa kalem aja, gitu, gantengnya?" tanya Naura yang terpesona dengan Roni.

"Elaaah. Kalian liat yang bening dikit langsung ngeces. Gue ganteng tapi gue kalem," pujinya pada diri sendiri dan merapikan kerah kemeja.

Sudah pukul dua belas lebih lima menit, Naura dan Sinta mengajak Abel makan siang, tapi ditolak oleh Abel karena akan makan siang bersama Roni.

"Bentar lagi mungkin dateng Bang Roni."

"Yaudah, kita duluan, ya, Bel?!"

Tak lama mereka pergi, terlihat di ujung tempatnya berdiri terlihat Roni bersama Malik menghampiri Abel.

"Ayo, Bel," ajak Roni. Tangannya ingin menggandeng tangan Abel namun dihela Malik.

"Tunggu. Ada file yang harus Abel simpan untuk rapat besok di Surabaya." Malik mengajak Abel menuju ke ruangannya. Abel menuruti perkataan Malik, mengekor di belakangnya. "Ini file-nya. Bahan untuk rapat ada di situ semuanya."

"Baik, Pak. Permisi." Abel yang akan meninggalkan ruangan Malik terhenti karena mendengar ucapan Malik.

"Apa semua wanita akan bertekuk lutut pada pria yang mapan, tampan, dan juga kaya?" tanyanya yang entah pada siapa. Dirinya berdiri menghadap jendela, dengan tangan dimasukkan ke saku celana.

"Maksud Pak Malik?" Abel berbalik, menghadap Malik.

"Iya. Apa semua wanita akan menyukai pria yang tampan, mapan dan juga kaya? Termasuk wanita yang ada di depan saya?" Malik menghadap Abel, netranya menatap lekat ke netra Abel. Seperti ada rasa cemburu yang membakar, namun tertutup oleh kabut gengsi.

"Maaf, Pak. Jangan menillai kalau Bapak tidak tahu bagaimana diri saya. Hanya keluarga dan orang terdekat yang tahu dan paham bagaimana diri saya." Abel berbalik, meninggalkan Malik. Namun, saat di pintu Abel berkata lagi, "soal saya dengan Bang Roni. Dia adalah teman kakak saya, yang saya anggap sebagai abang, tidak lebih." Abel meninggalkan ruangan Malik tanpa menunggu jawaban dari Malik."


#Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro