3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

happy reading!

love,

sirhayani

PART 3

Meskipun sudah lima tahun berlalu, tetapi aku masih ingat di mana kelas Zoey dan di bangku mana dia duduk. Saat itu, aku harus menemui seorang guru yang ada di kelasnya dan tak sengaja melihat Zoey yang duduk di bangkunya yang sedang memainkan rambutnya dengan pulpen.

Dia seperti tokoh utama perempuan dan selalu menjadi perhatian orang lain baik disengaja atau tidak.

Memiliki tinggi 165 cm, lebih tinggi 5 cm dariku. Tubuhnya yang ideal dengan kaki yang jenjang membuatku terbanting jika berdiri di sampingnya. Rambutnya ikal gantung secara alami, panjang, dan tebal. Poninya sudah panjang sampai bahu, tak dia potong, yang justru membuatnya semakin terlihat cantik.

Aku pernah mendengar gosip buruk tentangnya. Zoey memiliki sifat yang angkuh dan semena-mena. Juga pernah merundung beberapa siswi di sekolah, tetapi tak ada tindakan yang dilakukan pihak sekolah padanya.

Zoey memiliki tiga teman yang juga berwajah cantik, tetapi sepertinya kasta bos dan bawahan berlaku di pertemanan mereka dan Zoey adalah bosnya sementara ketiga temannya ibarat dayang-dayang yang mengikutinya ke mana-mana dan mengurus segala hal untuknya.

Alanna, yang terlalu ingin mirip dengan Zoey. Agak gila. Rela menjadi anjing Zoey demi bisa dekat dengan Zoey. Memiliki rambut yang aslinya lurus, tetapi dia selalu mengubah setengah rambut terawah menjadi ikal agar terlihat mirip dengan Zoey. Bahkan dia sering memakai catokan sebelum pulang sekolah karena rambutnya mudah lurus.

Kedua, temannya yang bernama Chessa. Cewek berambut bob, berwajah judes, yang selalu membawa target perundungan karena memiliki kekuatan yang kuat.

Ketiga, Haira. Make up selalu on point sampai membuatnya jadi langganan guru BK, tapi paling bodoh di antara mereka berempat.

Dari mana aku tahu karakter mereka? Lagi-lagi dari yang tak sengaja kudengar dari orang lain yang secara kebetulan duduk di dekatku saat SMA. Aku sudah memastikan wajah mereka satu persatu. Siapa Alanna, siapa Chessa, dan siapa itu Haira.

Akhirnya, aku tiba di kelas yang kutuju. Ketika aku berhenti di ambang pintu, pandangan orang-orang di kelas langsung tertuju padaku. Aku tak terbiasa dengan semua ini. Kursiku kosong, tetapi ada Alanna yang sedang duduk di atas mejaku. Ada banyak rol rambut di bagian bawah rambutnya.

"BABY!" Dia turun dari meja dan mengulurkan kedua tangan sambil berjalan ke arahku. Aku juga mulai melangkah memasuki kelas. Cewek itu memelukku erat dan tak melepas pelukan hingga aku tiba di kursiku.

Di kursi seberang, Chessa duduk dengan ekspresi judesnya karena bawaan lahir. Di meja, ada Haira yang sedang memonyongkan bibir sambil memandang cermin seukuran bingkai foto 3R.

Alanna berpindah dan duduk menyamping di kursi depanku sambil menoleh padaku. Aku salah fokus pada namanya yang tertulis di kemeja sekolah.

Alanna Kahil.

KAHIL?

ITU ADALAH NAMA BELAKANG NOAH!

Alanna membuka rol rambutnya satu per satu. "Gue dapat kabar dari Nyokap, dia enggak terus ke sekolah karena kecelakaan." Alanna tersenyum manis. "Enggak sia-sia gue udah nyewa pembunuh terhebat yang biasa disewa Bokap buat bunuh orang."

Dia ini lagi bercanda, kan...? Pasti bercanda. Dia saja sedang tersenyum tanpa dosa.

Ngomong-ngomong, dia ini siapa? Dari ucapannya, hanya merujuk pada Noah.

"Lo habis ngelakuin sesuatu, ya? Sampai bikin si anjing gila senyum-senyum terus." Alanna memandangku dengan tatapan menyelidik. Bibirnya terlihat menyungging kecil, tetapi matanya seperti sedang menguliti kulitku.

Aku segera mengalihkan pandangan dari kuku palsu yang kupasang pagi tadi. "Gue cuma ngobrol bentar. Video call."

BRAK. Dia menggebrak meja hingga membuatku tersentak. Cewek itu berdiri, menatapku marah. "VC? LO BAHKAN ENGGAK SUDI CHAT AMA SI GILA ITU TAPI MALAH VC-AN? LO ENGGAK SUKA VC-AN SAMA SIAPA PUN SELAIN DIKA! IIIH! TIAP GUE AJAK VC-AN LO ENGGAK MAUUU!"

Dia ini kenapa...?

Chessa berdiri dari bangkunya dan menarik paksa Alanna keluar dari kelas. "Jangan bikin mood Zoey hancur pagi-pagi. Lo enggak lihat muka bos pas dateng kayak enggak mood gitu," kata Chessa yang masih bisa kudengar. Suara rengekan Alanna jauh lebih keras dari ucapan Chessa itu.

Kulirik Haira yang masih sibuk dengan maskara di bulu matanya. Aku bertopang dagu. "Haira," panggilku.

"Iya, sayangku?" tanyanya, tak lepas dari cermin. "Izinin gue rapihin ini bentar. Ngomong aja."

"Lo suka Luca?" tanyaku.

"Siapa yang suka luka, sih? Di mana-mana orang tuh suka sehat. Enggak ada yang suka luka-luka."

Tidak salah dia menjawab demikian. Secara penyebutan, nama Luca memang terdengar dengan sebutan Luka.

"Oh!" Dia tiba-tiba bersuara dan menatap setiap kulitnya yang terlihat. Dia juga menatap wajahnya lewat pantulan cermin. "Enggak ada luka, kok. Lo lihat luka gue di mana? Apa gue sering kelihatan ada luka? Lo perhatiin gue dari dulu? Tapi gue dan orang lain bahkan enggak sadar sama sekali?"

Aku menatapnya tanpa mengatakan apa-apa, tetapi tiba-tiba saja dia menaruh cermin dan tas make up-nya ke meja, lalu berlutut di samping kursi yang kududuki. "Maafin. Huhu. Gue enggak maksud bikin gue kesel! Kapasitas otak gue memang suka bikin darting, tapi lo kan dari dulu paham gue kayak gimana! Jangan tatap gue kayak gitu, yaaa? Yaaa?" Bibirnya mengerucut dengan mata berkaca-kaca. "Zoey, please! Gue enggak sering luka. Tuh, udah gue jawab. Sekarang senyum kayak biasanya ke gue, oke?"

Aku tersenyum sampai mataku menyipit. Dia kemudian berdiri sambil tersenyum semringah dan kembali menyambar cerminnya di atas meja. "Kayaknya gue salah bawa eyeliner. Ini enggak waterproof."

Padahal, tadinya aku sengaja bertanya tentang Luca. Supaya dia bisa membahas sedikit hal tentang cowok bernama Luca Alaska.

Sudahlah. Mungkin lain kali aku akan mencari tahu tentangnya.

***

Sejak tadi aku hanya mengikut ketika Alanna membawaku ke tempat yang belum aku ketahui. Ternyata, mereka memasuki sebuah aula yang saat ini tak digunakan karena tak ada acara. Entah dari mana mereka mendapatkan kunci. Ketika kami memasuki ruangan yang luas itu, sudah ada Chessa yang sedang memegang kencang kedua lengan seorang siswi di balik punggung siswi itu. Chessa memang sudah menghilang di kelas sebelum bel istirahat berbunyi. Sebelumnya, Alanna juga mengatakan bahwa ada hadiah yang ingin cewek itu berikan padaku.

Ternyata hadiahnya adalah seorang siswi, yang sepertinya akan menjadi bahan rundungan mereka.

"Duduk di sini, Zoey." Alanna menyentuh sebuah bangku yang ada tepat di depan siswi yang sedang ditahan oleh Chessa. Aku duduk di sana, mengikuti alur yang ada. Siswi di depanku dipaksa untuk berlotot hingga bunyi lututnya terdengar keras menghantam lantai. Dia merintih pelan. Chessa memegang rahang siswi itu dan memaksanya untuk menatapku. Rambut terurai acak-acakan dan lipstik merah di bibirnya sudah tak keruan sampai ke dekat pipi. Kulit pipi kirinya lebih merah dari yang lain. Sepertinya dia habis ditampar oleh Chessa.

Aku melirik tanda namanya. Kiara. Pelacur Mahardika yang sempat disinggung Noah.

"Hajar aja semau lo, Zoey. Dia udah berani ngedeketin tunangan lo," kata Alanna, bicara tepat di belakangku. "Semalam dia ngevideoin dirinya yang lagi mabuk dan duduk di samping Mahardika di club, terus nge­-post di close friend-nya. Mana banyak banget lagi. Gue dapet video-video itu dari seseorang yang dia masukin ke close friend-nya." Alanna menunduk di sampingku, berbisik di telingaku. "Lebih parah lagi. Ada video yang nunjukin dia lagi berusaha cium Mahardika, tapi Mahardika ngedorong dia karena terlalu agresif."

Tak mungkin cewek bernama Kiara itu tak tahu bahwa Mahardika memiliki hubungan spesial dengan Zoey. Aku akui Mahardika adalah cowok tertampan di sekolah ini. Siapa pun melihat cowok itu pasti akan terpana. Cewek yang tak memiliki harga diri akan melakukan apa pun untuk bisa dekat dengan Mahardika, sekalipun hanya dijadikan sebagai pelacur.

Aku tak tahu apa yang ada di pikiran Zoey hingga bertahan pada hubungannya dengan Mahardika. Padahal kata Noah, Zoey punya kendali untuk memutuskan. Lebih tak tahu lagi pada seseorang yang berusaha mendekati pacar orang lain. Kiara adalah salah satu sampah menyebalkan.

Kiara menatapku dengan rahang mengeras. "Sadar diri, dong. Percuma cantik dan punya segalanya, tapi enggak bisa bikin Mahardika enggak berpaling ke cewek lain."

PLAK

Dengan cepat, Alanna berpindah tempat dan menampar cewek itu di kedua sisi pipinya. "Berengsek. Lo diem aja. L*nte aja belagu lo."

Kiara tersenyum miring sambil memandangku. "Gue bener, kan? Rumornya udah banyak cewek yang tidur sama dia. Padahal dia punya cewek yang bodinya seperfek lo, tapi enggak bisa muasin seorang Mahardika—"

PLAK

Lagi-lagi, Alanna menamparnya dengan membabi buta.

Aku hanya bisa miris. Apa percakapan seperti ini wajar untuk remaja SMA? Saat aku duduk di bangku SMA dulu, aku hanya sibuk membolak-balik kertas di perpustakaan sambil makan sembunyi-sembunyi dengan satu roti untuk mengisi perut yang mengganjal.

Kusentuhkan ujung sepatu yang aku pakai di bawah dagu Kiara, lalu mengangkat pelan dagu Kiara dengan sepatuku. Rambutnya sedang ditarik oleh Alanna agar kepalanya tidak bergerak bebas.

"Siapa yang deketin duluan. Lo yang deketin Mahardika atau Mahardika yang deketin lo?" tanyaku dan dia hanya membisu. "Lo, ya?"

"Memangnya enggak boleh?" tanyanya. "Gue deketin duluan pun, dia welcome sama gue sampai nyuekin pacarnya sendiri."

Harus aku apakan cewek yang berani mendekati cowok orang? Belum lagi, status Mahardika dan Zoey adalah tunangan. Tahapan yang lebih tinggi dari pacar.

Kuturunkan kakiku kembali ke lantai. Aku tak sadar telah mengangkat kakiku tanpa pegal. Sepertinya, Zoey rajin berolahraga.

Aku harus segera pergi dari sini. Tenagaku seolah terkuras habis hanya dengan berinteraksi dengan temna-teman Zoey. Kutatap Alanna yang sedang menunduk sambil menjambak rambut Kiara.

"Diem lo, B*ngsat. Gue suruh diem, ya diem!"

"Alanna?" panggilku. Dia langsung mengangkat wajahnya. "Urusin dia. Gue pengin sendiri dulu."

Aku segera berdiri dan meninggalkan tempat itu. Kudengar samar-samar Chessa bicara. "Hari ini Zoey kelihatan beda dari biasanya. Dia lebih banyak diem enggak, sih?"

"Lo pikir aja!" Alanna berteriak diikuti suara rintihan Kiara. Entah apa yang dia lakukan pada cewek itu. "Nih cewek udah bikin hati Zoey hancur tahu enggak?"

Aku menutup pintu dan segera kabur dari sana. Entah kenapa, Alanna memiliki aura yang menyeramkan. Padahal dia memiliki wajah dan suara yang imut. Dia juga paling pendek dalam pertemanan mereka. Tubuh asliku bahkan lebih tinggi darinya.

Langkahku memelan di tangga saat ponsel dengan case merah muda yang kupegang ini bergetar karena sebuah notifikasi. Pesan masuk dari My Bubu.... Ugh, aku langsung mengganti nama kontak cowok itu saking gelinya.

Mahardika: datang ke tempat biasa.

Itu adalah sebuah perintah.

Masalahnya..., aku harus ke mana?!

me: ke mana?

Mahardika: zoey putri abigail

me: hadiiir

Mahardika: ?

Mahardika: cepet ke sini

me: tempat biasa itu di mana, mahardika?

Mahardika: lo sengaja, ya?

me: ada banyak tempat, gue lupa

Mahardika: hah. ruang kosong samping gudang sekolah

Aku berhenti sesaat. Mengapa harus ke ruang kosong? Apakah aku perlu berpikir positif di situasi ini? Sudahlah. Aku kembali melangkah. Pertanyaanku tak akan terjawab jika tidak langsung menyusulnya di ruangan yang dimaksud.

Setelah menemukan ruangan yang Mahardika maksud, aku langsung memasuki ruangan itu tanpa mengetuknya lebih dulu. Hanya ada Mahardika di ruangan ini sebelum kedatanganku. Dia menoleh pelan, tak bergerak dari duduknya di sebuah kursi dekat dinding.

"Tutup pintunya," katanya dengan intonasi datar, tetapi tatapannya dan suara khasnya membuat siapa pun di posisiku akan mengikuti arahan Mahardika seolah dihipnosis olehnya. "Sini."

Aku meneguk ludah dan berjalan ke arahnya. Sebisa mungkin tak memasang ekspresi tegang. Sejak aku tiba di sini, tak pernah terlihat raut muak di wajahnya. Dia hanya memasang ekspresi datar yang menimbulkan tanda tanya besar di atas kepalaku.

Apa yang sedang dia pikirkan?

Aku berhenti di hadapannya, berdiri, sementara dia masih duduk di kursinya. Pandangan mataku ke bawah sementara dia mendongak sedikit. Aku akui, dia tampan. Mungkin, Zoey bertahan karena dibutkana oleh ketampanannya.

Bagaimana aku tidak bisa menyukai cowok seperti dia di masa remajaku? Bahkan saat ini aku tak memiliki ketertarikan sedikit pun padanya. Bukan hanya pada Mahardika, tetapi pada semua cowok yang tak sengaja bersinggungan denganku selama 22 tahun aku hidup.

Sepertinya, aku seorang aseksual.

"Enggak mulai?" Dia menaikkan alis, lalu makin bersandar di kursi sambil membuka kakinya semakin lebar yang membuatku membelalak.

Apa yang harus aku mulai?!

"Berlutut."

Whaaaat? Aku tak tahu pasti ke mana arah suasana ini, tetapi aku tetap berlutut untuk mengetahui hal apa yang terjadi selanjutnya.

Kutatap sepasang matanya. Tak sadar aku menggertakkan gigi. Memangnya dia ini Raja?

"Buka ikat pinggang gue." Kedua tangannya merenggang ke masing-masng sisi kanan dan kiri. "Biasanya lo selalu yang pertama inisiatif buka celana gue tanpa gue suruh."

GILA!

"Bu—buat apa?" Ada getaran ketakutan saat aku bertanya. Suaraku sudah tak bisa aku kontrol lagi.

"Memangnya apalagi?" tanyanya, memandangku yang saat ini berada di posisi lebih rendah darinya. Tak ada ekspresi muak atau sikap enggan bertemu Zoey seperti pagi tadi. Kali ini, dia melihat Zoey seperti Zoey adalah mangsa dan dia adalah predatornya. Ada tatapan tidak sabar yang terlihat di sepasang matanya yang mulai sayu. Aku gemetar ketakutan karena baru kali ini berhadapan dengan cowok mesum. "Buat muasin gue. Seperti yang biasanya lo lakuin tiap habis ngambek." Dia sedikit membungkuk, menyangga sikunya di atas paha. Sementara tangan kanannya menyentuh pipiku dengan lembut. "Kenapa ekspresi lo kayak gini? Lo yang pengin gue puasin? Ya udah. Buka paha lo."

Aku menepis tangannya yang mulai menggerayangi pipiku dan kutampar pipinya dengan keras. Sama seperti pagi tadi, dia memandangku dengan tatapan tak percaya sampai mulutnya terbuka.

"DASAR GILA!" teriakku tepat di depan wajahnya, lalu aku berdiri dan segera keluar dari ruangan itu dengan kaki gemetar.

Lagipula, kenapa cara berpacaran mereka seperti ini, sih? Menyeramkan!

AKU INGIN MATI SAJA!

***


thanks for reading!

love,

sirhayani


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro