2. Gadis Unik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


= Banjarmasin, Akhir Tahun 2036 =

Cos ah ah ah
I'm in the stars tonight
So watch me bring the fire
and set the night alight

Shining through the city
With a little funk and soul
So I'mma light it up
Like dynamite, woah

Faisal mendengarkan musik kenangan melalui ponsel. Dengan mata terpejam, kepala bergoyang, jemarinya mengetuk meja mengikuti irama. Ruang kantor sepi karena jam kerja sudah habis. Para pegawai RSJ telah meninggalkan ruang administrasi, sebagian lagi bertukar shift. Ia sendiri malas pulang. Toh tidak ada yang menunggu di rumah. Di usia 33 tahun, dirinya masih senang melajang.

Lagu itu, "Dynamite", selalu berhasil mengantarkan perasaan kembali ke masa lampau. Lagu dari grup musik Korea yang tenar di masa itu, BTS, telah menjadi semacam kait emosi. Kapan pun berkumandang, lagu yang iramanya rancak itu sanggup mengantarkan kembali getaran-getaran cinta yang membara kala remaja.

"Dynamite" dan Yun. Keduanya menancap dalam kalbu dan tak dapatdipisahkan. Faisal memejamkan mata, membiarkan angannya kembali ke masa enambelas tahun yang lalu, ketika seorang gadis manis berwajah polos untuk pertamakali menggetarkan hatinya dengan sepasang mata bulat yang bening.

Bring a friend
join the crowd
Whoever wanna
Come along

Yun, aku kangen. Kangen membawa kamu keluar sore-sore, terus menyanyikan lagu ini di pinggir sungai. Soalnya kamu bikin gemas. Kelihatan pendiam, tapi kalau sudah mengoceh, nggak bisa disela.

Word up talk the talk
Just move like we off the wall
Day or night the sky's alight
So we dance to break the dawn

Sayang, bunyi panggilan telepon menghentikan sejenak lantunan lagu. Faisal melihat layar dan seketika cahaya wajahnya meredup.

"Ya, Pa?" jawabnya datar.

"Sal, apa kabar? Sehat?" Suara dari seberang itu terdengar canggung. Setelah pensiun, kedua orang tuanya pulang ke kampung halaman mereka, Semarang.

"Sehat, Pa."

Ada jeda sejenak sebelum sang ayah berucap. Selalu begini bila mereka berkomunikasi. Hanya kalimat-kalimat pendek terucap dari kedua belah pihak.

"Kapan kamu pulang?"

"Belum tahu." Faisal sengaja menjawab dengan nada datar seperti biasa.

"Ehm, mama kangen kamu."

"Aku sibuk."

"Ah, iya. Papa paham." Suara sang ayah terdengar melemah.

Papa nggak paham! Ada suara yang berteriak nyaring di sudut hati Faisal.

"Kalau gitu, udah aja," lanjut lawan bicara di seberang lautan.

"Iya, Pa. Bye."

"Kamu nggak titip pesan buat mama?"

"Enggak."

"Oh, baik. Jaga kesehatan selalu."

"Makasih."

Sambungan terputus. Faisal menghela napas sambil menyandarkan punggung dan menengadah ke langit-langit. Kalau sudah begini, "Dynamite" pun tak sanggup mengusir rasa sesak di dada.

Bila diminta pulang, jujur ada banyak tembok, benteng, dan barikade yang menghalangi. Padahal Semarang—Banjarmasin cuma berjarak satu jam perjalanan menggunakan pesawat terbang. Entahlah. Hatinya tidak ikhlas untuk kembali. Sebagai anak tunggal, ia sadar benar bahwa keberadaannya merupakan sumber kebahagiaan kedua orang tua. Akan tetapi, apakah mereka pernah berpikir sebaliknya? Ia justru merasa menjadi aset dan sarana bermegah diri.

Faisal segera menghapus suasana kelam akibat telepon tadi dengan kembali mendengarkan "Dynamite". Belum sampai di penghujung lagu, gangguan kembali datang. Seseorang mengetuk pintu.

"Silakan masuk!" Faisal berteriak dari kursi, enggan kehilangan sensasi lagu.

Sebuah kepala berambut panjang yang diikat ekor kuda menyembul dari balik pintu. Setelah itu, menyusul tubuh ramping yang tingginya rata-rata. Faisal ingat wajah itu, koas yang menubruknya di depan kelas kemarin.

Kejadian kemarin begitu cepat sehingga Faisal tidak sempat mengamati wajah gadis itu secara detail. Sekarang, raut yang membuat tertegun itu terpampang sangat jelas. Sebuah wajah berbentuk bulat telur, sepasang mata bulat yang bening, serta ekspresi polos. Apa yang membuat Faisal tak sanggup berkata-kata adalah jantungnya mendadak kram.

Yun?

Nama dari masa lalu itu terlontar begitu saja di dalam hati, membawa serta segenap perasaan yang ingin dipendam.

"Kamu siapa?" Faisal menggerakkan tangan untuk mempersilakan gadis itu duduk.

Tangan gadis itu terulur. "Saya Yunida Akmal, Dok."

Faisal menyambutnya. Seketika, tangan mungil yang lembut itu membuat "Dynamite" mengalun di dalam benak. Ia sampai lupa membalas ucapan salam.

"Dokter sibuk?" tanya gadis berhidung mungil namun runcing itu.

"Oh, tidak. Silakan kalau ada yang ingin disampaikan."

Ditatap sedemikian rupa, Yunida menjadi salah tingkah. Wajahnya memerah dan secara refleks menunduk. Dosen di depannya ini masih muda, memiliki bentuk hidung dan rahang yang indah, serta sepasang bibir yang manis. Belum lagi, posturnya jangkung. Pantas saja teman-teman perempuannya mengatakan stase di Psikiatri adalah vitamin bagi mata.

"Maaf, Dok. Saya koas yang tidak bisa mengikuti perkenalan kemarin. Saya datang untuk melapor dan meminta maaf."

"Oooo! Yang ibunya meninggal?"

Yunida mengangguk. Matanya memerah. "Iya, Dok. Mohon maaf juga, saya menabrak Dokter dan langsung pergi begitu saja."

"Oh, tidak apa-apa. Saya turut berduka cita."

"Terima kasih."

"Kenapa kamu malah ke sini? Bukannya kamu harus berkumpul dengan keluarga?"

"Pemakamannya sudah kemarin, Dok. Saya harus segera ke sini sesuai amanat terakhir ibu saya agar pendidikan saya segera selesai."

Faisal mengangguk-angguk. Boleh dibilang, ia iri pada gadis ini karena bisa berbakti dengan tulus. Berbanding terbalik dengan dirinya yang selalu memberontak dan bahkan sekarang menghindar.

"Kamu pasti sayang sekali pada mendiang."

Yunida menyeka mata dengan tisu. "Iya, Dok. Mama adalah orang yang sangat berjasa bagi saya."

Mamaku juga begitu, berjasa besar untuk mengantarkan aku ke posisi sekarang. Hanya saja, dengan cara yang paling menyakitkan.

Sekali lagi, Faisal berusaha menepis bayangan kelam itu dan mengamati si koas. Sejenak, keduanya saling pandang. Faisal belum percaya akan menemukan sosok yang membuatnya tertegun dan berdebar kembali.

"Oke, Yun, sekarang apa yang bisa saya bantu?" tanya Faisal sembari membuka kedua telapak tangan di atas meja.

"Yun?" Mata Yunida melebar.

"Namamu Yunida, kan?"

"Benar, sih. Tapi saya biasa dipanggil Nida."

"Oh, begitukah?"

Yunida mengangguk. "Iya, Dok."

Faisal mengangkat kedua bahu. Senyum dan tatapannya membuat Yunida resah. Ia yakin sekali lelaki ini akan memanggil "Yun" untuk seterusnya.

"Apa tugas saya untuk besok, Dok?"

"Untuk jadwal rinci, kamu bisa bertanya pada ketua regu. Siapa namanya?"

"Arman, Dok."

"Nah, silakan bertanya pada Arman. Kalau ada hal lain, kamu bisa menghubungi Juwi di bagian administrasi."

"Baik, Dok."

"Kalau tidak salah, regumu kebagian tugas jaga malam. Nah, berarti besok pagi kamu harus menyampaikan laporan dalam morning report."[1]

"Baik, Dok." Yunida mencatat dengan cepat pada block note kecil.

"Saya rasa itu saja."

Yunida mengangguk. "Kalau begitu, saya pamit, Dok."

Faisal kembali tersenyum dan Yunida kembali terkesiap. Beberapa detik yang berlalu cepat itu agaknya tidak akan terlupakan.

"Sampai ketemu besok, Yun."

Yunida membuka mulut hendak bicara, namun kata-katanya terhenti di tenggorokan. Entah apa yang terjadi, wajahnya memerah. Apalagi Faisal ikut berdiri, lalu memelesat mendahului menuju pintu dan membukanya. Yunida terpaksa melangkah di dekat lelaki itu. Tubuh jangkung itu membuatnya mendongak. Mata keduanya kembali beradu dan bertukar makna.

"Permisi, Dok."

"Bye, Yun."

Yunida bergegas pergi sembari berupaya meredakan jantung yang melompat-lompat. Iseng, ia menoleh. Ternyata Faisal masih berdiri di pintu. Kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Senyum dosen itu terkembang manis sekali.

"Hati-hati di jalan!"

Yunida mengangguk dengan hormat. Faisal masih berdiri di tempat, menikmati pemandangan tubuh ramping yang menjauh. "Dynamite" kembali terngiang nyaring, sekarang bahkan bertalu dalam kalbu.

Disco overload
I'm into that
I'm good to go
I'm diamond
you know I glow up

Hey, so let's go

Cos ah ah ah
I'm in the stars tonight
So watch me bring the fire
and set the night alight

Shining through the city
with a little funk and soul
So I'mma light it up
like dynamite, woah

Dynnnnananana
Life is dynamite
Dynnnnananana
Life is dynamite

_________________________

[1] Saya tidak tahu apakah di tahun 2036 masih ada giliran jaga malam untuk koas yang stase di RSJ.

★---Bersambung---★

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro