28

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Bagaimana keadaan Taeyong?”

Dia Kim Sohyun.

Pakaiannya lusuh dan rambutnya tak berbentuk lagi. Ada rasa resah yang berpadu dalam tangisnya, dadanya tak kuasa menahan sesak melihat seorang pemuda terbaring lemah tak berdaya di depannya. Ingin segera gadis itu menghampiri, namun lengannya ditahan oleh ibu dari seseorang yang sekarat tersebut. Sohyun dipaksa, dibawa pergi ke luar ruangan. Lengannya memerah dan terasa sakit. Pipinya panas saat tiba-tiba bekas telapak tangan tercetak disana dan menimbulkan suara yang cukup keras serta cukup mengiris hati gadis menyedihkan itu.

Sebagai seorang ibu yang telah mengandung dan melahirkan Taeyong, sudah pasti rasa marah dan kecewa berbaur menjadi satu. Putranya kritis, sementara tunangan pilihannya sendiri kabur entah kemana ketika Taeyong membutuhkan. Sohyun tak bisa memberi penjelasan bahwa dirinya diculik, ah, tidak! lebih tepatnya ia hampir diculik. Panjang ceritanya sampai ia bisa kabur dari dalam mobil yang mengerikan itu. Lalu, bagaimana Sohyun menutupi kejadian yang berkaitan dengan identitas dirinya?

“Ma.. aku..”

“Kau kemana?! Kau lihat?? Taeyong sekarat dank au meninggalkannya! Kau tidak bertanggung jawab!”

“Ma.. aku berusaha mencari bantuan warga sekitar. Aku tak tega melihat Taeyong disakiti… Maafkan aku..”

Sohyun tidak mampu menyelam ke dalam tatapan wanita yang diliputi emosi itu, rasa bersalah yang amat besar mengganjal niatan dalam otaknya untuk meyakinkan kebohongan yang ia rajut. Sohyun tak sanggup lagi menyembunyikan kebenaran, tetapi ia juga tidak bisa membocorkannya atau keselamatan papanya terancam.

Sohyun menghentikan tangisnya ketika tubuh wanita paruh baya itu memeluknya. Sungguh, rasa penyesalan dan bersalah Sohyun semakin menumpuk. Bagaimana bisa wanita itu menggoyahkan pendirian teguh yang mati-matian ia pertahankan? Mengapa ibu dari Lee Taeyong terlalu baik dan terlalu mempercayainya? Padahal, gara-gara dirinya lah kondisi Taeyong hampir tak terselamatkan.

“Maafkan Mama, Nak. Kau pasti juga terluka.. Mama tidak bisa mengontrol diri, Mama terlalu takut jika kehilangan putra mama satu-satunya.”

Begitulah kenyataannya. Tak ada satu pun yang membenci Sohyun, kecuali Soojin. Sebesar apa pun rasa tidak suka gadis itu terhadap Sohyun, tetap saja tiada berguna sebab pembelaan muncul dari semua pihak. Termasuk kakaknya sendiri, Johnny dan teman-teman Taeyong yang lain. Mereka datang seketika sejak kabar buruk Taeyong mereka terima.

“Soojin, jangan menyalahkan orang lain! Yang terpenting, kita tahu bahwa Taeyong sudah aman. Dan hari ini, kakak sekalian menjemputmu pulang.”

Ujar Johnny pada Soojin yang bermata elang, ia terus memberi tatapan menyelidik pada Sohyun dan akhirnya terhenti setelah kata ‘pulang’ keluar dari mulut kakaknya.

Soojin berusaha menolak, sayangnya ia gagal sebab orangtua Taeyong pun menyarankan agar Soojin ikut pulang bersama Johnny.

Matahari kian bergulir ke arah barat. Semburat merah kekuningan tercetak jelas di langit, tembus pandang melalui sebuah jendela kaca yang terpasang penuh hayat di ruangan yang begitu luasnya. Sohyun tetap setia duduk di samping Taeyong. Menunggu pria itu membuka kelopak matanya dan kembali menikmati dunia.  Orangtua Taeyong pergi sejak beberapa jam lalu untuk mengurus masalah Taeyong di kepolisian. Sohyun berharap agar mama dan kakak tirinya mempertanggung-jawabkan kejahatannya pada Taeyong, namun sepertinya harapan itu akan sia-sia.

“Kak?”

Sohyun melirik dari arah pintu. Gadis berwajah mungil dan bermata bundar itu datang menghambur memeluk tubuh Sohyun yang terasa kaku. Gadis itu terlihat khawatir. Beberapa kali ia menanyakan, apakah Sohyun baik-baik saja? Apakah dia tak terluka? Apakah dia masih merasa sakit? Dan sebagainya. Bagi Sohyun, kecerewetan Yuqi adalah sebuah hiburan yang mampu menyemangati dirinya untuk tetap bertahan dan berjuang. Tak sama dengan kedua keluarga sedarahnya, Yuqi hanyalah seorang gadis belia polos yang tak mengerti apa-apa. Sohyun sangat menyayanginya meskipun Yuqi bukan saudara kandungnya sendiri.

“Bagaimana kau tau aku ada disini?”

“Kak Jaehyun.. Dia menceritakan semuanya.”

Tentu saja! Jaehyun memiliki hubungan baik dengan keluarga Lee. Ia pasti mendengar kabar tentang Sohyun dari Tuan Lee sendiri.

Dalam hati kecilnya Sohyun merasa senang sebab Jaehyun rupanya masih mempedulikannya. Buktinya, pria hangat itu tahu bahwa hari ini ada kejadian buruk yang menimpa Sohyun. Namun, jika Jaehyun menceritakan semua, apa artinya Yuqi tahu bahwa dalang di balik semua itu adalah mama dan kakaknya sendiri?

“Menceritakan semuanya? Bagaimana?”

“Kak Jaehyun bilang, kalau Kakak kena rampok di jalan. Terus terluka dan berada di rumah sakit. Syukurlah, Kakak baik-baik saja.”

Sohyun menghembuskan nafasnya lega, Yuqi masih belum mengetahui seluk-beluk masalah yang ada di keluarga mereka. Benar, gadis itu terlalu muda untuk mendapatkan berbagai tekanan hidup. Sohyun hanya tak mau saja membebani pikiran Yuqi dengan masalah-masalah yang berat. Ia mencoba menjadi kakak yang terbaik. Biarlah waktu yang mengungkap sekejam apakah keluarga gadis itu.

“Sohyun? Taeyong?” 

“Eh, Lucas. Masuklah.”

Lucas, pria bemanik besar itu juga mendengar kabar buruk tentang Taeyong dan juga Sohyun. Dengan inisiatifnya, ia datang dan menjenguk keduanya. Lucas merasa lega karena orang pertama yang ia lihat adalah Sohyun, dan gadis itu tampak baik-baik saja. Sementara sahabatnya, Taeyong, begitu pucat dan mengenaskan terbaring di atas ranjang serba putih. Ada satu hal yang menangkap perhatian Lucas. Di sana, di sebelah Sohyun berdiri seorang gadis yang tak familiar.

“Lucas, ini Yuqi. Adikku yang menempuh pendidikan di Cina dan sekarang pulang ke Korea, yang pernah kuceritakan padamu.”

Lucas ber-oh ria. Tanpa canggung-canggung, ia menjulurkan tangannya dengan tujuan untuk memperkenalkan diri.

“Hai, Yuqi. Aku Lucas, sahabat kakakmu sewaktu di Amerika.”

Yuqi tersenyum simpul, matanya juga terlihat berbinar-binar. Apakah adik tiri Sohyun itu terpesona pada seorang Lucas? Bahkan tangan keduanya yang saling menjabat, tidak lepas-lepas.

“Ekhem!”

Suara Sohyun membuyarkan acara pandang-memandang mereka, atmosfer keduanya pun berubah menjadi lebih malu-malu kucing.

…………………………

“Sohyun…”

Ruangan yang sebelumnya hening tanpa sedetik pun suara, perlahan dipenuhi oleh rintihan-rintihan memanggil nama Sohyun. Tangan berjemari kecil nan panjang berusaha melawan diri dari kekakuan, mereka tampak bergerak-gerak. Mata yang pada mulanya terpejam, kini tampak berkedip-kedip tak sabar ingin melihat seseorang yang namanya ia panggil. Lee Taeyong terbangun dari tidur panjangnya.
Bibirnya tersenyum tipis setelah mengetahui seorang gadis tertidur di sampingnya. Syukurlah, Sohyun baik-baik saja. Namun bagaimana caranya ia kembali?

“Taeyong? Kau sadar? Aku akan panggilkan Mama.”

Sohyun bangkit dari duduknya, namun pergelangan tangannya dicekal oleh Taeyong. Dari kerlingan pria lemah itu Sohyun dapat menerjemahkan bahwa ia tak boleh meninggalkannya. Sohyun pun mendudukkan kembali dirinya, kemudian menggenggam telapak tangan Taeyong yang terasa dingin.

“Pasti sakit kan? Seharusnya aku mencegah semua itu dari awal. Kau terluka karenaku.”

Taeyong menggeleng, Sohyun tidak salah. Apa yang menimpanya sepenuhnya kesalahan Bangchan, Sohyun tak pantas menerima rasa penyesalan itu. Seharusnya Bangchan yang meminta maaf padanya. Sayangnya, Taeyong tidak mengetahui apa hubungan antara pria berbaju hitam itu dengan Sohyun sendiri.

"Kau.. terluka?"

"Tidak. Aku baik-baik saja. Lihat.. berkatmu aku tidak terluka. Tapi kau-?"

"Aku.. senang.. menolong.. te--man."

Sejak hari itu, Sohyun berjanji sekaligus untuk menebus kesalahannya, ia akan tetap bersama Taeyong, merawat dan menjaganya dengan baik sampai ia sembuh.   

Sohyun akan tetap bertahan di rumah Lee Taeyong, setidaknya sampai misi barunya selesai. Dan mungkin, jika misi terbaru itu beres.. Taeyong tak akan mau melihat wajah Sohyun lagi. Mungkin Taeyong juga akan sangat muak! Namun, inilah risiko yang harus diambil Sohyun agar ia dapat menyelamatkan nyawa dua pihak yang disayanginya.

...............................

"Mama!"

Tepat ketika Sohyun keluar untuk membeli segelas kopi, ia melihat ibunya di rumah sakit. Tak menimbang-nimbang posisinya saat itu, Sohyun berlari menuju ibunya dan mendekap raganya.

Hari itu berbeda, jika prediksi Sohyun benar, ibunya pasti akan menyingkirkan kedua lengannya dan akan mendorongnya untuk menjauh. Justru kebalikannya! Ibu Sohyun membalas pelukan putrinya dan mengusap puncak kepalanya.

"Sohyun... Apa yang terjadi selama Mama pergi?"

Akhirnya, pertanyaan yang telah lama Ibu Sohyun pendam berhasil lolos.

Keduanya saat ini tengah berada di halaman samping rumah sakit. Mereka duduk santai di atas bench dan terlihat mengambil topik yang mengakar. Dimulai dari Sohyun yang menceritakan segala kekacauan yang terjadi di rumahnya, bahwa si ibu dan kakak tirinya yang rupanya sosok serigala berbulu domba. Mereka adalah keluarga palsu yang mencoba merampas hasil kerja keras papanya, mereka ingin menguras harta dan mengatasnamakan warisan dalam surat wasiat dengan nama Bangchan.

Mendengar hal tersebut, Ibu Sohyun sudah tidak heran lagi. Dugaannya selama ini benar. Janda bernama Hwayeon yang merebut hati suaminya itu bukanlah wanita yang tulus dan baik. Seperti wanita matre pada umumnya, Hwayeon hanya mengincar harta keluarga Sohyun.

Sohyun juga menceritakan jika selama setahun lebih ini menyamar, ia kabur  bak buronan penjara yang terus dikejar-kejar polisi. Ia pun tinggal bersama keluarga Lee dan berpura-pura menjadi tunangan Taeyong.

Ibu Sohyun, Ha Jiwon merasa terpukul dan terharu atas usaha keras yang selama ini diperbuat putrinya. Sohyun banyak menderita tetapi Jiwon tak mau tau. Beberapa jam lalu, saat ia mendapat informasi bahwa Taeyong dilarikan ke rumah sakit, buru-buru Jiwon datang untuk memastikan keadaan Taeyong, anak didiknya, sekaligus keadaan Sohyun yang namanya sempat disangkut-pautkan dengan kejadian yang menimpa Taeyong.

Paling tidak, ada satu keberuntungan yang dipetik oleh Sohyun hari itu. Bahwa ia berhasil mendapatkan kembali ibunya, itu adalah sebuah kenyataan yang manis. Sekarang, ia tidak perlu takut sendirian sebab ibunya berada di sampingnya untuk memberikan dukungan penuh.

"Sekarang, kau tidak berjuang sendirian Nak. Mama ada bersamamu.. jangan pernah takut. Kita akan sama-sama membongkar kelicikan Hwayeon, dan kita akan menyelamatkan papamu."



























To be Continued.

Hari ini double up ya ;)

Next (?)

Silakan baca next-nyaa!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro