29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

vote dulu sebelum baca, yaa 😍 terima kasih❤️🫶🏻29

Selama beberapa bulan ini, tak ada hal yang mengkhawatirkan terjadi. Setelah hari di mana aku bertemu papa Noah yang sedang dirasuki oleh iblis itu, Noah tak pernah lagi mengajakku bertemu dengan kedua orang tuanya. Noah juga tak memberikan kabar apa pun tentangku kepada mamanya. Bahkan di hari persalinanku hari ini, hanya ada Noah dan Chessa yang menemaniku. Mama Noah tak tahu bahwa hari ini aku sudah melahirkan bayi laki-laki yang tampan.

Sejak Chessa menceritakan kebenaran tentang Mami dan Papi Zoey yang telah meninggal, Noah sampai detik ini tak pernah membahas kedua orang tua Zoey di depanku seolah aku tak pernah bertemu dengan mereka berdua.

Chessa selalu ketakutan jika berada di dekat Noah. Dia selalu santai ketika hanya ada kami berdua, tetapi ketika Noah muncul, wajah Chessa langsung berubah tegang. Perempuan itu benar-benar takut pada Noah.

Hanya ada sedikit kemajuan dalam rencanaku untuk membuat Noah jatuh cinta. Sedikit yang aku maksud hanya nol koma nol sekian persen. Setiap malam aku berpikir, apakah aku bisa berhasil kembali sementara perasaan Noah padaku sangat sulit untuk aku ubah? Di masa kehamilanku, hanya beberapa kali dia memperlihatkan ketertarikannya pada calon bayi kami. Aku memang sempat melihatnya tersenyum, tetapi senyumannya itu dengan cepat berubah.

Bayi kami menangis di dalam pelukanku. Dokter baru saja membawa bayi itu ke dalam pelukanku agar merasakan kehangatan ibunya. Aku tak menyangka merasakan betapa lelahnya mengandung dan betapa sakitnya melahirkan. Anak ini secara biologis bukan lah anakku, melainkan anak Zoey dan Noah. Namun, dia anakku juga....

Kupandangi Noah yang hanya terdiam di samping brangkarku, memandang bayi mungil kami yang baru saja berhenti menangis. "Lihat...? Bayi kita mirip kamu."

Dia tak memperlihatkan ekspresi apa pun, tetapi aku bisa melihat dari sorot matanya bahwa dia sedang takjub melihat sosok mungil di pelukanku yang pakaiannya sering Noah samakan dengan pakaian kucing.

"Apa boleh saya gendong?" Noah menatap dokter. Dokter itu mempersilakan dengan senang hati, kemudian mengambil kembali bayi kami dan membawanya kepada Noah. Noah menerimanya dengan hati-hati dan menggendongnya dengan ekspresi yang terlihat campur aduk. Kadang dia tersenyum, kadang dia mendengkus seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat, terkadang ekspresi laki-laki itu berubah datar.

"Zavier," gumam Noah sembari memandangku. "Nama yang bagus bukan?"

Sepertinya, keberhasilan rencanaku berada di angka satu persen.

***

Unit apartemen kami yang sebelumnya hanya diisi oleh suaraku dan Noah, kini menjadi berisik karena tangisan Zavier. Aku yang sejak awal tak pernah berpikiran untuk menjadi seorang ibu di masa depan, tiba-tiba dihadapkan dengan situasi seperti ini, membuatku jadi kalang kabut.

Sampai detik ini aku tak tahu apa pekerjaan Noah. Sejak kehamilanku memasuki delapan bulan, Noah sudah tidak pernah meninggalkanku lagi. Dia seperti pengangguran dua bulan belakangan ini dan lebih mengejutkannya lagi, Noah mengaku akan selalu ada di dekatku dan bayi kami sampai waktu yang tidak dia tentukan. Anehnya, meski Noah terlihat seperti pengangguran, tetapi dia selalu punya uang untuk membeli barang-barang. Terutama keperluan bayi. Dari box dengan berbagai warna, pakaian, kaos kaki, berbagai macam bentuk topi, selimut, dan semua perlengkapan bayi memenuhi sebuah kamar yang awalnya kami siapkan untuk Zavier.

Aku jelas sulit mengurus Zavier sendirian, tetapi Noah lebih banyak mengurus Zavier selama ini. Mengesampingkan apa yang terjadi di antara kami, Noah adalah seorang ayah yang baik. Dia selalu terlihat tulus sampai tak bisa mengurus dirinya sendiri. Dulunya, dia tak memiliki kumis dan janggut karena sepertinya dia selalu mencukurnya. Namun, sejak kehadiran Zavier, aku selalu menyadari bahwa Noah tak peduli lagi dengan kumis dan janggut halus yang tumbuh di dagunya. Entah kenapa aku merasa geregetan melihat ketidaksempurnaan di wajahnya itu, membuatku yang memutuskan untuk mencukur kumis dan janggutnya.

Noah pernah menolak dengan keras ketika aku mengajukan saran untuk menyewa seorang pengasuh. Dia punya banyak uang untuk sekadar menyewa seorang pengasuh bayi, bahkan dia bisa menyewa lima pengasuh bayi sekaligus dengan limpahan uang yang dia dapatkan entah dari mana itu, tetapi sepertinya Noah memang hanya ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya sendiri.

Aku melihat ketulusannya selama satu tahun belakangan ini, membuatku memperkirakan bahwa persentase keberhasilan dari rencanaku untuk membuat Noah merasa dekat dengan anaknya sendiri naik sebesar sembilan persen. Kini menjadi sepuluh persen.

Bukan hanya Noah yang terlihat menikmati perannya sebagai seorang ayah, tetapi aku juga sejujurnya menikmati peran yang tak kusangka-sangka ini sebagai seorang ibu. Terkadang aku berpikir bahwa kehidupan kami senormalnya keluarga kecil yang bahagia.

Kami selayaknya suami istri pada umumnya.

Kami masih sering melakukan hubungan suami istri dan untuk mencegah kehamilanku, Noah melakukan prosedur vasektomi. Saat dia memutuskan untuk melakukan prosedur itu, aku bertanya-tanya sendiri, apakah Noah sudah melupakan segala hal tentang tumbal jiwa? Noah memang sudah memiliki Zavier yang bisa saja jiwa Zavier akan dia serahkan kepada iblis, tetapi tak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi pada Zavier. Aku pun tak mengharapkan hal buruk terjadi pada anakku, tetapi sikap Noah membuatku sempat terharu.

Hubungan kami benar-benar sejauh ini. Aku berpura-pura menjadi istri yang baik demi mendapatkan cinta Noah agar bisa kembali. Ya, aku masih ingin kembali. Aku tak ingin selamanya berada di tubuh Zoey. Aku menyayangi Zavier, tetapi sejak dulu aku adalah manusia egois yang memikirkan kepentingan diriku sendiri.

Aku sejahat itu, ya?

Namun, terkadang aku kesal, mengapa ada perasaan di mana aku tak ingin mengakhiri semua ini? Mengapa aku nyaman bermain rumah-rumahan dengan Noah? Noah tetaplah menjadi manusia yang paling aku benci di dunia ini. Dia telah membuatku berada di dalam pusaran kebencian yang tak akan aku maafkan. Akan tetapi, sikapnya belakangan ini membuatku mengharapkan sesuatu yang tak masuk akal.

Kupandangi Noah yang sedang terlelap. Di dadanya ada Zavier yang juga sedang tidur nyenyak. Mereka bagai pinang di belah dua. Mataku terasa panas melihat pemandangan itu. Seorang suami dan anak ... aku memiliki mereka, tetapi aku tidak berada di tubuhku sendiri.

Zavier menggerakkan kedua tangannya yang terkepal. Kelopak matanya terbuka. Saat menatapku, dia langsung menangis. Kepalan tangannya terbuka dan kedua lengannya menjulur padaku. "Hu'uu, Mamaa! Ucuuu!"

Dengan mata yang masih tertutup, Noah menepuk-nepuk paha Zavier. "Cup.., cup. Mama lagi masak, Nak."

Aku menangis terisak.

Mana yang benar? Noah yang saat ini terlihat sebagai seorang ayah yang baik atau Noah yang dulunya jahat dan tak berperasaan yang selalu memperkosaku hanya demi mendapatkan keturunannya?

"Kamu kenapa?"

Aku mengerjap, berusaha agar air mataku segera masuk ke mata. Noah menatapku bingung sementara Zavier masih menangis sambil membuka dan menutup tangannya dengan lengan yang masih menjulur ke arahku.

"Aku nggak pa-pa." Kuhapus air mataku di pipi dengan ibu jari. Aku menghampiri Zavier, duduk di atas tempat tidur sambil mengambilnya dari pelukan Noah. "Makan siang udah selesai. Kamu duluan aja. Aku mau nyusuin Zavier."

"Kita makan siang bareng." Noah menaruh kepalanya di atas pahaku sambil memejamkan mata. "Aku mau tidur lagi. Bangunin aku kalau Zavier udah selesai maam."

Aku tertawa karena pemikiran acak terlintas. "Awas muka kamu entar dipipisin Zavier."

"Kan Zavier pakai popok."

"Mana tahu pup terus kebanyakan."

"Terus keluar gitu?" tanya Noah sambil membuka sebelah matanya. "Nggak apa-apa. Masih bayi, kok."

Aku memandang Zavier yang sedang memejamkan mata sambil meminum ASI. Dia menikmatinya. "Enak, Nak?" Aku sudah terlihat keibuan.

"Enak, dong," celutuk Noah. "Aku aja doyan."

Aku membelalak. "Dasar."

Bagaimana pun itu, Noah Kahil hanyalah suami tak resmiku.

***




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro