Cowok Ngeselin!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sila, hari ini terlambat masuk sekolah. Aku berlari menyusuri koridor, agar cepat sampai ke kelas. Setelah memohon kepada Pak Edi, penjaga sekolah. 

Pelajaran pertama di isi guru bahasa inggris. Pelajaran Bu Eni lagi, guru killer yang siap menghukum dengan kekejaman tingkat Dewi, kepada siapa saja yang berani terlambat masuk. Huh, sungguh sial.

Bodoh memang, aku semalam tidur agak terlambat. Lantaran misi perjodohan yang tidak sesuai skejul dan selesai malam. Perjodohan si Joni dan Jui. Adik kelasku yang sedikit molor waktu lantaran Joni  enggan keluar rumah. Tetapi, bukan Dela namaku, kalau tidak bisa membuat hal yang tidak mungkin, jadi mungkin. 

Bruk!

Apalagi ini. 

Aku terjatuh setelah menabrak bahu kiri seorang cowok yang berdiri mematung di depanku percis. Dia memakai sweater dengan menutup kepalanya pakai hoodie-nya. Kami berpapasan di persimpangan kelas. Padahal dua kelas lagi itu, kelasku. Salahnya, bisa-bisanya berdiri di tengah jalan. 

Cowok itu datang dari arah kanan, lalu berdiri di tengah dan aku berlari sangat kencang hingga tak melihatnya yang baru saja terdiam. 

"Aw!" aku sedikit meringis.

Cowok itu hanya diam memandangku. Aku sampai salah tingkah dibuatnya. Ternyata dia cukup tampan kalau dilihat-lihat. Tapi, dia tak berbicara sepatah kata pun. Aku jadi makin salah tingkah aja dibuatnya.

Aku berinisiatif mengulurkan tangan. Aku mengerti, pasti dia akan membantuku untuk bangun, setelah merasa bersalah telah membuatku jatuh.

Tak lama dia melepas headsetnya, setelah melihatku mengulurkan tangan. Dia tersenyum.

"Bangun! Jangan manja!" Di berbalik arah lalu membelakangiku berjalan santai tanpa dosa.

Aku tercengang. Mulutku menganga dengan sendirinya. Tak percaya dengan apa yang aku dengar. Baru kali ini ada cowok model begitu. Apa dia hantu atau titisan jin? Kok jahat? Beribu pertanyaan langsung menyerang otakku yang tidak seberapa ini. Kalau berbentuk memori, mungkin sudah sering ada notifikasi tentang file penuh dan harus direset ulang sepertinya.

Setelah nge freeze sekian detik. Aku sadar kalau harus cepat sampai kelas. Tanpa ba-bi-bu, aku langsung bangun dan lanjut berlari. 

Aku berdiri di depan pintu kelas. Sedikit mengatur nafas yang masih tersenggal-senggal, sambil membaca doa agar Bu Eni kali ini kesurupan sehingga dia berbaik hati tidak menghukumku dengan hukuman yang aneh.

Sebelum aku menekan knop pintu, aku melirik ke arah lelaki itu. Dia berbelok ke ruang guru.

"Awas Lo!" umpatku penuh dengan dendam.

kelas terbuka, ternyata kelas masih ramai dan Bu Eni belum ada di sana. Aku dengan cepat berlari menuju tempat dudukku di samping Septi. Nomor tiga dari depan bagian pojok, dekat jendela yang langsung bisa melihat ke arah lapangan. 

"Gila Lo telat. Hampir aja lo disuruh bersihin WC kelas satu kayak Monty kemaren. Udah malu, di videoin lagi, uh malu banget pokoknya. Bisa ancur reputasi lu sebagai MakCom yang kece badai bin ajaib itu. Nanti, bisa-bisa lo gak dapet penghargaan lagi tahun ini," cerocos Septi, teman sebangku ku sekaligus sahabat. Dari pertama kali aku menginjakkan kaki di sekolah ini hingga sekarang di kelas XII dan dia pun sampai mengikuti kejuruan yang sama denganku.

"Iya, iya, tapi masih selamet, kan?" Aku meledeknya sambil mengedipkan mata berkali kali.

"Huh!" Seperti biasa, dia ngambek.

"Udah dong, jangan ngambek! Nanti gue traktir mie ayam, mau?"

Dia mengangguk cepat. Diiringi suara pintu terbuka dan Bu Eni masuk bersama dengan seseorang.

OMG, ternyata cowok itu. Cowok yang tadi berpapasan denganku. Jangan-jangan dia akan jadi murid baru di kelas ini. Shit!

"Anak-anak. Hari ini kalian kedatangan murid baru. Murid pindahan dari kota sebelah. Ayo, Daniel kenalkan dirimu." Setelah memberi pengumuman, Bu Eni duduk di tempatnya.

Aku menatap cowok itu. Daniel. Sudah kusave namanya di otak kananku agar mudah diingat. Aku akan membalas perbuatan ku nanti. 

Cowok itu terdiam di depan kelas. Matanya melirik dari ujung ke ujung. Seperti sedang melihat wajah seluruh anak kelas ini. Sampai dia melihat aku juga.

"Hai, aku Daniel!" ucapnya dengan cepat laku tersenyum simpul menatapku. Apa-apan dia. Aku hanya diam. Enggan membalasnya. 

Cih, perkenalan macam apa itu. Bisa-bisanya semua menunggunya berbicara, lalu hanya itu yang diucap. Benar-benar cowok yang sok cool. Dikira dia kulkas apa. 

"Baik Daniel, silahkan duduk. Pilih bangku di belakang sana," ujar Bu Eni sambil menunjuk ke arah belakangku.

Oh, My God. Aku lupa. Seluruh kelas penuh bangkunya kecuali yang dibelakangku. Bangku Tami yang kemarin pindah tempat duduk ke depanku. Sial. 

Daniel berjalan ke arahku sambil menatapku tajam. Aku seakan ingin diterkamnya. Ujian apalagi ini. Kok ada si murid pindahan di kelas XII. Padahal tanggung sedikit lagi lulus. Bodo ah, aku nggk mau pusing. Jika dia macam-macam. Aku hajar saja nanti.

Daniel duduk percis dibelakangku. Aku akui menang ini tempat ternyaman. Bisa bersandar sambil melihat pemandangan anak-anak berkegiatan di lapangan. Tempat ini juga bisa memikirkan seseorang. Seseorang seperti Kemal. Cowok tampan yang sudah hampir setahun ini menjadi crushku. Uh, nyaman hari rasanya jika mengingat senyumannya yang hampir buatku diabetes seketika.

Tok 

Tok

Tok

Seketika aku terkejut. Bu Eni mengetuk papan tulis dengan penghapusnya. Aku langsung terfokus lalu mendengarkan dia menjelaskan pelajaran hari ini.

*

Tet…

Bel sekolah berbunyi. Menandakan jam pelajaran berganti. Akhirnya aku bisa bernafas lega keluar dari lubang neraka ini. Mana sedari tadi Bu Eni terus saja menyebut namaku untuk menjawab beberapa pertanyaan. Ya, ini ruginya duduk disamping jendela. Guru-guru beranggapan kita nggak fokus karena bisa melihat-lihat ke arah jendela.

"Nah, catatan percakapan tadi di buat jadi pekerjaan rumah per kelompok. Satu kelompok tiga orang."

Aku berjingkrak happy bersama dengan Septi sambil bergenggaman tangan. 

"Kita ajak Melly aja, oke. Dia kan jago tuh bahasa Inggrisnya," ujarku.

"Bebas!" balas Septi cepat.

Kami saling tersenyum.

"Oh iya Dera. Kamu ajak Daniel satu kelompok dengan kelompok mu. Bantu dia juga dengan pelajaran kemarin agar cepat bisa menyusul. Baik, Ibu pamit." Bu Eni melangkah keluar dari kelas setelah mengatakan itu.

Aku dan Septi saling berpandangan satu sama lainnya. Aku lalu berbalik badan.

"Nanti kumpul sepulang sekolah untuk bahas ini. Oke!" ucapku dengan penuh penekanan agar dia mengerti.

Daniel hanya menatapku dan Septi. Dia lalu memakai headset-nya lalu menutup kepalanya dengan hoodie-nya itu. Berlalu meninggalkan aku dan Septi.

"Huh! Dasar cowok sok kulkas! Dikira cakep kali kayak gitu." 

Septi menggelengkan kepala menanggapiku.

"Sudah, namanya juga anak baru. Mungkin butuh adaptasi." Septi berusaha menenangkan ku. Dia tahu saat ini aku emosi. Wajahku saja sudah merah padam. Aku menghembuskan nafas kasar saking kesalnya.

"Ish, gimana dong! Kelompok kita pasti ancur nih. Gue aja nggak tahu kemampuan bahasanya gimana. Lo tahu sendiri Bu Eni, dia kalau nilai kita dibawah tujuh, pasti disuruh ulang plus ngerjain PR baru juga. Kan jadi banyak tugasnya. Huwa, mau nangis gue rasanya. Huh!"

"Hush, Lo jangan suudzon dulu ama orang Der. Kita kan belom tahu dia gimana."

"Hm, oke. Apapun yang terjadi. Kita udah usaha. Udah gitu aja."

Septi tersenyum.

Tak lama Daniel masuk membawa dua buku tebal digenggamannya. Dia menuju ke bangku ku. Aku memandangnya sampai dia terhenti, berdiri di hadapan aku dan Septi. Lalu dia melempar buku yang dipegangnya itu.

Brak

"Nih! Pelajarin! Gue gak mau lo pada gagap nanti!"



Bersambung …

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro