04

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sohyun's pov

Aku gagal mencoba. Seumur hidupku bahkan aku tak pernah segagal ini. Kalau aku bisa membendung kemarahanku selama tiga tahun lamanya, mengapa dalam waktu beberapa hari saja aku tak sanggup dan rasanya ingin menyerah menghadapi seorang lelaki yang tinggal seatap denganku?

Memang semua pilihanku sendiri. Pilihan yang seharusnya tidak menjadi penyesalan.

Aku melirik jam tangan pemberian paman, rupanya pukul 8 malam telah lewat. Laki-laki itu tak beranjak dari posisinya padahal tadi ia menyeretku pulang. Pembohong! Penipu! Bisa-bisanya aku dibodohinya.

Ya, untuk lebih tau karakternya.. sepertinya ini bukan hal yang buruk. Mengikutinya sampai ke tengah-tengah kegelapan. Kegelapan malam yang tak luput ia kunjungi bersama seorang gadis yang mungkin tiap harinya berbeda-beda, tak serupa.

"Sayang, apa kau menikmatinya?"

"Hm. Iya. Kau selalu tau apa yang membuatku puas."

Apa dia tidak berpikir?

Sebagai anak tunggal di keluarganya, akan lebih baik jika dia bersikap bijaksana. Menghamburkan uang demi kesenangan semata, menghibur diri dengan berfoya-foya, sangat membuang waktuku!

Aku tidak betah lagi. Bau bir bercampur whisky dan vodka puluhan tahun cukup mengoyak penciumanku.

Di umurnya yang masih 25 tahunan, dia menjadi penikmat alkohol. Bagaimana kalau ia sudah dewasa dan berkeluarga nanti? Aku tak dapat membayangkannya.

Masih beruntung ada aku disini, karena tak lama lagi kesenangannya akan kubuat berakhir. Dia harus pulang. Aku tidak bisa membohongi keluarganya terlalu lama dengan berdalih pria ini sibuk mengerjakan skripsinya di kampus.

Oh, astaga...

Skripsi?

Mungkin baru selesai mengetikkan judul saja ia sudah menutup otak.

"Kita harus pulang."

Aku sangat anti melihat orang berciuman. Tetapi sungguh, kami sudah tidak ada waktu. Bibi memintaku agar membawa Taeyong pulang sebelum jam sembilan malam. Sebenarnya, hanya bibi lah yang mampu menebak kebiasaan anaknya. Sementara paman, terpaksa kami berdua membohonginya.

"Pulang saja sendiri."

"Bukankah kau tadi yang menyeretku pulang? Padahal aku sedang asyik berbincang dengan seseorang."

"Kenapa? Kau tidak suka? Ya sudah pergi saja dari rumahku kalau kau tak mau mengikuti aturanku!"

Katanya dengan mata yang sulit terbuka. Ya Tuhan, anak ini hanya akan merepotkanku saja. Andaikan dia bukan tanggung jawabku, tentu aku sudah meninggalkannya sejak tadi tanpa sedikit pun rasa ragu.

Berhubung keluarganya begitu baik mau menampungku, maka sebaiknya aku berbalas budi.

"Sebentar lagi jam sembilan. Kita tidak ada waktu."

"Ck."

Dia mulai bangkit, walau sedikit tertatih. Keseimbangannya direnggut oleh segelas bir yang baru saja ia tenggak habis.

Gadis di sebelahnya sudah tak sadarkan diri. Lihatlah, apapun dapat terjadi jika gadis ini tidak segera kukirim pulang ke rumahnya. Dengan berbekal alamat yang tertera di dompetnya, kupesankan ia taksi dan kupaksa ia bangun.

Sementara, Taeyong...

Aku kehabisan kata sekarang.

"Bangun.. kenapa kau malah tertidur? Bagaimana caraku membawamu pulang?"

"Jangan pura-pura. Aku tau itu. Gunakan kakimu yang tak berguna atau kau akan kutinggal saja. Aku yakin, Papamu akan dengan suka cita menjemput."

Dia langaung bangun. Tanpa menoleh ke arahaku, ia berjalan mendahuluiku.

Setidaknya dia mau bergerak..

Hampir mendekati pintu exit yang kondisinya tak jauh berbeda dengan bagian dalam bar, aku melihat seseorang berperawakan standar. Tampan dan tegas. Dengan sorot matanya yang khas aku bisa menebak siapa dia.

Taeyong masih berjalan dengan penuh keseimbangan. Entah makhluk apa yang mengambil alih jiwaku, aku menyambar lengannya dan menyembunyikan wajahku disana. Taeyong terkejut! Tak diragukan lagi. Sempat kami berhenti bergerak.. disaat bersamaan orang itu juga berhenti berjalan dan menatap ke arah kami. Aku merasakannya.

Aku semakin mengeratkan peganganku di lengan Taeyong. Aku tak berniat untuk ini, tapi belum saatnya orang itu menemukanku. Tidak dengan beberapa anak buahnya yang selalu setia membuntuti aktivitasnya seperti anak anjing.

Dia tak boleh melihatku..

"Kau kenapa?"

Tanya Taeyong tiba-tiba.

"Bisakah kita tetap berjalan seperti ini? Setidaknya sampai pintu keluar. Aku mohon.."

Ia tak banyak bicara dan mengikuti keinginanku. Ketika itu pula, kudengar langkah kaki yang mulai menjauh.

Hufft.. aku selamat.

"Katakan, siapa dia?"

"Kenapa kau takut padanya?"

"Huh? A-apa?"

Tidak. Tidak mungkin Taeyong menyadari kegelisahanku disela kemabukannya saat ini.

"Aku sedang sadar. Aku bahkan bisa tetap terjaga meskipun menelan alkohol berpuluh-puluh botol."

Jadi.. dia tidak sungguh hilang kesadaran?

"Permisi?"

Terdengar suara seseorang di belakang kami. Berat. Aku tau dia lelaki. Lelaki yang sama...

Taeyong berbalik badan.

"Iya?"

Kemudian ia melihat ke arahku kembali. Ia pasti semakin yakin bahwa memang ada sesuatu yang tidak beres denganku. Terkait orang itu..

"Kau menjatuhkan dompetmu."

"Oh, benarkah?"

"Ini."

Taeyong bergerak maju, tak ada lagi yang bisa kujadikan penghalang wajahku. Aku setengah berlari menuju mobil Taeyong dan berpura-pura menunggu disana.

"Terima kasih banyak. Dompet ini memang benar milikku."

"Sama-sama. Lain kali, jaga dompetmu baik-baik. Kau sepertinya masih sangat muda?"

"Ah. Tidak juga. Aku mahasiswa tingkat akhir yang sedang menanti kelulusan."

"Kalau begitu, kita hampir seumuran. Senang bertemu denganmu. Namaku Bang Chan."

Sudah pasti dia. Orang yang paling kuhindari saat ini.

Taeyong yang tampak ragu menjabatkan tangannya pada pria tersebut.

"Aku Taeyong. Lee Taeyong."

"Apa kau putra tunggal pemilik Perusahaan Canopus?"

"I..ya.. Bagaimana kau tau?"

"Yang jelas, suatu saat nanti mungkin kita akan jadi partner kerjasama. Sampai jumpa, aku tidak mau ketinggalan dunia malamku. Senang berkenalan denganmu, Lee Taeyong."

Pria yang menyebut dirinya Bang Chan itu menepuk bahu Taeyong sebelum ia berlalu. Taeyong merasa aneh, mungkin ia berpikir baru kali ini melihat seseorang yang sok akrab seperti Bang Chan.

Pria itu..

Dia tak pernah berubah. Menjadi 'sok akrab' adalah taktiknya berkamuflase dan merebut hati orang lain. Dia licik. Sangat licik.

"Heh! Apa yang kau lakukan?"

"Kau menguping kami?"

Sejak kapan Taeyong sudah berada di sampingku?

"Aku punya kesibukan lain, buat apa menguping pembicaraanmu?"

"Bohong. Semua terlihat jelas di matamu. Apa hubunganmu dengan pria bernama Bang Chan tadi?"

"Aku tidak kenal. Aku baru melihatnya beberapa saat lalu, waktu ia memanggilmu."

"Lalu.. apa itu tadi?"

"Tadi apa? Yang mana?"

Taeyong menyunggingkan senyumnya sambil mengangkat lengan kirinya. Berpose seolah-olah seseorang sedang menggandengnya.

"Jangan salah paham! Aku melakukannya karena kukira kau tidak cukup baik saat berjalan."

"Kau tau aku tidak mabuk saat sudah di luar, tapi.. kau melakukannya untuk yang kedua kali. Menyembunyikan wajahmu dibalik punggungku yang mahal ini. Memang kau pikir aku tempat bersandar gadis tidak berkualitas sepertimu?"

"Mulut sampah. Jaga bicaramu. Aku bukan gadis seperti itu!"

"Oh, apa baru saja aku menyebutmu gadis? Bibirku pasti mulai bermasalah. Hey, Bro!! Setir mobilnya. Ayo kita pulang!"

"Eh. Kau kan gembel, tidak bisa menyetir mobil. Astaga.. aku lupa."

Kusahut kunci mobil dari tangannya. Kubuka dengan sombong pintu bagian kemudi dan kutunjukkan bagaimana caraku mengendarai mobil. Ia pasti tak akan bisa menutup mulutnya. Akan kubuat dia menjilat omongannya sendiri!

"Ayo, naik! Tunggu apa lagi?"

Dan Taeyong pun berdiri seperti tanpa nyawa. Tercengang terhadap apa yang coba aku buktikan.

"Aku yakin.. kau pernah merampok mobil sebelum ini.."

Ejeknya kemudian.

"Berhenti mengejekku!! Cepat naik atau aku telpon Papamu!!!"

..............................

Taeyong's pov

Gadis jantan itu memang misterius. Aku sangat percaya, ada sesuatu yang ia coba tutupi dari orang-orang. Siapa dia sebenarnya?

Suasana sepi. Mama, Papa, mereka berada di kamarnya. Merasa lega karena putra tunggalnya ini sudah pulang sesuai dengan harapan.

Dan aku tidak bisa tidur memikirkan gadis itu. Memikirkan tentang asal-usulnya dan bagaimana hubungannya dengan pria seumuran yang baru aku temui beberapa jam lalu.

Jam dinding yang terus berputar menunjukkan pukul sebelas malam.

Aku duduk di tengah meja makan dengan segelas teh yang aku sajikan sendiri.

Mataku sulit tertutup. Bukannya memilih segelas susu agar kantukku tiba, aku justru menyeduh teh hangat karena aku menyukai aromanya yang menenangkan.

Tubuhku terkesiap ketika mendengar suara berisik dari pintu yang mengarah ke sebuah ruangan.

Aku lelaki, buat apa takut? Tidak mungkin akan ada hantu penganggu di rumahku selama ada aku.

Atau mungkin itu pencuri?

Dengan berhati-hati, aku menelusuri sumber suara. Pencahayaan yang benar-benar minim membuatku seperti seorang ninja tak terlihat.

Itu dia pintunya. Ia sedikit terbuka, cahayanya dari dalam mulai masuk ke mata sampai retinaku. Aku melihat bayang-bayang seseorang.

Aku lebih mendekat lagi..

Dan..


Brak.



"Toloonggg!!!"





Aku jatuh terjungkal ke belakang. Seseorang menabrak dan menimpaku.

Kelopak mataku mulai kubuka...

Apa aku mati dan bertemu bidadari surga?

Sejenak pikiranku melayang entah tak tau arah dan tujuan. Aku terpana.. terpana menyaksikan pemandangan seorang wanita dengan baju tanpa lengan. Rambutnya panjang terurai menampar pipiku berantakan. Dan kulit seputih susu yang melekat di butir pengelihatanku.

Sedetik kemudian, kucubit kesadaranku.

Ayolah!! Dia si gadis jantan itu!!!

Apa yang baru saja aku pikirkan??

"Kauu??!!!!"

Buk! Buk! Buk!

Ia mendadak memukuliku dengan sapu yang ditemukannya di pojok dapur. Posisi kami memang tak jauh dari dapur, sehingga ia dapat menemukan peralatan apapun yang ia mau agar ia bisa menghajarku.

"Hentikan! Kenapa kau memukulku?"

Aku menahan pukulannya kali ini, seperti seorang yang gagah.

"Kauu!! Apa yang kau lihat?? Huh??"

Aku tidak berbohong. Memang penampilannya terlihat berbeda. Sebelumnya aku tak menganggapnya wanita, tetapi.. melihatnya saat ini, ia cukup merubah pandanganku terhadapnya.

"Lagipula, siapa yang memintamu memakai baju tanpa lengan dengan potongan rendah begitu? Celana di atas lutut yang cukup menampakkan kulit pahamu?"

Aku menaikkan kedua alisku. Ah, ya. Kim Namja ini telah menjelma menjadi Kim Yeoja.

Buk!

"Hentikan! Sebaiknya kau bantu aku mengusir serangga yang ada di kamarku!"

"Kenapa? Apa peduliku? Usir saja sendiri. Bukankah kau itu pemberani? Lelaki.. eh.. maksudku perempuan sepertimu ini kan tipe-tipe petarung."

"Menyebalkan kau, Lee Taeyong!"



































"Ada keributan apa lagi ini??"


































To be Continued..

Selamat dini hari..

Padahal niat upload kemarin, malah ketiduran dan baru bangun sekarang.

Semoga suka :))

Next (?)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro