Bab 9 Reward

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Abel langsung berdiri melihat teman-temannya berada di sini, menghampiri Naura dan Sinta. Malik hanya melihat pria yang duduk di kursi, memang tampan, sih. Dirinya merasa tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ketampanan pria berambut faded comb over—sisi atas panjang dan sisi bawah dicukur pendek— dengan gaya modis.

“Kalian di sini juga?” Mata Abel melihat ke arah Malik.

“Ya ampun, Abel. Kamu dilamar pria itu?” teriak Sinta histeris. Naura langsung menutup telinga dan menyenggol Sinta agar memelankan suaranya. Sinta hanya tersenyum melihat Naura yang kesal.

“Enggak, dia temen Kak Devan.” Abel kembali melihat Sinta.

“Dia siapa kamu, Bel? Pacar? Itu di dinding?” Naura langsung membombardir pertanyaan pada Abel seperti maling yang tertangkap saat sedang beraksi.

“Bukan.” Abel langsung membisikkan pada telinga Naura, “aku nolak dia barusan.”

“Ciyeee.... acara keluarganya kencan sama pria tampan,” goda Jojo. “Kenalin dong, Bel,” pinta Jojo yang langsung mendapat lirikan dari Malik.

Abel langsung memanggil Roni agar berkenalan dengan teman-temannya. Berjalan bak selebritas, Roni menghampiri Abel.

“Ron, kenalin, ini Sinta, Naura, Jojo, dan Pak Malik, Manager aku.” Roni langsung bersalaman dengan semuanya.

Berdiri di sebelah Abel dan memeluk pinggangnya. Abel yang merasa risi dengan perlakuan Roni hanya menggeliat namun Roni sengaja tidak memindahkan tangannya. Malik mengalihkan pandangannya melihat hal yang tidak ingin dia lihat.

“Pulang, yuk, Jo,” ajak Malik seketika.

“Baru kenalan sama pacar Abel, Pak. Belum ngobrol,” tawar Jojo yang belum mau diajak pulang.

“Ikut gabung, yuk! Kita baru mau makan,” ajak Abel ke semuanya. Tangan Roni masih betah berlama-lama di pinggang Abel. Seperti orang jaman sekarang yang betah berada di mal.

“Eh, enggak, Bel. Entar malah ganggu lagi.” Naura menolak ajakan Abel dan langsung mengajak Sinta pulang.

“Yaudah, besok jangan lupa cerita romantisnya malam kalian.” Sinta mengerling pada Abel.

Setelah berpamitan pada Abel dan Roni, mereka melenggang pergi meninggalkan kafe. Kafe yang berada di daerah Kemang, memang banyak yang menjadi favorit banyak orang. Termasuk kafe yang dikunjungi Abel.

🍁🍁🍁

Abel berangkat terlalu siang karena bangun kesiangan. Semalam, sepulang dari kafe, Roni mengajak ke taman Suropati untuk melihat pertunjukan musik dan lukis. Pulang dari taman Suropati sekitar pukul sebelas malam.

“Yang habis kencan, berangkatnya siang banget,” tegur Jojo yang sedang menyesap kopi.

“Eh, iya. Semalem, kan, kamu kencan. Gimana, gimana?” Sinta yang sudah menyalakan komputer, mendekat ke arah Abel dengan kursinya.

“Kalo udah punya pacar, tuh, bilang. Mana cakep banget lagi pacarnya,” sahut Naura. Sinta mengangguk, mengiyakan perkataan Naura.

Abel hanya geleng-geleng kepala melihat teman-temannya seperti haus akan informasi seperti oasis yang berada di gurun.

“Kalian, tuh, ya. Kayak enggak ada bahasan lain aja pagi-pagi udah ngomongin yang semalem.” Abel melihat dokumen yang berada di atas mejanya. “Yang jelas, dia bukan pacar aku!”

“Terus siapa, Bel? Kamu tolak dia?” tanya Jojo antusias.

“Semangat banget, sih, Pak, yang tanya,” sahut Sinta.

“Bukan, gitu. Kan kepo. Ya, Bel?” kerlingan Jojo membuat Abel, Naura dan Sinta mencebikkan bibir mereka.

“Iya. Dia itu temen Kak Devan,” jawab wanita berambut sepundak.

Abel memang terkejut bahkan terkesima mendapat kejutan romantis seperti semalam, bahkan dia belum pernah mendapat kejutan seperti itu. Ini adalah yang pertama kalinya. Tapi, Abel juga tidak mau buru-buru menerima pria hanya karena kejutan yang ia dapatkan.

Hubungan itu terjalin karena kenyamanan, bukan karena gaya atau penampilan. Jika hati merasa nyaman, cinta akan tumbuh seperti pohon singkong. Tidak dipupuk, tidak disiram, namun tetap tumbuh dengan subur.

“Bel,” sapa Malik di sebelah Jojo. Semua menoleh pada sumber suara.

“Iya, Pak.” Abel berdiri, menghadap Malik.

“Ini reward dari Pak Direktur buat kamu.” Malik menyerahkan hadiah kotak kecil yang dibungkus kertas kado berwarna merah muda.

“Warnanya pink, euy. Kayak orang lagi jatuh cinta,” seloroh Jojo kemudian berlagak seperti orang keselak.

Abel menghampiri Malik, menerima hadiah yang diberi Pak Direktur untuknya.

“Buka, Bel,” pinta Jojo tidak tahu diri.

Abel melihat-lihat, mengocoknya, menebak apa isi di dalamnya.

“Jangan dibuka di sini! Nanti saja di rumah.” Malik menepuk pundak Jojo, “ke ruangan saya, Jo!”

“Terima kasih, Pak,” ucap Abel saat Malik sudah melenggang pergi yang diikuti Jojo di belakangnya.

Ponsel Abel berdering, Devan memanggil tapi Abel malas untuk mengangkat. Hingga tiga kali telepon, tak kunjung diangkat. Devan menelepon sudah pasti berhubungan dengan Roni, Abel sedang tidak ingin membahas pria berambut faded comb over.

Memang tampan, dan juga mapan. Karier yang Roni miliki juga bisa membuat anak turunan tidak kelaparan. Kekayaan keluarganya juga bisa dipastikan akan membuat menantunya pergi ke salon terkenal setiap hari.

Pasti banyak wanita yang mengantre karena kematerialistisan para wanita membuat mereka dibutakan oleh kekayaan.

Yang selalu Abel ingat pesan dari ibunya adalah uang hasil kerja kerasmu akan lebih berkah dari pada uang yang didapat dari hasil memoroti pria.

Di tempat lain, Jojo mengikuti arah jalannya Malik ke ruangannya. Tidak biasanya Malik memanggil Jojo saat tidak ada pekerjaan atau hal penting tentang laporannya. Jojo berpikir, ia akan menjadi sekretaris Malik karena sekretarisnya mengundurkan diri pagi tadi.

Memasuki ruangan Malik, luasnya 36 meter persegi itu terlihat sangat rapi. Malik menyukai kerapian, seluruh isi ruangan ditata dan didesain oleh Malik sendiri.

Ada foto keluarga di meja kerja, dan lukisan abstrak di dinding. Juga ada lemari kecil di sudut ruang yang berisi novel, komik atau resep sebagai perpustakaan mini, ada mejanya untuk membaca.

“Ada apa, Pak?” Jojo telah duduk di sofa depan Malik. Mereka duduk di sofa, karena lebih nyaman dan enak untuk mengobrol.

“Kamu yakin Abel tidak memiliki kekasih? Yang semalam itu apa?” Malik duduk dengan kaki membuka, tangannya berada di atas kedua pahanya.

“Pak Malik enggak percaya dengan saya? Abel sendiri yang bilang kalau dia cuma teman, sahabat kakaknya lebih tepatnya.” Penjelasan Jojo membuat Malik tampak berpikir.

Reward tadi dari saya, tapi saya takut buat ngomong ke Abel,” 

“Kenapa Pak Malik enggak jujur?” Posisi Jojo berubah, semula kakinya membuka ke depan, kini berganti jadi kaki kanan di atas, kaki kiri di bawah.

“Enggak. Kalau memang dia masih jomlo, berarti saya masih ada kesempatan, dong, ya?”

Mereka berbicara hingga istirahat makan siang, Jojo membantu pekerjaan Malik di ruangannya. Hingga keluar masuk dari ruangan Malik ke ruang kerjanya lalu balik lagi ke ruangan Malik.

“Bel, makan siang di mana?” tanya Naura saat mematikan komputernya.

“Aku enggak ikutan, ya, Guys. Dijemput sama mas pacar,” potong Sinta sambil merapikan tas jinjingnya. Abel dan Naura mengiyakan perkataan Sinta.

“Nasi padang depan kantor aja, gimana?” Naura tampak menyetujui ajakan Abel. Mereka langsung berjalan ke warung nasi padang depan.

“Bel,” panggil Jojo yang baru keluar dari ruang Malik.
Abel dan Naura menoleh saat lift belum terbuka, “kenapa, Jo?” jawab Abel yang masih memainkan ponselnya.

“Yang semalem bukan pacar kamu, kan?”

“Berapa kali, sih, aku harus bilang. Bukan. Kenapa emangnya?”

Naura yang tahu maksud Jojo, menaikkan alisnya. Setengah hari berada di ruang Malik membuat Naura berpikir bahwa Malik menyuruh Jojo untuk memastikan jika yang semalam bukan kekasihnya.

#Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro