23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bodoh kalian semua! Menangkap satu orang saja tidak becus!"

"Kalau kalian tau gadis itu masuk ke apartemen lamanya, harusnya kalian bisa menduga kalau gadis itu akan mengambil motornya! Kemana otak kalian semua, hah? Sia-sia aku mengeluarkan uang untuk membayar anak buah goblok seperti kalian!"

"Arghh!"

Laki-laki itu membanting ponselnya sembarangan. Ia menghancurkan beberapa pot bunga dan tatanan kursi yang ada di balkon hotel tempatnya berdiri.

Ketika semua orang sibuk mengikuti pesta yang ada di dalam ruangan, lelaki itu justru marah-marah tidak jelas setelah menerima telepon sebelumnya.

Seorang gadis melangkah mendekati pria tersebut, bibirnya menyeringai.

"Siapa yang gagal kau tangkap, Kak?"

"Sohyun?"

Ya, Bangchan yang tempramen itulah yang berdiri penuh amarah di balkon. Melihat Sohyun tiba di pestanya, senyuman di wajah Chan langsung muncul.

"Masih punya nyali rupanya kau."

"Tentu saja, Kak. Takut pada orang sepertimu adalah tindakan pengecut. Dan aku bukan pengecut!"

"Bagus Kim Sohyun, aku suka gaya pemberanimu. Ngomong-ngomong..."

"Kau sangat cantik malam ini."

Bangchan mendekati Sohyun. Memutari tubuh gadis itu 360°, kemudian berhenti tepat di hadapannya.

"Apa kau berusaha merayuku hari ini? Aku suka bibirmu!"

Sohyun menampar tangan Bangchan yang hendak menyentuh bibir dan pipinya.

"Tanganmu kotor, Kak! Cuih!"

Mengetahui perlawanan Kim Sohyun yang sampai berani meludah di depannya bukan membuat Bangchan semakin geram. Dirinya malah tertawa keras.

"Wah, Sohyun.. lama tak bertemu denganmu, kau bertambah berani saja ya!"

Ujar Bangchan sambil mentowel dagu Kim Sohyun.

Sepertinya ide untuk memberi peringatan kepada Bangchan adalah salah. Apalagi, Sohyun menghadapi kakak tirinya sendirian.

Bangchan tak henti membuat Sohyun gelisah. Ia memojokkan Sohyun ke suatu tempat yang lebih sepi di area balkon tersebut.

"Berhenti, Kak! Aku kesini untuk memberikanmu dan Mama peringatan! Aku tak akan diam sampai kalian berhenti berbuat kejam!! Aku tak akan memaafkan kalian jika kalian sampai menyakiti Papa! Aku akan segera menghentikan rencana busuk kalian! Ingat baik-baik!"

"Syuut.. gadis manis. Adikku sayang.. jangan berisik. Nanti ada yang dengar.."

Sohyun sudah berusaha menimbulkan rasa kesal pada diri Bangchan, namun tak pernah berhasil. Pria itu sangat gila. Apa yang sedang Bangchan pikirkan saat ini?

"Sebaiknya kau juga berhenti Sohyun. Berhentilah bersembunyi dan ikut bersamaku! Ayolah, adikku sayang.. kakakmu ini sangat merindukanmu di rumah.."

"Jangan mimpi kau, Chan! Aku tak akan kembali ke rumah sebelum berhasil membereskan kalian!"

Bangchan mencekik leher Sohyun. Kali ini, kesabarannya mulai habis. Sohyun kesulitan bernapas.

"Sohyun.. aku lelah mengejarmu! Kali ini, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan lagi. Akan kubawa kau sekarang juga!"

Bangchan memeluk tubuh Sohyun dari belakang, kemudian membungkam mulut gadis itu. Namun, usahanya hendak membawa kabur Sohyun gagal karena ia hampir ketahuan oleh seseorang.

"Kim Sohyun? Kau dimana??"

"Sohyunn?? Apa kau disini?"

Sohyun ingin berteriak. Tetapi, Bangchan membungkam mulut Sohyun lebih kuat lagi.

"Dengar Kim Sohyun! Kalau sampai kau membocorkan tentangku pada anak manja itu, aku akan membunuh papamu!"

Dan setelah ancaman itu, Bangchan kabur melalui pintu yang lain.

"Sohyun?!"

Taeyong menemukan Sohyun terjatuh di atas lantai meski kesadaran gadis itu masih utuh.

"Kau kenapa?"

"Aku merasa.. pusing saja. Bisa bawa aku ke dalam?"

"Baiklah."

Taeyong tanpa ragu dan malu menggendong tubuh Sohyun dan mendudukkannya di atas sebuah sofa, dimana tak seorang pun duduk di sofa tersebut.

"Minumlah."

Taeyong menyodorkan segelas air putih. Sohyun pun meminumnya dengan tenang.

"Sudah baikan?"

"Sohyun! Kau kenapa?"

Secara tiba-tiba, Jaehyun muncul. Taeyong sampai lupa kalau Jaehyun juga diundang ke acara pesta tersebut. Hal itu membuat Taeyong sedikit kesal.

"Aku baik-baik saja."

"Heh, Jaehyun. Ikut aku sebentar!"

Taeyong menyeret tangan Jaehyun menuju ke sudut ruangan. Tangannya merogoh saku yang berada di balik jas hitam yang ia kenakan.

"Ini!"

Taeyong menyerahkan sebuah kertas yang tampak kaku. Jaehyun menatap kertas itu penuh tanda tanya.

"Apa ini?"

"Mulai sekarang, jangan dekati calon istriku. Kami akan segera menikah!"

Tangan Jaehyun bergetar menerima kertas yang rupanya sebuah undangan pernikahan. Tertera nama Taeyong dan Sohyun di sana.

"Itu masih contoh undangan yang belum jadi. Aku memberikannya padamu sebagai bukti. Sohyun pasti tidak tega memberitahumu kabar ini, oleh sebab itu ia memintaku untuk menyampaikannya padamu."

"Jangan bohong! Kau pasti cemburu padaku kan, makanya kau lakukan semua ini?"

"Apa wajahku tampak sedang berbohong? Aku serius, Jung Jaehyun!"

Hati Jaehyun tercerai-berai. Dirinya antara percaya dan tidak percaya. Setengah hatinya merasa bahwa Sohyun tak mungkin akan meninggalkan Jaehyun. Sementara, setengah hatinya yang lain percaya dengan undangan yang Taeyong beri.

..........................

Pesta yang membosankan itu berakhir juga. Karena Taeyong dan Sohyun berangkat menaiki sebuah sepeda motor, mereka pun harus kembali ke apartemen dan mengambil mobil yang mereka parkirkan di basement.

Taeyong yang sedari tadi penasaran, akhirnya membuka berbagai pertanyaan yang memenuhi isi kepalanya.

"Motor siapa yang kau ambil ini, Sohyun? Dan sejak kapan kau bisa mengendarai motor? Bukankah Mama menemukanmu di jalanan? Tidak mungkin kau bisa punya motor. Dan ini apartemen siapa?"

"Kau bisa tanyakan itu nanti? Aku sedang malas menjawab semua pertanyaanmu. Sebaiknya kita segera pulang, aku merasa lelah."

Benar. Energi Sohyun terkuras sebab berhadapan dengan kakak tirinya tadi. Jujur saja, sesungguhnya Sohyun tak punya nyali. Namun, demi menjaga keselamatan papanya ia harus berani melawan.

Kakinya terasa lemas saat ini. Jantungnya pun juga masih berdegup kencang sebab cukup ketakutan.

Taeyong memperhatikan Sohyun sejak tadi. Acara menyetirnya menjadi tidak fokus. Ia khawatir, Sohyun tak kelihatan seperti biasanya.

"Taeyong.."

"Sohyun."

Panggil mereka berbarengan.

"Kau duluan saja."

Sohyun melirik Taeyong malu-malu.

"Terima kasih."

"Eh, buat apa?"

"Buat menolongku di balkon tadi."

"Oh.. itu. Santai saja. Sepertinya kau kelelahan."

'Aku tidak kelelahan, tapi seandainya kau tak datang, aku pasti sudah dibawa pergi oleh Bangchan.'

"Kau, tadi mau bicara apa?"

"Eum.. apa kau sungguh mau membantu skripsiku?"

"Tentu."

"Apa kau menyetujui persyaratanku?"

Hati Sohyun bimbang. Ia sama sekali belum memikirkan tentang pemenuhan syarat yang diajukan Taeyong. Apa ia harus berbohong lagi? Pura-pura menjauhi Jaehyun di depan Taeyong?

Baiklah. Untuk sekarang ini, Sohyun akan menyetujuinya. Selebihnya, ia akan memberitahu Jaehyun kalau mereka harus berpura-pura saling menjauh supaya Taeyong tidak curiga.

"Baiklah. Aku akan berusaha memenuhi syaratmu."

"Oke. Kita mulai besok."

Sohyun tersenyum. Sayangnya, ia tak menyadari rencana Taeyong untuk membuat Sohyun dan Jaehyun terpisah dan menjauhi secara alami.

"Sudah sampai. Apa kau kuat berjalan?"

"Aku masih kuat. Tenang saja.."

Taeyong bergegas keluar dari mobil. Ia membukakan pintu mobil untuk Sohyun, kemudian secara spontan ia meletakkan lengan Sohyun ke lehernya, dan menggendong gadis itu ke dalam.

"Apa yang kau lakukan? Turunkan. Aku bisa jalan sendiri."

"Diamlah. Anggap saja ini ucapan terima kasihku karena kau mau membantuku menyelesaikan skripsi."

Di dalam rumah, keluarga Taeyong menunggu di ruang tamu. Mama Taeyong terkejut saat Taeyong datang dengan menggendong Kim Sohyun. Tentu saja mamanya khawatir akan keadaan Sohyun sampai-sampai Sohyun digendong seperti itu.

"Sohyun kenapa, Yong? Apa dia sakit?"

"Nggak papa kok, Ma. Sohyun cuma butuh istirahat aja. Taeyong pergi nganterin Sohyun ke kamarnya dulu ya."

"Pa, lihat anak kita. Mereka romantis sekali.."

Papa dan Mama Taeyong tersenyam-senyum seperti menikmati masa muda mereka sebelumnya. Melihat Taeyong dan Sohyun yang mesra, membuat kedua orangtua itu teringat masa berpacaran mereka.

Soojin yang duduk di sana seperti patung berusaha mencerna pemandangan yang ia lihat.

'Sial! Kim Sohyun semakin berhasil mengambil hati Kak Taeyong. Awas saja!'

..........................

"Kau istirahatlah."

"Terima kasih."

"Ehm.. sebentar."

Taeyong mengeluarkan sapu tangan tangan dari saku celananya. Ia mengusapkan sapu tangan itu ke bibir Sohyun, menjadikan lipstik merah itu perlahan menghilang.

"Kau jangan pernah lagi mengenakan lipstik itu. Mama tidak pernah tau seleraku. Sebenarnya, aku lebih menyukai cewek tanpa polesan make up apapun. Aku suka cewek yang natural."

Sohyun terharu. Jarang sekali ada cowok yang menyukai cewek tanpa make up. Ah, tetapi palyboy seperti Taeyong bicara begitu? Apa dia serius? Apa dia tidak sedang menggombal?

"Taeyong.. aku tidak akan tergoda olehmu. Kau hanya menggombaliku kan? Playboy mana yang menyukai gadis tanpa make up?"

Komentar Sohyun sambil tersenyum sinis.

"Aku memang playboy. Tetapi, sebagai seorang cowok tanpa embel-embel playboy, aku juga punya kriteria cewek tersendiri."

"Oh.. begitu.."

Tanggapan Sohyun sedikit mengejek.

"Aku serius Sohyun! Kenapa kau tak percaya padaku?"

"Jadi kau berusaha membuatku seperti gadis idamanmu, ya?"

"Hah? Apa??"

"Kau menghapus lipstikku dan membuatnya terlihat natural. Apa sekarang aku terlihat ideal?"

Goda Sohyun.

Pipi Taeyong memerah.

Hei! Disini aku yang playboy! Tetapi kenapa malah aku yang digoda?

............................

Di rumahnya, Jaehyun mondar-mandir memegang undangan setengah jadi dari Taeyong. Apa benar Sohyun akan menikahi laki-laki itu?

Kenapa Sohyun tak pernah jujur pada Jaehyun kalau dia mulai menyukai Taeyong?

Tidak tahukah Sohyun bahwa Jaehyun sudah mempersiapkan cincin permata yang nanti akan ia gunakan untuk meminang Sohyun setelah usahanya menghancurkan rencana Bangchan berhasil?

Jaehyun meremas dan membuang undangan itu ke tempat sampah.

"Aku tidak akan percaya omong kosong anak itu sebelum Sohyun sendiri yang mengatakannya!"



















To be Continued.

Next (?)


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro