ĈĤĂPŤÊŘ [ 10 ]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


***

Laporan autopsi Ruka telah keluar sehari yang lalu. Awalnya autopsi dianggap sangat traumatis dan menyakitkan bagi pihak keluarga, baik secara fisik maupun psikologis. Sri merasa tidak ingin tubuh Ruka yang sudah meninggal lagi mengalami perlakuan yang menyakitkan. Namun untuk mengungkapkan penyebab kematian Ruka pihak keluarga akhirnya setuju, sehingga hasilnya nanti dapat menjadi bukti dalam proses hukum. Ditubuh Ruka terdapat pukulan benda tumpul di kepala dan 12 tusukan di badan serta wajahnya, dan lidahnya terputus.

Berita kematian Ruka yang tak wajar menyebar begitu cepat apalagi ada dari pihak wartawan yang menayangkan berita tentang tragedi ini.

Langit tampak mendung layaknya alam ikut bersedih. Suasana haru bercampur pilu menyelimuti pemakaman sore ini. Para pelayat datang dengan wajah sendu, mata berkaca-kaca, dan hati yang berat. Selain kesedihan mendalam atas kepergian yang mendadak dan tragis, ada pula rasa marah dan kegelisahan yang terpancar dari wajah keluarga Ruka. Kepergian yang penuh misteri ini meninggalkan luka yang dalam di hati keluarga dan sahabat Ruka, serta menimbulkan pertanyaan besar tentang siapa dalang di balik peristiwa keji tersebut.

Luna memeluk Sri, karena Luna sama terpukulnya dengan wanita itu. Wajah Sri yang tampak pucat dan matanya yang sembab karena tak bisa tidur semalaman, mendapati Ruka kembali dengan keadaan yang mengenaskan. Dari jarak dua meter, ada dua polisi yang mengawasi.

Luna menatap ke seliling tetapi tak menemukan orang yang dia cari. Luna butuh penjelasan dari laki-laki itu. Siapa lagi kalau bukan Dion, tetapi bukan Dion saja yang tak terlihat hari ini, ibunya bahkan tak hadir. Luna menaruh curiga pada Dion, meski laki-laki itu sahabatnya juga. Namun melihat tingkah laku Dion akhir-akhir ini membuatnya merasa tidak aman saja.

Setelah dari pemakaman tersebut bersama Darman dan Laura yang didorong di kursi roda, Luna diminta polisi untuk memberikan informasi apa saja. Pasalnya, hari terakhir Ruka hilang, Luna sempat bertukar pesan dengan sahabatnya itu.

****

Setibanya di rumah, Luna langsung duduk di dekat Laura yang sedang mengunyah biskuit. Waktu hari ini Laura begitu terpukul akan kehilangan Ruka tetapi ia juga merasa bersyukur Laura mulai membaik. Tak melemparnya dengan benda apa pun. Hanya sepatah kata yang diucapkan Laura kemarin membuat Darman dan Luna sangatlah senang. Kini wajah Laura tak terlihat pucat dan kaku seperti dahulu. Luna merasa ini adalah keajaiban.

Luba membatin, "apakah karena sumur itu?"

Tatapan Laura membulat membuat Luna merasa heran. Darman yang berada di belakang mereka membawakan air putih dan obat untuk Laura.

Laura menggeleng saat diberi obat dan menutup mulutnya dengan erat. Wanita itu sepertinya ingin mengatakan sesuatu namun suaranya tertahan di kerongkongan hingga yang keluar hanyalah suara seperti orang tersedak. Darman akhirnya mencoba kembali memberikannya obat, lalu obat itu akhirnya diminum walau sedikit dipaksakan.

Darman kembali ke dapur. Luna memegang tangan Laura dan menyapunya dengan lembut.

"Lana." ucap Laura setengah berbisik.

"Luna, Bu." Luna tersenyum.

"Lana."

Laura memanggil nama Lana berulang kali hingga Luna berhenti tersenyum.

"Siapa Lana?"

***

Luna terduduk di tepi kasur, setelah makan malam. Gadis itu masih berpikir siapakah Lana. Walau Darman memberi penjelasan kalau bisa saja ibunya itu menyebutkan nama yang salah karena lisannya masih belum terbiasa dan Laura masih dalam proses penyembuhan. Tetapi entah mengapa itu membuatnya semakin kepikiran. Luna kini memeluk lututnya erat-erat, matanya terpaku pada jendela. Gelapnya malam seolah semakin menekan dadanya. Terlalu banyak kejadian yang tak bisa disusun Luna di kepalanya.

Gadis itu merebahkan tubuhnya. Melihat kembali foto-foto bersama dengan Ruka dan Dion di ponselnya. Senyum dan tawa yang terlihat di foto hanya akan menjadi kenangan yang tak bisa Luna kembalikan. Keheningan malam semakin membuatnya larut dalam kesedihan.

Luna mematikan lampu kamar, menyisakan lampu tidur berbentuk jamur di sebelah kiri di atas meja. Pemberian Ruka saat ia ulang tahun yang ke 20 waktu itu. Luna memejamkan matanya, berharap semuanya akan baik-baik ke depannya.

Namun tidurnya terganggu malam itu, Luna terbangun dari tidurnya, keringat dingin membasahi dahinya. Mimpi buruk tentang sahabatnya membuat Luna ketakutan. Ia melirik jam dinding, jarum panjang menunjuk angka dua. Cahaya bulan menembus jendela yang lupa Luna tarik gordennya, menerangi sebuah kotak musik  yang tiba-tiba muncul dan mulai berputar dengan sendirinya. Bayangan-bayangan aneh berkeliaran di dinding kamarnya. Suara musik itu semakin keras hingga membuat Luna menutup telinganya dengan bantal. Namun itu tampak sia-sia, rasanya suara itu bergema di dalam kepala. Luna melempar kotak musik itu dengan bantal hingga terjatuh. Ia tak pernah punya kotak musik tersebut.

Luna menyalakan lampu kamarnya, betapa terkejutnya ia melihat barang-barang yang tertata rapi di kamar kini berhamburan di lantai. Luna turun dari kasur, sedikit meringis karena kakinya menginjak patung kuda kecil di lantai. Ia kemudian menendangnya ke bawah kolong ranjang.

Luna memungut kotak musik tersebut dan membuka jendela kamarnya. Angin malam menerpa wajahnya. Saat tangannya mengayun untuk melempar hal tersebut, ekor matanya melihat tulisan di bawah kotak musik tersebut hingga Luna mengurunkan niatnya barusan.

Lana.

Itulah yang tertulis di benda tersebut. Tiba-tiba tangga di luar kamar berderit. Benda yang dibuang Luna ke kolong ranjang terlempar keluar hingga ke daun pintu. Benda-benda di kamarnya kemudian bergerak. Luna tak bisa bergerak, kakinya terasa berat untuk melangkah. Suara Darman yang memanggilnya dari luar terdengar samar. Kini suara Luna juga tercekat. Ia tak bisa apa-apa sekarang. Angin kencang berembus dari luar. Keringat dingin mengucur banyak dari pelipisnya. Luna benar-benar takut sekarang, ia juga merasakan tengkuknya di tiup pelan. Semua benda tiba-tiba berhenti.

Brak!!

Pintu kamar Luna didobrak oleh Darman. Pria itu langsung berlari memeluk Luna yang tiba-tiba saja jatuh pingsan di tangannya. Darman yang melihat kondisi kamar merasa ada yang tak beres. Napas Luna melemah hingga beberapa kali Darman mengguncang tubuh putrinya. Darman mulai panik karena takut Luna tak bisa bangun lagi. Pria itu menggendong putrinya lalu membawanya keluar. Mata Darman melihat benda yang digenggam Luna membuat pria itu berhenti sejenak. Mata Darman mulai berair. Pria itu menggigit bibirnya dengan keras merasakan sakit pada paha kanannya yang pernah mengalami operasi karena kecelakaan.

Tetapi yang membuatnya benar-benar berhenti dan mematung ialah melihat seseorang berdiri di ujung tangga, menatapnya dari bawah dengan senyuman yang membuat Darman merasa ketakutan.

"Aku kembali," ucap Laura.

Darman melangkah ke bawah namun kakinya terpeleset oleh celana panjangnya yang dia injak sendiri.

Darman dan Luna terjatuh dari tangga.

***

Yuhuuu update lagi
Jangan lupa untuk voment dan krisar ya kawan-kawanku tersayang🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro