06

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"AW!!"

Taeyong meringis kesakitan. Bagaimana mungkin kekuatanya bisa dilawan oleh seorang gadis? Hei! Taeyong jadi lupa kalau Sohyun adalag gadis jadi-jadian!

Sohyun mendorong tubuh Taeyong saat ia terhuyung ke depan. Taeyong terpental dan terjatuh menubruk lantai. Pantat dan sikunya terasa ngilu.

'Tenaga apa yang dihasilkan anak itu?'

Taeyong mengabaikan Sohyun karena ia terfokus pada rasa perihnya. Sementara Sohyun bergegas bangun, dengan tampangnya yang terlihat biasa saja ia berjalan mendekati Taeyong penuh kemenangan.

"Kau tidak akan bisa menghentikanku, Lee Taeyong."

Ia tersenyum meledek. Sedetik kemudian, wajahnya kembali flat. Sohyun berjalan keluar ruangan dan meninggalkan Taeyong sendirian.

"He--Hei!!"

Taeyong menjulurkan tangannya. Bagaimana mungkin gadis itu pergi tanpa memedulikan kondisinya? Kondisi yang ia alami gara-gara sikapnya yang keterlaluan itu. Taeyong menjadi frustasi!

"Ssh.. Ah sial! Kakiku terkilir!"

Taeyong merogoh sakunya hendak mengambil ponsel. Namun, bodohnya ia karena lupa meletakkan ponselnya di dalam mobil.

"Kenapa aku jadi pikun begini?!!"

"Ayo."

Taeyong mendongak. Gadis itu kembali lagi--- mengulurkan tangannya. Apa wajahnya tidak bisa lentur sedikit? Sungguh kaku sampai Taeyong bosan melihatnya.

"Apa kau tidak lihat?! Aku tidak bisa berdiri! Semua karenamu!"

"Lalu?"

"Lalu apa?! Panggilkan sopirku! Aku tidak bisa jalan!"

"Manja. Kau terlalu melebih-lebihkan."

"Apa masalahmu?! Kalau kau tak suka dengan kehidupanku, sebaiknya kau pergi saja dan berhenti mengusik keluargaku!"

"Merepotkan."

Sohyun dengan cekatan meraih lengan Taeyong dan membawanya ke pundaknya.

"Apa ini? Apa maumu?"

"Bukankah kau ingin pulang? Aku jadi berpikir ulang. Tak mungkin seorang prajurit kembali ke istana tanpa membawa pangerannya yang suka memerintah."

"Kau menyindirku?"

"Baguslah kau menyadarinya."

'Menyebalkan.'

..................................

"Taeyong, Sayang? Ada apa dengan kakimu?"

Malam itu Sohyun berhasil membawa Taeyong pulang dengan selamat. Saat memasuki ruang tamu, mereka sudah disambut dengan Mama Taeyong yang sepertinya cemas melihat keadaan Taeyong yang jalannya terpincang-pincang.

Sohyun buru-buru menyadari posisinya yang terjepit. Apa yang terjadi jika Bibi tahu kalau Taeyong seperti itu sebab ulahnya yang kasar? Bisa jatuh nama Kim Sohyun yang selama ini mereka bela.

Sohyun mencekal suara yang hendak Taeyong keluarkan. Ia tahu bahwa lelaki itu akan mengadu kepada mamanya seperti bocah cilik. Dan dengan memanfaatkan keadaan mamanya yang begitu memanjakannya, bisa saja Sohyun ditendang dari rumah mereka.

"Ingat Lee Taeyong.. aku menyimpan fotomu bersama seorang wanita hari ini."

Bisik Sohyun pada telinga kiri Lee Taeyong.

"Tidak apa-apa, Ma. Aku tadi hanya terjatuh saat bermain basket dengan Johnny."

"Aduh.. Sayang. Lain kali kalau main hati-hati dong. Lagian, sejak kapan kamu aktif main basket?"

"Uhm.. itu.. hobi baruku, Ma. Aku menekuninya akhir-akhir ini."

"Ehm.. permisi, Bi. Aku akan membawa Taeyong ke kamarnya."

"Eh, apa tidak masalah membopongnya sendirian? Bibi akan panggilkan pelayan."

"Tidak perlu, Bi. Terima kasih. Tetapi aku cukup kuat untuk ini."

"Baiklah. Kau bawa Taeyong ke kamar. Bibi akan ambilkan kotak P3K."

................................

"Kau licik juga rupanya."

Lirik Taeyong tajam menatap wajah Sohyun yang dengan santai mengobati luka di sikunya.

"Hidup itu keras. Kita harus melakukan taktik supaya dipercaya orang lain."

Jawabnya tanpa melihat ke arah Taeyong.

"Sebenarnya kau siapa sih? Kenapa kau harus tinggal di rumahku? Apa kau tidak punya rumah? Apa kau tidak punya keluarga? Aku yakin. Kau berniat merampok harta kami!"

Sohyun meremas kain kasa yang digenggamnya. Pandangannya menggelap. Lagi-lagi masalah harta. Sohyun begitu muak dengan permasalahan dunia. Tidak bisakah manusia hidup normal dan bahagia tanpa mengedepankan hartanya?

"Aku tidak butuh hartamu."

Sahutnya yang masih mencoba terlihat tenang.

Taeyong jenuh memperhatikan Sohyun yang sok baik-baik saja. Pria itu hanya ingin lepas dan menikmati kebebasannya seperti dulu. Namun, sejak gadis itu tiba kesenangannya perlahan mulai hancur.

"Kalau begitu, pergilah dari sini. Untuk apa kau habiskan waktumu dengan terus memata-mataiku?"

Sohyun membanting kotak P3K di atas meja dengan keras. Taeyong merasa terkejut dan menjadi agak takut. Bagaimana kalau gadis itu marah padanya? Taeyong tak dapat membayangan. Mungkin, lengan dan kakinya bisa dipatahkan dengan tangan besi gadis tersebut.

"Aku tidak akan pergi. Apapun yang terjadi."

'Apa tujuannya tinggal di rumahku? Mencurigakan.'

Sohyun berdiri dan ingin meninggalkan kamar Taeyong.

Sebelum menyentuh pintu, dirinya berhenti tanpa berbalik.

"Dan ya. Satu hal lagi. Kalau kau mencoba menjatuhkanku, aku akan berikan foto itu pada papamu. Dan selanjutnya, kau pasti tau apa yang akan terjadi."

.

.

.

.

.

"Apa anak itu sudah pulang?"

Tanya Papa Taeyong yang baru saja datang dari arah pintu masuk. Istrinya lalu menghampiri dan membantu suaminya melepaskan dasi.

"Iya. Ia pulang bersama Sohyun. Kakinya terluka saat bermain basket bersama Johnny."

"Ma. Aku melihat belakangan ini Taeyong menuruti perintahku. Aku pikir, itu semua berkat gadis yang kau bawa."

"Benar, Pa. Sohyun memang tidak pernah mengecewakan kita."

"Apa Mama berpikir hal yang sama dengan Papa?"

Suasana hening sejenak.

"Tampaknya begitu."

Papa dan Mama Taeyong saling melempar pandang. Kemudian, senyuman terukir di bibir mereka masing-masing. Senyuman yang alasannya hanya mereka berdua yang tau.

...................................

"Bibi, apa ini?"

"Itu untukmu, Nak. Pakailah."

"T-tapi--"

"Tidak ada tapi-tapian. Bibi mau mengajakmu jalan-jalan."

Sohyun disodorkan sebuah pakaian. Tepatnya sebuah dress casual selutut berwarna putih dengan corak bunga.

'Astaga! Aku tidak mau memakainya!'

"Kenapa Sohyun? Cepat ganti pakaianmu. Kita tidak punya banyak waktu."

Tanpa menunggu respon Sohyun, Mama Taeyong sudah mendorong tubuh gadis itu untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Bergegaslah Sohyun. Bibi tunggu di bawah!"

...................................

"Ma, kita mau kemana sih? Taeyong kan males mau keluar pagi-pagi begini."

"Sekali-kali, kau harus menikmati hari libur kuliahmu, Taeyong."

'Padahal aku mau bertemu Jennie dan melanjutkan kencanku kemarin.'

Pikir Taeyong seolah tidak pernah kapok.

"Lalu, kenapa kita harus mengajak anak itu? Bikin badmood saja!"

"Karena, tanpanya Mama tidak akan punya agenda denganmu hari ini."

"Nah. Itu dia, Sohyun sudah datang!"

Sohyun menuruni tangga dengan perasaan cemas. Ia merasa kikuk dengan penampilannya saat ini. Terlebih, ketika Taeyong tiada henti memandangi kedatangannya.

'Apa aku terlihat aneh dengan rok ini?'

"Taeyong?"

"I-iya Ma!"

Taeyong terkesiap. Berhenti mengagumi sosok Sohyun baru yang ia lihat pagi ini.

"Sohyun, kau siap?"

Sohyun menunduk malu.

"Baiklah. Ayo kita berangkat."

Mereka masuk ke dalam sebuah mobil yang sudah diisi seorang sopir. Posisi Mama Taeyong duduk di depan. Sementara putranya dan Sohyun duduk bersebelahan--canggung di kursi belakang.

.................................

"Jadi ini hanya acara makan siang bersama?"

Keluh Taeyong.

'Benar-benar membuang waktu!'

"Kenapa? Apa kau tidak mau menemani Mama?"

'Yang benar saja? Tentu aku mau. Tapi.. gadis itu--'

"Sohyun? Kenapa kau gelisah?"

Sohyun berulangkali merapatkan roknya. Ia merasa tak nyaman. Juga dengan rambutnya yang setengah diikat. Ia merasa gerah. Pada saat memasuki kamarnya, entah sejak kapan ada seorang pelayan disana. Ia mendandani Sohyun sampai sesempurna itu. Cantik.

"Tenang saja. Kau cantik mengenakannya. Kenapa merasa tidak nyaman?"

"Cantik Mama bilang?"

"Dia hanya bikin malu saja. Jujur. Awalnya aku kagum melihatnya tampil begitu, tetapi.. saat ia berjalan memasuki mall tadi.."

"Astaga! Pendapatku jadi berubah!"

"Bagaimana ia berjalan selebar itu?? Tak anggun sama sekali! Percuma memakai pakaian feminim kalau kelakuannya tetap maskulin!"

"Taeyong!! Jaga bicaramu. Kau bisa menyakiti perasaan Sohyun."

"Tidak apa-apa Bi. Aku sudah terbiasa dengan kalimatnya."

"Bi, a-aku izin ke toilet sebentar."

"Ke toilet saja pakai izin segala. Memangnya anak SD?"

"Taeyong!!"

Mamanya mencubit lengan Taeyong membuat pria itu mengaduh. Sohyun yang acuh berjalan menjauhi keduanya.

Ia tidak terima mendengar Taeyong mengejeknya. Andai pemuda itu tahu kejadian yang sebenarnya...

Sohyun ingin sekali menampar mulut Taeyong, kalau saja perasaannya baik hari ini.

Ketika menginjakkan kaki di mall tersebut, Sohyun semakin khawatir. Membaca papan nama bertuliskan 'Metropoliz', yang mana merupakan sebuah pusat perbelanjaan terbesar dan terkenal di Seoul hatinya semakin getir.

'Seharusnya aku tidak berada disini.'

Sohyun menatap dirinya di depan cermin. Ia senang melihat make up itu begitu indah terpoles di area wajahnya. Jujur, ia merindukan saat-saat ia menjadi dirinya sendiri. Kalau saja masalah itu tidak menimpa kehidupannya, ia tak mungkin jadi begini.

Sohyun merapikan penampilannya. Ia mengatur nafas dan segera keluar dari kamar mandi.

'Bagaimana? Apa kau sudah meninjau pemasukan kita minggu ini?'

'Belum Tuan. Tetapi, akan segera kami kerjakan. Kami masih menunggu beberapa laporan keuangan.'

'Baiklah. Urus secepatnya, aku tidak mau tahu, sore ini laporan itu harus selesai! Mengerti?'

'Baik, Tuan.'



Sohyun berhenti.

'Astaga, suara itu lagi!'

Sohyun melihat seorang pria berpostur lumayan tinggi. Ia memakai pakaian formal dan sorot matanya yang selalu mengerikan di mata Sohyun, membuat gadis itu enggan melangkah. Ia membalikkan badannya cepat-cepat.

"Permisi Nona?"

'Oh tidak! Apa dia melihatku?'

"Dompet Anda terjatuh."

'Dompet? Bagaimana kalau ia menemukan identitasku?'







"Sini!"

Suara pria yang lain muncul. Sebuah lengan tiba-tiba melingkar di pinggang Sohyun. Sohyun tak dapat mengamati muka pria yang baru saja datang itu karena posisi mereka tak saling berhadapan, namun dari suara beratnya, itu pasti Lee Taeyong!

"Lee Taeyong, pewaris Perusahaan Canopus?"

"Wah. Angin apa yang mempertemukan kita kembali? Setelah kau menjatuhkan dompetmu, sekarang giliran--"

"Dia calon tunanganku."

Taeyong menelan ludah.

Pria di depannya tersenyum simpul.

"Sekarang, giliran calon tunanganmu yang menjatuhkan dompet."

Lanjut pria tersebut sambil menatap ragu ke arah Sohyun yang memunggunginya.

"Entah kenapa, postur tubuh tunanganmu mengingatkanku pada gadis cantik yang aku kenal."

"Tolong berhenti menatap seperti itu pada calon tunanganku, Tuan Chan. Dan terima kasih atas dompetnya."

Taeyong lalu berbalik badan. Lengannya masih merangkul Sohyun dan membawa Sohyun pergi. Taeyong merasa ada yang aneh dengan pria bernama Bang Chan. Setiap kali Taeyong memandang jauh ke matanya, terpancar sebuah hasrat pria tersebut menginginkan Sohyun menjadi miliknya. Walaupun itu tak kentara. Semoga, perasaannya salah. Semoga saja, Sohyun hanya mirip dengan gadis pria tersebut. Hanya mirip.

"Kita mau kemana sih?"

"Berhenti merangkulku!"

"Kenapa? Kau kan calon tunanganku?"

"Apaan sih??"

Otak Sohyun berputar memikirkan sesuatu yang aneh.

"Tunggu!"

Sohyun berhenti.

'Apa dia bilang tadi? Apa yang dia katakan pada pria itu tadi? Apa yang barusan ia katakan padaku tadi?'






"Calon tunanganmu????!!!!!"


'Omong kosong apalagi ini?!'

























To be Continued..


Iya, Sohyun.. kamu calon tunangannya si playboy manja Lee Taeyong😋😋


Next (?)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro