ĈĤĂPŤÊŘ [ 7 ]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***

Luna terduduk di teras hingga pagi, menemani Sri yang belum juga tertidur. Ruka belum ditemukan, warga tampak panik karena belum lama Dion hilang kini Ruka yang mengalami. Apakah Luna selanjutnya? Luna menatap telapak kakinya yang terasa perih karena menginjak kerikil saat mengejar Dion namun tak terkejar.

Lukman sudah berulang kali mondar-mandir di depan rumah Luna, berharap panggilan telepon itu berubah menjadi suara Ruka. Luna mulai merasakan hal yang aneh. Sebelum Dion hilang dia juga membahas sumur itu lalu Ruka menghilang setelah Luna ingin ke sumur itu bersamanya. Ada apa dengan sumur itu?

Bulan terbangun dari pangkuan Sri, anak kecil itu tampak lapar, karena perutnya berbunyi. Luna dengan senang hati mengajak Bulan masuk ke rumah untuk memberinya makanan, sekaligus membawa beberapa camilan untuk orang tua Ruka. Sembari menyiapkan hal itu, Luna membiarkan Bulan mengambil roti yang berada di meja untuk dimakannya.

"Ayah, mungkin ada ayam yang mati. Sedari kemarin Luna mencium bau busuk, Yah," kata Luna yang melihat ayahnya datang membantu menyeduh teh hangat.

"Nanti Ayah periksa ya, sepertinya ayam yang sakit kemarin yang mati," ucap Darman sambil menaruh kembali termos air panas ke tempatnya. Pria itu bergegas ke depan rumah untuk memberi orang tua Ruka teh. Bulan yang diam sedari tadi kini berhenti makan.

"Kak, makasih ya, Kak," kata Bulan.

"Makanlah yang banyak Bulan," suruh Luna tetapi gadis kecil itu menggelengkan kepala sambil memegang perutnya yang sudah kekenyangan. Padahal hanya dua roti yang dia makan. Luna ikut duduk di samping Bulan.

"Aku harap Ruka baik-baik saja," doa Luna.

"Iya kak, aku harap kakakku cepat ketemu."

Luna kembali mengajak Bulan ke luar sambil membawa beberapa camilan.

"Ibu kak Luna ke mana?" tanya Bulan memperhatikan langkahnya.

"Ibuku sedang sakit, jadi dia beristirahat di kamar." Luna menguap di ujung kalimatnya karena menahan kantuk.

Akhirnya mereka makan bersama di depan rumah sebelum akhirnya pulang sedangkan Darman kembali ke kamar Laura untuk menyuapi istrinya itu.

****

Luna baru saja tertidur selama dua jam di sore hari, badannya terasa sakit semua. Gadis itu kemudian memeriksa ponselnya berharap ada kabar dari Ruka. Namun nihil, Ruka belum juga ditemukan. Gara-gara kejadian ini kepala desa menyarankan para warga untuk tak keluar rumah setelah magrib sebelum Ruka ditemukan. Pencarian Ruka akan dilanjutkan oleh pihak polisi. Luna merasa tak tenang, sepertinya kepalanya kembali dipenuhi deretan pertanyaan tanpa jawaban. Bagaiamanapun Luna juga menyimpan curiga pada tingkah Dion malam itu.

Sebelum matahari terbit akhirnya Luna keluar rumah untuk menemui Dion setelah izin pada ayahnya yang sibuk memangkas pohon bunga rosella. Bau busuknya mulai berkurang, tetapi masih tak nyaman untuk dihirup.

Luna berlari kecil hingga tiba di depan pintu rumah Dion dan mengetuknya. Namun belum juga tangannya mendarat pada pintu kayu dari pohon jati itu terbuka. Dion berdiri tepat di hadapannya. Mata Luna menyipit, hidungya mengerut mencium aroma tubuh Dion yang bau. Tak seperti Dion yang Luna kenal yang selalu wangi dengan parfum aroma vanilla milk yang manis.

"Ada apa Luna?" pertanyaan itu muncul dari bibir kering Dion dan sela giginya yang tampak menghitam. Siapa pun yang melihat kondisi Dion sekarang pasti menyatakan laki-laki dengan tinggi 170 cm itu sakit.

"Kamu tahu Ruka hilang, kan?" Luna menatap mata Dion yang tampak sangat gelap dan tanpa binar seperti dulu.

"Aku tahu, semoga dia cepat ketemu," kata Dion singkat yang ingin menutup pintu. Luna menahan pintu itu dengan kakinya.

"Bantu aku mencarinya, setidaknya temani aku ke sumur itu," kata Luna, Dion kembali membuka pintunya.

Luna baru tersadar kalau kondisi rumah ini terlihat tak terurus. Banyak bekas makanan di lantai.

"Aku akan menemanimu," ujar Dion membuat Luna memusatkan perhatiannya pada laki-laki itu.

"Di mana ibumu?" Luna menggeser tubuh Dion yang kurus. Karena Luna merasa ada yang tidak beres dengan gerak-gerik Dion.

"Kenapa, Nak?"

Luna dikejutkan dengan munculnya Rita dari arah dapur membawa sebungkus bunga melati. Luna menghela napas lega.

"Enggak apa-apa, Bu," ucap Luna canggung. Setelah itu Rita kembali ke dalam dapur.

"Temui aku malam nanti. Tetapi keluarlah diam-diam," usul Dion dengan wajah datarnya.

"Mengapa?" Luna semakin dekat dengan Dion.

"Bukannya ada pemberitahuan untuk tak keluar selesai magrib," jelas Dion membungkuk menatap wajah Luna dengan senyum yang aneh. Senyum yang dipaksakan.

Luna mundur dua langkah, ia tak kuat mencium aroma badan Dion.

"Mengapa kamu berlari saat aku memanggilmu waktu itu?" tanya Luna.

"Kapan?"

"Dini hari tadi, kamu malah berlari ke perkebunan teh dan menghilang."

"Aku tak ke mana-mana, aku di rumah bersama ibuku," jelas Dion kemudian Rita muncul dan membenarkan penjelasan anaknya. Rupanya diam-diam Rita juga ikut menguping pembicaraan atau suara Luna yang terlalu keras? Luna akhirnya pamit dan mengiyakan apa yang dikatakan Dion. Malam ini ia akan ke sana, Dion yang hilang waktu itu bisa kembali. Apakah Ruka juga akan seperti itu jika Luna meminta. Ia juga ingin meminta kesehatan ibunya. Saat pertama tahu akan hal ini dari Rita, Luna tak percaya, namun kali ini ia akan mencoba.

***

Luna mondar-mandir di kamarnya menunggu Darman tertidur. Ingin rasanya Luna meminta izin namun tentu saja jika ia mengatakan biayanya pasti Darman akan menolaknya. Luna turun ke bawah dengan langkah kaki yang pelan. Bahkan ia tak menginjak anak tangga yang sering berderit itu. Tak ada suara televisi yang terdengar berarti Darman telah tidur. Luna mengenakan hoodie abu-abunya. Menggunakan tudung lalu mengambil kunci pintu. Setelah berhasil keluar gadis itu berlari seolah-olah ada yang mengejarnya.

Namun, ia ditarik ke arah semak-semak dan mulutnya di tutup rapat oleh telapak tangan seseorang. Luna ingin berontak tetapi saat mendengar suara berbisik di telinganya ia terdiam.

"Ini aku Dion, ada orang ronda yang keliling," jelas Dion yang kemudian melepaskan tangannya.

Luna menyeka mulutnya dengan hoodie. Tangan kasar Dion dan aromanya yang aneh membuat Luna ingin muntah. Namun karena tak ingin ketahuan ia terdiam walau kerongkongan terasa sakit dan matanya berair. Dalam kecelakaan seperti ini ia merasa sedikit takut dengan Dion. Luna menggelengkan kepala menyatakan pada dirinya sendiri kalau Dion adalah sahabatnya.

Setelah merasa aman, Dion kembali menariknya keluar dan mengajaknya untuk ikut di belakangnya. Tangan Dion terasa begitu dingin hingga tak sadar Luna menepisnya.

"Mengapa lewat sini?" tanya Luna yang heran mengapa ia berada di tengah kebun teh sekarang.

"Ini jalan pintas," jawab Dion.

"Bagaimana kamu bisa tahu?"

Dion berbalik, Luna segera menyalakan senter hapenya. Betapa terkejutnya Luna melihat wajah Dion.

"Aku tahu," jawab Dion yang membuat teriakan Luna tertahan.

****

Jangan lupa untuk tekan bintang atau vote. Juga memberi semangat dan krisar lewat komen😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro