19. Mendapatkan Lebih Dari Yang Diinginkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 19 Mendapatkan Lebih Dari Yang Diinginkan

Roden?

Dan bagaimana Lucca tahu Roden adalah nama belakang ibunya? Bukan ayahnya.

“Ada alaan lain aku tertarik padamu, Selena. Tapi kita tidak akan membahanya sekarang dan di sini.” Lucca kembali mendekat, menangkap pinggang Selena dan melangjutkan langkah menuju pesta sedang menyambut mereka.

Selena tak terbiasa menjadi pusat perhatian seperti ini. Begitu Lucca membawanya masuk membelah kerumunan para tamu yang menyambut keduanya dan bertepuk tangan dengan riuh.

Beberapa kali, Selena menurunkan pandangan. Tak tahan dengan perhatian terlalu banyak yang menyorot dirinya. Pun di balik senyum lebar dan sambutan yang dipenuhi kekaguman akan penampilan keduanya, tetap saja semua itu terasa aneh bagi Selena.

Beberapa kali pandangannya bergerak turun, tak tahan dengan tatapan intens pada tamu yang lain, -terutama tatapan penuh tanya dan rasa penasaran para tamu wanita-. Yang begitu terang-terangan terhadapnya. Dan Selena tahu pandangan macam apa itu. Pandangan tak suka yang mirip dengan cara Pamela menatapnya.

Seperti Lucca menggunakan Pamela sebagai pajangan, kini Selena tahu apa yang dirasakan oleh wanita itu. Pria itu tak berhenti menyeretnya ke sana kemari. Memperkenalkan dirinya sebagai seorang istri dan pujian serta pujaan akan keluar dari mulut semua orang akan kecantikannya yang sempurna. Yang telinga Selena tangkap hanya sebagai basa basi busuk.

Dan di tengah kesempatan tersebut, Selena tiba-tiba menyadari bahwa ini adalah kesempatan yang datang secara tiba-tiba baginya. Bukankan tadi Lucca bilang ini pesta yang diadakan oleh Alessio. Dan artinya Alessio Rocco ada di pesta ini. 

Sementara Lucca sibuk bercakap dengan entah siapa wajah-wajah asing yang tak pernah dikenalnya, Selena mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan untuk mencari Alessio. Yang rupanya juga ingin menemuinya.

Salah satu pelayan menyelipkan selembar nota kecil saat menawarkannya segelas minuman non alkohol setelah Lucca memperingatkan si pelayan tentang kehamilannya. Sekilas pandangan yang diberikan pelayan pada Selena membuat gadis itu segera menyimpan lembaran tersebut ke dalam tasnya. Si pelayan mengangguk pamit, menawarkan minuman ke kerumunan para tamu yang lain.

“Kau ingin makan sesuatu?” tawar Lucca kemudian.

Selena mengangguk pelan. “Tapi aku ingin ke toilet sebentar.”

Tanpa keraguan sedikit pun, Lucca mengantarkan Selena ke tepi kerumunan.

“Aku bisa pergi sendiri,” ucap Selena begitu melihat penunjuk arah menuju toilet wanita. Dan keberuntungan benar-benar berpihak padanya kali ini. Saat Lucca menautkan kedua alis ke arahnya dengan kecurigaan yang memang layak pria itu miliki padanya, sepasang wanita dan laki-laki menyapanya. Mengalihkan perhatian pria itu darinya.

Selena melewati pintu yang berada tak jauh dari keduanya, tepat sebelum pasangan tersebut menghampiri Lucca. Melintasi lorong menuju toilet wanita. 

Langkahnya sempat terhenti ketika di toilet masih ada dua wanita yang berdiri di depan cermin wastafel. Tawa keduanya seketika terhenti begitu keduanya mengenali wajahnya. Selena bersikap tak mengenali mereka meski ia ingat salah satu di antara keduanya. Berjalan menuju bilik yang kosong dan duduk di atas penutup toilet. Mengeluarkan pesan yang diberikan pelayan.

‘Menjauhlah dari Lucca, aku akan menemukanmu.’

A.R.

Tak sulit menebak inisial nama tersebut. Begitu selesai membaca pesan tersebut, Selena langsung membuang pesan tersebut ke dalam lubang toilet dan melenyapkannya dari pandangan.

Suara langkah heels yang terdengar menjauh saat ia hendak keluar dari dalam bilik. Sempat ia mendengar kasak-kusuk kedua wanita itu yang mempertanyakan asal usul dirinya, juga nama belakangnya karena dari semua orang yang wanita itu kenal, tak ada yang pernah mengenali dirinya.

Selena sedikit terlegakan dengan ketidak tahuan tersebut. Ya, orang-orang dari kalangan kelas sosial atas seperti mereka tak mungkin mengenali dirinya yang berasal dari kelas rendahan. Semakin mereka tidak tahu, Selena hanya perlu bersikap tak mengenali mereka.

Setelah sekedar mencuci tangan dan memastikan penampilannya tetap baik, Selena berjalan keluar. Kembali bergabung ke pesta dan langsung menemuka posisi Lucca yang berada beberapa meter dari posisi semula. Berpura tak melihat pria itu yang sibuk berbincang, Selena mengambil langkah ke sisi lain. Melewati beberapa kerumunan dan hanya percaya bahwa Alesio akan menemukannya.

Langkah Selena terhenti ketika lengannya ditangkap dan Alessiolah pelakunya. Gadis itu membiarkan pria itu membawanya kembali ke tepi kerumunan, melewati pintu utama ballroom. Berjalan menuju lift tetapi berbelok ke samping kanan. Menuju area pintu darurat dan berhenti di tempat yang tersembunyi dari pandangan siapa pun.

“Kau menerima pesanku.” Alessio memulai pembicaraan setelah memastikan keduanya berada di tempat yang aman.

Selena memberikan satu anggukan singkat.

“Dan kau tahu di mana Lucca menyembunyikan adikku.”

Selena mengangguk lagi.

Ada kelegaan yang seketika merambati wajah Alessio, meski tak cukup melenyapkan kecemasan yang begitu pekat di kedua mata pria itu. Pria itu menggusurkan kesepuluh jemarinya di rambut kepalanya yang rapi. Ada kegusaran ketika pria itu mendesah kasar. “Inilah yang kutakutkan, semuanya telah terjadi.”

“Lucca bilang Pamela yang datang padanya.”

Alessio mengangguk, masih dengan keguasaran yang begitu kental. “Ya, inilah yang kutakutkan jika aku melarang hubungannya dengan Lucca. Dan aku tahu apa yang diinginkan Lucca darinya. Dia hanya ingin menggunakan Pamela untuk membalaskan dendam pria itu pada keluargaku.”

Selena tak yakin apakah ia harus mempertanyakan lebih dalam tentang perselisihan di antara Alessio dan Lucca. Tetapi pernyataan Lucca selanjutnya menjawab teka-teki dan alasan Lucca mengincar dirinya sejak awal. Karena rupanya Lucca yang belum bisa melupakan cinta pertama pria itu.

“Pada ayahku. Atas apa yang dilakukan ayahku pada ibumu,” tambah Alessio kemudian. Yang membuat Selena tersentak kaget hingga terhuyung satu langkah ke belakang.

“I-ibuku?” 

“Serra Roden.”

“K-kau … juga mengenalnya?”

“Tidak. Sampai aku mencari tahu kenapa dia mengincarmu. Pria yang di basement rumah sakit malam itu, dia adalah pamanmu, kan?”

Selena tetap mengangguk meski masih kesulitan mencerna keterkejutannya sendiri.

“Dia adalah sepupu Lucca.”

Suara Selena kembali tercekat. Mencoba mencerna informasi yang tak masuk akal tersebut. Sepupu? Jika pamannya adalah sepupu Lucca, bukankah itu artinya ibunya juga …

“Ya, ibumu adalah sepupu Lucca. Cinta pertama Lucca, yang …” Alessio terdiam. Menelan ludah dan menatap lebih lekat kedua mata Selena sebelum menjawab dengan kepahitan. “Yang meninggal dalam sebuah kecelakaan. Bersama ayahku.”

Wajah Selena seketika berubah sepucat mayat. Kepalanya menggeleng tak percaya. Terlalu banyak informasi yang diberikan Alessio, dan di saat yang bersamaan, semua itu berjumbal-jumbal memenuhi kepalanya. Tubuhnya mundur beberapa langkah, meletakkan kedua tangannya di telinga.

“Dan dalang dalam kecelakaan itu adalah Lucca.”

Sekarang, Selena mendapatkan lebih dari yang diinginkannya.

*** 

Lucca mengangkap pergelangan tangan. Melirik jam di tangannya dan menyadari Selena yang pergi terlalu lama. Ia lekas mengakhiri pembicaraan dan langsung mencari Selena di toilet yang kosong. Kembali ke kerumunan pesta, ia tak bisa menemukan gadis itu di antara keriuhan pesta.

“Cari dia.”

“Nyonya baru saja keluar dari lift.”

“Di lobi?”

“Ya, Tuan.”

“Pastikan dia tetap di sana.”

“Baik, Tuan.”

Lucca mengakhiri panggilan tepat ketika berhenti di depan lift. Menggunakan kartu berwarna merah dan hitam pekat untuk mendapatkan akses khusus dan sampai di lobi lebih cepat ketimbang menggunakan lift biasa.

Begitu sampai di lobi, ia melihat Selena yang memberontak melawan ketiga pengawalnya. Melemparkan tas dan sepatu gadis itu ke arah anak buahnya.

“Menyingkir kalian!” teriak Selena dari kejauhan. Menghujani lengan dan dada dengan serangan yang membabi buta pada ketiga pengawalnya yang berusaha menahan gadis itu melewati pintu utama gedung.

“Kalian berani menyentuhku?!” Dengan seluruh tenaganya, Selena menyentakkan pegangan salah satu pengawal yang menahan lengannya. Saking kuatnya sentakan tersebut, tubuhnya terhuyung ke belakang. Dan dengan sigap, Lucca menangkap pinggang sang istri.

Selena sudah bersiap menerima tubuhnya yang terjungkal ke lantai, tetapi rasa sakit itu tidak pernah datang. Tubuhnya ditangkap dan begitu menyadari penolongnya adalah Lucca, kemarahan di kedua matanya semakin pekat. Ia mendorong dada Lucca dengan kedua tangannya. “Lepaskan aku!” bentaknya tak mampu menyembunyikan emosinya.

Lucca tentu saja tak melepaskan pegangannya. Salah satu tangan pria itu menangkap kedua tangan Selena. Mencekal rontaan gadis itu hanya dalam satu gerakan ringan. “Seingatku aku hanya mengijinkanmu ke toilet. Bukan turun ke lantai sialan ini,” desisnya tajam penuh peringatan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro