44. Gratisan Kualitas Super

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

= Area perkebunan sawit PT. SS Jaya, Kotawaringin Barat, 2021 =

Yun berlari menuju tempat di pinggir kompleks yang berbatasan dengan kebun sawit. Tempat itu agak terpencil. Bila sore begini, matahari tertutup oleh jajaran hutan sawit sehingga tempat itu menjadi gelap. Yun sebenarnya ngeri berada di sini sendirian. Namun, di sinilah tempat sinyal itu didapatkan. Di rumah kadang-kadang juga mendapat sinyal, tapi lebih sering putus-putus dibandingkan dari di tempat ini.

Jam seperti ini Faisal sudah selesai sekolah dan sudah bisa dihubungi. Yun mendekam di sela rumpun perdu yang berbunga kuning. Tanaman itu sengaja dibiarkan subur di sekitar kebun untuk tempat tinggal serangga yang memangsa hama kutu perusak pohon sawit. Tangannya sibuk memencet nomor. Penanda sinyal menunjukkan satu batang. Lumayan, sms Faisal masuk. Ia segera mengetik pesan.

-----------------

Me: aku udah di lokasi
Ayang Faisal: ok

-----------------

Tak lama kemudian, nama Faisal terpampang di layar.

Faisal is calling ....

"Yun ... apa kab- ... aku kangen ...." Suara Faisal terdengar terputus-putus karena jaringan yang buruk.

"Aku juga kangen kamu, Faisal," balas Yun. Biarpun perkataan cowok itu tidak jelas, ia tahu Faisal kangen.

"Kamu udah ... -num obat?"

"Udah. Aku rutin minum obat, kok. Aku juga minum jamu. Tapi jamunya pahit banget. Aku mau muntah kalau dipaksa."

" ... apa? ... Yun ... minum obat ... jangan putus."

"Iya, aku minum obat, kok. Kamu udah UNAS?"

"Apa? ... Yun ... Yun ... halo?"

"Iya, halo!"

"Halo? Kam- ... masih ... halo, halo?"

"Haloooo! Aku dengar kok. Kamu udah UNAS?"

Tak terdengar sahutan. Indikator sinyal menunjukkan tanda silang. Yun mendengkus karena kecewa. Selalu begini. Baru mulai ngobrol, jaringan terputus. Beruntung tak lama kemudian sinyal satu batang kembali muncul. Pesan Faisal masuk.

--------------

Ayang Faisal: Putus-putus. Aku sayang kamu. Jangan lupa minum obat. Aku mulai UNAS Senin nanti. Doain ya, biar nilaiku bagus.

Me: Aku pasti doain. Kapan kamu pulang?

Ayang Faisal: Minggu depan. Aku udah beli tiket.

Me: Kerjain UNAS yang baik, ya.

Ayang Faisal: Pasti, dong. Apa sih yang enggak buat kamu?

Me: Ih! Gombal bingitz

Ayang Faisal: Kamu kan suka gombalan. Ya nggak?

Me: Aku suka semua.

Ayang Faisal: Kasih tahu tempatmu. Nanti aku jemput ke sana.

Me: Jangaaan. Tempatku jauh banget, masuk hutan sawit. Ntar kamu tersesat. Biar aku aja ke kota.

Ayang Faisal: Gitu? Kamu nggak tersesat keluar hutan?

Me: Aku bisa numpang kendaraan yang keluar dari kebun.

Ayang Faisal: Gitu?

Me: Iya.

Ayang Faisal: Tapi aku mau tahu rumah kamu. Ya udah deh. Ntar kita omongin lagi klo aku udah pulang.

Me: Iya.

Ayang Faisal: Kamu di mana ini? Di pinggir hutan kayak yang kamu bilang itu?

Me: Iya.

Ayang Faisal: Wah, udah mau magrib. Cepetan pulang. Ntar kemalaman ada ular, loh.

Me: Iya. Bye Faisal. Aku sayang kamu.

Ayang Faisal: Aku lebih sayang lagi. Muuuuach!

Me: Muuuuuachh!

-------------

Layar ponsel pun mati, namun senyum Yun masih tersungging. Dikecupnya layar.

Aku sayang kamu, Faisal Elvano.

Yun memasang headset. "Dynamite" melantun mengisi ruang kalbu. Kekisruhan di dalam otak mereda bila sudah bicara dengan Faisal dan mendengarkan lagu itu.

"Cos ah ah I'm the stars tonight .... So watch me bring the fire and set the night alight."

Yun mendendangkan lagu itu sembari bangkit dari rumpun perdu. Saat telah berdiri, betapa kagetnya ia. Si pemuda dari perpustakaan kampus telah berdiri menjulang di sampingnya, menyeringai maksimal.

"Bhaaaa! Ketahuan pacaran di sini kau!" sentak orang itu. Ia memutar tubuh ke belakang. "Heiiii! Dia di siniiiiiii!" serunya.

Yun ikut melayangkan pandangan ke belakang pemuda itu. Hatinya seketika kecut. Ada tiga pemuda mendekat sembari tersenyum-senyum. Yun belum pernah melihat mereka. Pakaian mereka sederhana seperti pekerja kebun, tapi tidak mengenakan sepatu boot dan membawa perlengkapan kerja.

Tatapan menyeramkan itu membuat bulu kuduk Yun meremang. Tanpa pikir panjang, ia berbalik lalu lari.

"Bhaaaa! Mau ke mana kamu?" Langkah Yun dihalangi oleh si pemuda perpustakaan.

Yun menjerit. Tangannya dengan kacau berusaha menghalau lelaki itu. "Pergiiiii! Pergi kamuuu!"

Tiga pemuda yang menyaksikan itu saling pandang.

"Ssst, cantik banget, tapi kok ngomong sendiri?"

"Gila kayaknya."

Mereka saling tatap dan tersenyum penuh arti. Kemudian tanpa bicara, mereka bergerak mendekati Yun.

"Dek, kamu diganggu siapa? Abang bantuin, ya?"

Yun yang telah berurai air mata, menoleh. "B-bang? Ada orang jahat ga-ganggu aku.

"Mana orang jahatnya?" tanya pemuda yang satu lagi.

"I-itu!" Yun menuding ke arah si pemuda. Saat itulah ia baru sadar orang itu telah lenyap. "Loh, kok nggak ada?"

"Udah abang usir, Dek."

"Abang yang usir?"

"Iya. Huusssh! Huuushh! Gitu tadi. Kamu tinggal di mana?"

"Di ... di barak sana itu." Yun menunjuk arah bangunan rumah petaknya.

"Ooo, bapakmu kerja di kebun? Di bagian apa?"

"Buruh. Bersihin pohon sawit."

Ketiga pemuda itu saling pandang lagi, lalu bergerak ke sisi Yun, mengelilinginya. Entah mengapa, Yun seketika ketakutan. Ia juga bingung. Mereka ini nyata atau gaib seperti si pemuda perpustakaan?

Tahu-tahu, si pemuda perpustakaan muncul di belakang para lelaki itu.

"Lariiiiiii! Mereka jahat, Yun! Lariiiiiii!" teriak pemuda itu. Ada tiga anak kecil di sampingnya. Ketiga anak itu juga berteriak menyuruhnya lari.

Yun mengerahkan semua tenaga yang ia punya. Diterobosnya ketiga pemuda aneh itu, lalu lari sekencang mungkin. Malang, kaki-kaki mungilnya tak dapat menandingi langkah lebar ketiga pemuda. Sebentar saja mereka bisa menyusul.

Tubuh mungil dan rapuh itu ditangkap. Yun memberontak sekuat tenaga. Ia berusaha berteriak senyaring mungkin. Ada daya, mulutnya dibekap. Hanya geraman tertahan yang berhasil lolos dari bibir. Sudah pasti, geraman itu tak mampu menerobos hutan sawit untuk didengar orang-orang di kompleks perumahan.

Ketiga orang itu tidak kesulitan membawa tubuh mungil Yun ke semak-semak yang gelap. Di tempat itu, mereka membuka pakaian Yun hingga kulit indahnya terpampang.

"Hmmm, mulus!" ujar salah satu saat menemukan bagian tubuh yang putih dan berkulit halus setelah melepas celana dalam Yun.

"Hahahaha, rezeki! Kapan lagi dapat gratisan tapi kualitas super gini?" timpal yang lain.

"Aman lagi. Cewek gila mana bisa ngomong habis diapain. Ya, nggak?"

"Cepetan dieksekusi! Ntar gantian. Capek nih pegangin terus."

Yun membelalak. Ia menendang dan meronta. Namun, mulutnya telah disumpal baju kaus milik salah satu dari mereka. Satu orang memegang tangan, satu lagi menahan kakinya tertekuk di perut agar tidak bisa menendang.

Yun masih berusaha menggeliat. Suatu saat kakinya terbebas. Tanpa menunggu, Yun menendang lelaki yang tengah melepas celana. Orang itu terjengkang. Namun, perlawanannya hanya membuat ketiga orang itu semakin beringas. Sebuah pukulan mendarat di wajah Yun. Telak. Seketika ia pening dan tak berkutik.

Lelaki yang terjengkang tadi kini telah kembali ke posisi semula. Senjata kejantanan pun sudah bersiaga penuh, siap diluncurkan. Yun sudah terlalu lemas untuk memberontak. Hanya air mata yang memahami betapa rasa sakit itu mendera miliknya yang paling berharga, yakni harta yang ia simpan untuk Faisal.

Sakiiiit!

Aaaah!

Faisal ....

Faisal ....

Maafkan aku ....

☆---Bersambung---☆

Komen please ....

Mau nggak, mulai hari Minggu nanti maraton tiap hari sampai tamat? Yang mau, skuy beri emot api-api yang buanyaaaak di kolom komentar

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro