6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. 


 

Pencipta Wulan Benitobonita


6 - Malizande

Hidangan terakhir telah mengisi perut Malizande setengah jam silam. Gadis kecil itu kini menguap lebar saat dua orang pelayan menanggalkan gaun luarnya, sehingga menyisakan terusan satin halus yang membalut kulit. Dari antara jeruji jendela kamar, langit tampak gelap dan suara burung hantu terdengar jelas. 

"Princessa, buka mulutnya."

Malizande membuka mulut lebar-lebar saat pelayan, yang tidak melipat pakaian, membersihkan gigi gadis kecil itu dengan secarik kain lembab kemudian menggosoknya memakai campuran herbal dan bakaran rosemary.

Rasa segar pun memenuhi rongga mulut ketika Malizande berkumur dengan air bersih dan melepehkannya ke baskom kayu berdiameter 15 sentimeter yang diletakkan di atas meja. Dia kemudian naik ke atas ranjang berbulu angsa dan membiarkan rambutnya disisir memakai sisir berbahan tulang.

Setiap tarikan sisirnya terasa halus, sehingga tidak menyakiti kulit kepala Malizande. Kedua pelayan lain tampak sibuk mengosongkan pispot berbahan emas yang diletakkan di bawah ranjang dan merapikan seisi ruuangan.

Akan tetapi, Madamme Lucie yang sedari tadi berdiri anggun di sisi meja ternyata belum juga berminat mengangkat tangan untuk membantu ketiga pelayan yang sedari tadi bekerja. Kepala pengasuh pribadi sang putri bahkan sedikit mendongak angkuh, seakan tidak mau apabila bertatap mata dengan pelayan dari negara yang lebih rendah derajatnya.

Malizande meraih Sophie dan memeluknya saat dua orang pelayan menyelimuti bocah itu dengan selimut berbahan wol. Cukup nyaman meski udara dingin yang masuk dari sela jeruji lubang jelek di sisi dinding agak mengganggu.

Seandainya ada kaca ….

"Princess, kami permisi dulu." 

Ucapan ketiga pelayan yang terdengar secara bersamaan membuyarkan lamunan Malizande. Mereka sedikit menekuk kaki dan berjalan mundur meninggalkan kamar tidur sang calon ratu.

Pintu kayu tertutup dari luar. Punggung Madamme Lucie pun merileks. Dia menghela napas kasar lalu menggerutu, "Bangsa rendahan. Daging tidak dicincang dengan benar, urutan makan tidak diperhatikan, benar-benar seperti kawanan babi."

Malizande terdiam ketika bulu kuduk pengasuhnya meremang jijik, teringat akan pengalaman makan malamnya bersama para pelayan. Ada sedikit keinginan bocah itu untuk membela para pelayan suaminya.

"Mereka bahkan tidak memiliki sendok yang benar untuk makan." 

Nada suara Lucie mendesis dan bibir perempuan itu mengerut muak. Dia membuka gaun luar sambil terus mengomel, "Aku bahkan sepertinya melihat seekor tikus berbaring di dekat perapian."

"Daging dombanya lezat, Madamme Lucie."

Suara lembut Malizande membuat Madamme Lucie berhenti mengoceh. Pelayan yang setengah berbusana luar itu menoleh ke arah sang calon ratu dan memasang raut serba salah.

"Oui, Princessa. Daging dombanya lezat, sangat empuk."

"Dan, His Majesty ikut berburu untuk daging rusanya," lanjut Malizande. "Beliau sangat baik bersedia membagi hasil buruannya ke para pelayan, bukan begitu, Madamme Lucie?"

"Oui, Princessa …."

Malizande tersenyum kecil ketika pengasuhnya menunduk malu. Madamme Lucie tanpa berkata-kata lagi menggantung gaun luarnya di dinding kemudian menarik kasur berbahan jerami untuk menghalangi pintu agar tidak mudah dibuka dari luar.

"Selamat tidur, Madamme."

"Selamat tidur, Princessa," balas Madamme Lucie sambil meniup lilin yang berada di atas meja hingga ruangan menjadi gulita.

*****

Malizande menyusuri karpet merah di lorong istana. Cermin-cermin yang terpasang di berbagai sisi memantulkan penampilan dirinya. 

Rambut terikat anggun ke atas sehingga menampilkan bagian leher. Gaun kuning yang menyempit di pinggang dan megar pada rok dengan renda emas membalut tubuh mungil bocah itu. 

Hari ini, dia akan belajar menari dengan Monsieur Curtis di ruang dansa. Ibunya mengatakan bahwa keahlian berdansa merupakan salah satu hal penting bagi seorang keturunan raja dan Malizande tidak keberatan untuk mempelajarinya. Dia suka bergerak mengikuti alunan musik.

"Non, Sa Majeste!" 

Teriakan seorang pria membuat langkah Malizande sontak terhenti. Mata bocah itu pun melebar ketika sosok yang sangat dikenalnya berlari keluar dari kamar tidur sang raja.

Pere ….

Malizande bersembunyi di balik sebuah cermin ketika ayahnya yang dalam keadaan telanjang bulat melihat sekeliling dengan liar. Bau busuk tercium samar dari tubuh kurus sang raja. Beberapa bagian kulit bahkan terlihat kehitaman di mana beberapa ekor belatung berjalan pelan keluar dari sana.

"Sa Majeste, Anda harus mandi!" Docteur Aldric bersama tiga orang pelayan istana berlari mengejar sang raja dan mengepungnya dari berbagai sisi. 

Sayangnya, pria yang merupakan pemimpin negara itu malah merasa terancam. Dia menarik sebuah hiasan pedang kayu dari dinding dan memasang kuda-kuda.

"Siapa yang berani mendekatiku?! Hah!"

Dada Malizande terasa perih ketika melihat tatapan liar dari sepasang mata cokelat milik ayahnya. Rambut pria berumur 30 tahun itu bahkan telah mencapai punggung, sedangkan wajahnya tertutup kumis dan janggut panjang berwarna hitam, menandakan lima bulan lewat tidak ada yang berhasil merawat kebersihan fisik sang raja.

Docteur Aldric berdiri dalam jarak aman. Bibir pria itu menipis ketika salah satu pelayan berteriak kesakitan akibat tusukan yang diberikan raja pada bokongnya.

"Tidak ada yang boleh menyentuhku! Aku tidak mau pecah!" 

Jeritan gila dari Raja Marius menggema hingga Malizande meringkuk takut. Namun, gadis kecil itu masih terus mengintip kejadian yang sedang berlangsung. 

Di mana Mere? Kenapa dia tidak ada? Di mana Madamme Oddette?

Tubuh Malizande gemetar ketika ayahnya mengayunkan pedang kayu dengan membabi buta. Para pelayan langsung berlari kocar kacir, takut terkena sabetan senjata sang raja. 

Docteur Aldric mendadak sedikit menelengkan kepala, seperti memberi kode. Tiba-tiba dari arah belakang sang raja, delapan pelayan pria berlari cepat untuk mendekat. Mereka menggenggam pinggiran sebuah seprai besar pada sisi kanan dan kirinya. 

Sang raja berputar. Namun, terlambat. Kepala hingga tubuh pria berumur tiga puluh tahun itu sudah tertutup seprai dan diikat dengan cepat hingga tidak bisa bergerak.

"Lepaskan aku! Lepaskan!"

Akan tetapi, Raja Marius masih berusaha melarikan diri. Dia terus meronta ketika kedelapan pelayan prianya menggotong dirinya seperti sebatang kayu.

"Aku tidak mau pecah! Lepaskan aku!"

Pere ….

Air mata Malizande tanpa sadar mengalir turun. Bocah kecil itu menutup mulut dengan kedua tangan dan mulai menangis.

*****

Malizande membuka mata. Penglihatan bocah itu pun langsung menemukan sosok Sophie yang masih setia di dalam dekapan. 

Langit masih gulita. Malizande bahkan dapat mendengar dengkuran halus dari pengasuhnya yang masih tertidur.

Malizande memeluk lebih erat boneka kesayangannya dan menghirup dalam-dalam wangi mawar yang masih tertinggal pada tiap helai rambut emasnya. Pandangan gadis cilik itu menyendu saat teringat akan keluarganya yang jauh di sana.

Pere, apa Pere sudah sembuh? Mere, aku rindu ….

Setetes air mata mengalir turun dari pelupuk mata Malizande. Dia mengetatkan rahang agar tangisan pelannya tidak terdengar oleh orang lain. 

6 Juli 2022

Wulan Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro