Bab 7 - Gagal Tender

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Semuanya, mari kita rapat sekarang!” perintah Malik memberitahukan divisinya agar bersiap ke ruang meeting. Sekretarisnya sudah beberapa hari tidak masuk kerja, digantikan oleh Abel untuk mengurus semuanya.

Semua divisi Malik bersiap-siap menuju ruang meeting, tidak biasanya diadakan rapat mendadak seperti ini.

“Ada apa?” Naura bertanya ke Ridwan, orang yang sejajar berjalan dengannya.

“Enggak tahu. Tiba-tiba disuruh ke rapat.” Ridwan menaikkan pundaknya, tanda tidak tahu.

Naura masih belum puas dengan jawaban Ridwan, bertanya ke Jojo. “Jo, ada apa, sih?”

“Enggak tahu, tadi, kan, disuruh rapat berarti ya ada yang penting,” ujar Jojo santai.

Mereka memasuki ruang rapat, ruangan yang biasa digunakan dua minggu sekali atau paling tidak sepuluh hari sekali itu kini digunakan lagi. Padahal baru seminggu yang lalu rapat di sini.

Abel menyalakan lampu dan juga AC ruangan agar terjadi pergantian udara dan ruangan tidak engap. Menyalakan laptop jika digunakan di tempat duduknya Malik.

Naura ingin bertanya pada Abel pun percuma, karena dia sibuk menyiapkan segalanya sebelum rapat dimulai. Pasalnya, Naura bertanya pada Jojo pun ternyata percuma, tidak mendapat jawaban.

Duduk di tempatnya masing-masing, Malik sendiri yang memandu jalannya rapat.

“Selamat siang,” sapa Malik sebagai pembukaan. “Kita langsung saja, ya, karena waktu sudah pukul dua siang.” Malik membenarkan cara duduknya dan tangan kanan memegang kursor. Laptop yang sudah menyala, menampilkan motor baru yang akan launching. “Tender kita kali ini gagal. Untuk peluncuran motor tahun depan kemungkinan akan berbeda, karena motor tender didesain untuk mengantarkan barang-barang, akan kita ubah menjadi nyaman untuk pengguna pria ataupun wanita.”
Malik menginfokan gambar motor berjenis matic namun kuat jika memuat barang banyak. “Fotonya yang kalah tender seperti ini.”

Semua mengangguk dan merasa kagum terhadap motor yang didesain sedemikian rupa namun kalah tender. “Ada yang mau usul untuk motor tahun depan?” tanya Malik pada semuanya.

“Usulan Abel dan Jojo kemarin, Pak?” tanya Naura.

“Oh, itu beda motor dengan yang ini.” Malik melihat Abel, “bagaimana, Abel? Ada usulan?”

Jojo hanya berdeham ketika Malik hanya menanyai Abel. Yang lain saling tanya dan menaikkan alis mereka.

“Eh, saya?” Abel melihat gambar yang tadi Malik perlihatkan, lalu melihat Malik. “Menurut saya, desainnya harus diubah agar tampilan motor lebih trendy dan comfortable. Kita harus tahu motor yang seperti apa yang akan menjadi tren tahun depan karena itu yang terpenting,” jawab Abel sedikit gugup.

“Yang trendy dan comfortable seperti apa?” Malik meminta penjelasan lebih detail dari yang Abel jelaskan. Yang lain menunggu jawaban dari Abel termasuk Jojo, malah tertawa pelan.

Abel mencari posisi duduknya agar lebih nyaman, dengan mata melihat ke dokumen sambil memikirkan ide yang pas dalam memberikan usul.

“Mmm... bagaimana jika headlamp atau lampu depan kanan dan kiri, juga lampu belakang menggunakan LED agar hemat listrik, tidak mengeluarkan panas dan lebih awet dari lampu bohlam biasa.” Abel melihat ke arah Malik sesekali, juga melihat ke arah teman-temannya. “Untuk mesin motornya, menggunakan teknologi VVA atau Variable Valves Actuation. VVA diibaratkan itu semacam switch otomatis yang bekerja di sekitar 6000 rpm agar torsi maksimal dapat dicapai di setiap putaran mesin.” Abel menghela napas sejenak, lalu melanjutkan lagi. “Teknologi VVA belum ada yang menerapkannya pada sepeda motor. Jika nanti kita bisa menerapkan, itu adalah yang pertama,” jelas Abel secara gamblang.

“Teknologi VVA juga bisa menghemat bahan bakar, cara bekerjanya bukan berdasarkan kecepatan motor, tapi berdasarkan putaran mesin. Bagaimana, Pak?”

Malik dan yang lain dibuat melongo oleh Abel. Penjelasannya yang detail dan sangat bagus membuat semua kagum.

Malik tepuk tangan atas pendapat Abel tentang peluncuran motor tahun depan, dan akan dipastikan menjadi tren masa kini.

“Sangat brilian ide kamu, Bel. Saya bangga dan cinta dengan kamu,” ucap Malik tanpa sadar. Yang lain merasa terkejut dengan apa yang Malik ucapkan terlebih Abel.

“Waaahhh. Pak Malik.”

“Ciyeeee....”

“Tembak, tembak.”

Suasana ruang meeting jadi ramai, sebab Malik masih belum sadar akan apa yang ia ucapkan. Jojo yang sudah tahu apa isi hatinya hanya berdeham agar Abel tanggap dengan yang diucapkan Malik.

Abel merasa ucapan Malik sangat ambigu, bukan saatnya mengatakan hal demikian saat rapat. Ia pun menegurnya, “maaf, Pak?”

“Iya?” Malik melihat Jojo untuk tahu kesalahannya, Jojo mengatakan dalam bahasa isyarat jika Malik cinta Abel. Abel langsung melihat Jojo karena mata Malik selalu melihat Jojo. “Maaf, Bel. Saya salah bicara. Tadi seharusnya saya bangga dan kagum dengan kamu,” ralat Malik tentang ucapannya.

Sinta, Naura dan yang lain meledeki Malik dengan Abel. Jojo tertawa pelan sambil berucap, “benar juga tidak apa-apa, Pak. Tidak ada yang marah, ini.” Abel langsung mencubit lengan Jojo.

Abel lantas ber-oh ria mendengar penuturan Malik. Mungkin pikirnya, merasa bangga dicintai oleh Manager, apalagi atasannya. Sangat jarang ada atasan yang mencintai bawahannya, kan? Kebanyakan memilih yang sederajat atau lebih tinggi pangkatnya.

“Baiklah, berhubung sudah malam. Rapat kali ini kita tutup. Nanti akan saya bicarakan usulan Abel pada Pak Direktur. Mudah-mudahan saja di acc, ya, Bel?” Malik merapikan dokumen dan mematikan komputer. “Selamat malam.”

“Malam, Pak,” jawab para karyawan.

Semua mengikuti langkah Malik, merapikan dokumen yang ada di hadapan masing-masing lalu meninggalkan ruang rapat.

Malik langsung menuju lift, untuk ke ruangan Direktur. Yang lain kembali ke meja masing-masing.

Abel berjalan bersama Naura, Sinta lebih dulu keluar karena ingin ke toilet.

“Ra, tadi yang dibilang Pak Malik bener, enggak sih?”

“Yang mana?” Naura fokus pada ponselnya.

“Kamu, diajak ngobrol tapi yang dilihat ponselnya. Enggak perhatian.” Abel langsung mencebikkan bibirnya.

Naura secara otomatis langsung melihat Abel. Mematikan ponsel lalu menggenggamnya. “Iya, kenapa? Yang Pak Malik bilang tadi?” Naura langsung berhenti ketika sampai di meja Abel.

Abel menaruh berkasnya lalu menghadap Naura. Di kubikelnya hanya ada Naura dan dirinya, yang lain ke toilet. Sangat membuat Abel penasaran, sebenarnya bagaimana perasaan Malik?

“Iya. Kemarin waktu di Surabaya juga pegang tangan aku, gandeng juga. Sekarang di sini dia bilang kayak tadi tapi salah ucap katanya.”

Naura hanya tersenyum menanggapi curahan hati Abel. Sudah lama tidak merasakan jatuh cinta lagi, Abel merasa dirinya tertarik dengan sosok Malik. Sosok pemimpin yang rendah hati dan humble.

“Kamu tertarik sama Pak Malik?” tanya Naura yang melihat gelagat dari Abel jika dirinya tertarik.

“Apa? Aku?” tunjuknya pada diri sendiri. “Enggaklah.” Abel memungkiri isi hatinya, gengsi jika mengatakan iya. Ia belum tahu isi hati Malik secara pasti. “Udahlah, aku mau pulang. Udah malem,” putus Abel mengakhiri percakapan mereka.

Yang lain telah kembali dari toilet, dan berkemas ingin pulang. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Malik datang dari ruang Direktur membawa berita bahagia.

“Teman-teman, usulan Abel tadi di acc sama Pak Direktur. Tahun depan kita tidak perlu memasang tender lagi karena ada Abel yang jago mendesain motor,” ucapnya seketika menoleh pada Abel. “Abel, selamat, ya.” Malik memberikan tangannya, sebagai ucapan selamat pada Abel.

Abel menjabat tangan Malik, “terima kasih, Pak.”

“Wah, selamat, Bel,” Ucap yang lain sambil tersenyum.

Sudah waktunya pulang, Abel berpamitan dengan yang lain. Sinta dan Naura sudah tentu dijemput kekasihnya. Tinggal dirinya yang harus menunggu dijemput Pak Ojol.

Abel turun ke bawah, dengan membawa beberapa dokumen yang akan ia kerjakan malam ini agar esok bisa santai.
Malik berlari kecil mengejar Abel sambil meneriaki namanya saat di lobby.

“Abel,” seru Malik di depan pintu lift.

Abel sudah di depan resepsionis dan akan keluar gedung menoleh. Malik berlari kecil untuk menghampiri Abel. “Iya, Pak?” tanya Abel seketika Malik sampai di sampingnya.

“Pulang sama siapa? Mau saya antar?”

“Ha?” Abel yang terkejut hanya bisa ber-ha saja.

“Mau saya antar?” ulang Malik memperjelas pertanyaannya.

“Oh, boleh.” Abel langsung membatalkan pesanan ojolnya.

Mereka memasuki mobil Malik, dan melaju ke rumah Abel.
Di sepanjang jalan, Malik menyalakan musik yang berjudul tentang jatuh cinta, Abel mengikuti alunan musik tersebut karena enak lagunya.

“Bel, pernah jatuh cinta?” Abel yang tadinya melihat ke jendela lsngsung melihat Malik.

“Pernah, Pak.”

“Kapan?”

“Dulu, udah lama banget, sih. Kenapa, Pak?”

“Ah, enggak. Emang terakhir pacaran kapan? Maaf, lho, tanya-tanya.” Malik fokus ke depan, “ini jalannya ke mana?”

“Belok kanan, Pak.” Abel melihat ke depan. “terakhir pacaran waktu kuliah, putus karena dia punya yang lain. Jadi sampai sekarang belum berani pacaran lagi.”

“Oh, gitu.” Malik melajukan mobilnya pelan-pelan, karena sudah memasuki blok rumah Abel. “Rumahnya yang mana?”
“Dua rumah lagi, yang cat kuning.” Abel bersiap-siap akan turun.

Malik meraih tangan Abel yang hendak melepaskan seatbelt, “Bel, kalau suatu saat ada yang bilang cinta ke kamu, gimana?”

Abel merasa ada gelenyar aneh di hatinya, seperti sengatan listrik yang menyetrum tubuhnya, seketika Abel merasa tegang dan senang menjadi satu.

“Siapa?”

“Ada orang yang cinta sama kamu, tapi dia tidak berani bilang. Saya hanya disuruh memastikan kalau kamu tidak mempunyai tambatan hati.”

Hati Abel terasa dicubit, baru merasa senang jika Malik yang mencintainya ternyata bukan dia, melainkan orang lain yang mencintainya. Dengan senyum memaksakan, Abel hanya bilang, “sampaikan ke orang tersebut, jangan jadi pengecut,” ucap Abel yang langsung turun mobil.

Sebelum pintu tertutup, Malik bergumam, “sayangnya itu aku, Bel.” Malik melajukan mobilnya setelah Abel benar-benar menutup pintunya.

#Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro