32

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Oke, sebelum aku mulai, aku mau nanya pendirian kalian dulu.

Sebenarnya kalian suka couple JaeSo apa TaeHyun nih?

Karena, ingatlah.. sesungguhnya author tak berniat mengecewakan. Sekian dan terima kasih. Wkwkwk

Siap-siaplah untuk part ini😉 Karena aku bikin dari Point of View-nya Lee Tiway

..........

Taeyong POV

Hari terus bergulir mengikuti alur sang takdir, tidak tahu hujan, panas, salju atau apapun. Iya, aku lupa waktu. Sejak aku mengambil keputusan itu, kesehatan otakku semakin terganggu. Terutama dalam hal mengingat dan berpikir kritis. Aku lupa jika kemarin ulang tahun mama. Mama marah karena aku tak menyiapkan kado untuknya. Aku lupa arah kampus, hasilnya beberapa hari ini aku sering terlambat ke kelas karena salah arah. Aku lupa kalau makan sehari tiga kali, hingga aku melewatkan makan siangku lebih dari sekali. Anehnya, cacingku yang sering kelaparan entah minggat kemana sampai-sampai nafsu makanku pun menurun drastis. Bobot tubuhku jadi turun 5 kg. Lupakan, bukan itu inti permasalahan yang ingin aku bahas.

Astaga! Aku ada janji dengan Johnny dan Lucas di kantin! Aku lupa lagi!

Kulirik arlojiku, sungguh aku terlambat hampir setengah jam. Kuharap, saat aku tiba mereka tidak berniat mencincang tubuhku yang dagingnya mulai menyusut menyisakan tulang ini.

"Wah, Bro! Baru dateng? Lihat, nih..
Tubuhku mulai lumutan."

"Iya nih. Kemana saja kau ini, Hyung? Johnny Hyung bukan cuma lumutan, tapi panuan sampai ke ubun-ubun!"

Dua anak ini mulai ribut gara-gara aku telat. Lagian, setengah jam selama apa sih? Mereka pikir butuh waktu sampai mereka memfosil dulu supaya aku datang sesuai jam pertemuan? Mereka memang duo berlebihan sepanjang masa. Tidak tahu apa kalau belakangan ini pikiranku terus tidak tenang?

"Maaf.. gitu doang ngambek kalian. Ya udah, sekarang aku yang traktir makan. Gimana?"

"Serius nih?"

Anak satu ini, bukan cuma matanya yang lebar. Mulutnya juga lebar, bonus sama perutnya yang gampang melar kalau sudah berurusan dengan makanan. Dan yang paling utama, makanannya gratis. Netes deh itu iler mereka semua. Luluh lah Johnny dan juga Lucas dalam waktu singkat.

"Pesen apa, Cas?"

"Pokoknya aku mau pesen semua yang enak-anak. Nasi sama lauk paket komplit. Minuman harus seimbang antara yang dingin, anget, sama panas. Antara yang manis, asem, atau pahit. Jangan lupa camilan sama dessert-nya. Semua harus Lucas pesen Hyung! Mumpung gratisan."

Oke-oke. Aku dengar ocehanmu, Lucas. Kau yang aku ingat pertama kali jika isi dompetku tercekik nanti. RIP dompet tebal kesayanganku.

Tapi ada perasaan lega juga. Melihat kedua sahabatku yang saling menghina ini, aku jadi terhibur. Bukan maksudnya mendukung pertengkaran kecil mereka, hanya saja aku merasa bahwa Johnny dan Lucas memang sengaja menemuiku untuk membuatku tertawa. Mereka memang sahabat terbaik.

Aku tak menceritakan tentang masalah apa yang sampai sekarang ini menghantui otakku, sepertinya mereka sudah tahu. Jadi, aku pun tak berniat untuk membiarkan mereka menggali lebih jauh isi hatiku. Kalau mereka sampai mengulik segalanya, yang ada aku diliputi rasa malu, layaknya seorang korban mengenaskan.

Satu kata yang sedari dulu berusaha aku cari dan temukan, yaitu cinta. Aku ingin tahu serumit apakah cinta itu. Aku seorang playboy. Aku mengencani banyak wanita, kebanyakan aku melirik dari tampang dan kantong mereka. Kemudian aku tersadar, bahwa cinta tak sebatas fisik dan ekonomi belaka. Tetapi aku abai, dengan menghindari filosofis cinta agar lebih merasuki jiwaku, aku justru lebih memilih untuk melanjutkan citra diriku sebagai pemburu wanita.

Masa bodoh soal cinta, perasaan itu hanya muncul dalam dongeng saja. Buktinya, cinta yang katanya tulus itu tidak ada. Banyak pasangan mengukir sebuah hubungan percintaan atas dasar sama-sama mutual. Cinta yang katanya abadi itu tidak ada, banyak pasangan yang pada akhirnya putus hubungan karena diketahui telah tiada lagi kecocokan. Cinta yang katanya cuma satu dan setia itu tidak ada, banyak korban pengecewaan. Mereka bersiteguh untuk menjalin hubungan dengan satu yang paling dikasihinya, ujung-ujungnya juga patah hati. Perselingkuhan dan intrik terjadi dimana-mana. Cinta itu tak sedamai tidur kita. Ibaratnya, di sisi lain ada mimpi indahnya, namun ada pula mimpi buruknya. Cinta itu banyak risiko dan juga luka. Mencintai itu butuh proses yang lama.

Itulah yang sampai detik ini dapat aku simpulkan. Tentang perasaanku, hatiku, jiwaku, pikiranku.. mereka merasakan beberapa hal yang sama soal cinta. Logikaku sendiri sampai tidak bisa mentolerir, sudah sejauh manakah aku terjebak dalam konflik cinta?

Jawabannya, sejauh aku mengenal Kim Sohyun.

Aku benci, tidak suka, dan muak melihat wajahnya! Dia sama sekali tidak masuk kriteria gadis idamanku. Kacau, dingin, kasar, seperti pria, semua karakternya itu sangat menggangguku di awal kami bertemu.

Sialnya lagi, mama menjodohkan dan membuat kami sampai bertunangan. Jika dari awal aku tau Sohyun memiliki lubang cacing yang mampu menyedot pikiran negatifku tentangnya, aku tidak akan mau Tuhan memberiku jalan ini. Jalan yang justru mendekatkan kami.

Sekarang aku terjebak dalam penyesalan. Tak tau sejak kapan, tetapi...

Aku menyukai Kim Sohyun!

Semua tentang gadis itu istimewa! Senyumnya, marahnya, lucunya, ketawanya, dia memikatku dari ekspresi manapun. Ya Tuhan! Aku mengutuk diriku sendiri atas perasaan yang telah tumbuh ini. Benar kata Prof. Ji, kedekatan kami dalam sandiwara melahirkan chemistry yang terbawa sampai ke dunia nyata.

Seharusnya tidak kubiarkan perasaan ini berkembang, namun lama-lama aku tidak tahan. Gadis itu begitu berbeda. Dia apa adanya dan mencintai setiap hal yang dilakukannya. Ia percaya diri tanpa mengurangi kerendahan hatinya. Bodoh jika Jaehyun sampai tak terpikat olehnya sejak pertama kali dijodohkan!

Ya, itulah masalahku.. mereka sekarang jadi semakin rekat. Seperti amplop dan perangko, kemana-mana berdua. Sekarang aku hanya bulan yang kehilangan malamku. Tak ada ruang lagi bagiku dan Sohyun untuk sering berbincang, kecuali jika aku memanfaatkam waktu menyunting skripsi dengan baik.

Bahkan ini sudah kesekian kalinya Sohyun tidak pulang pergi bersamaku.

"Woy! Ngelamun aja! Makan dong? Jangan bikin nafsu makanku buyar gara-gara lamunanmu itu. Aku tidak mau kau kesambet dan membuat kacau di kantin!"

Seru Johnny yang agak mengagetkanku.

"Ngomong-ngomong, Sohyun pulang bareng Jaehyun Hyung lagi?"

Kali ini Lucas yang berbicara. Beberapa hari lalu, aku mengetahui bahwa Jaehyun dan Lucas itu sepupuan. Jadi aku mengorek banyak info tentang pria Jung itu darinya. Lumayan lengkap dan membantu kekhawatiranku akan kenyamanan hati Sohyun saat bersama lelaki itu.

Yah, hari ini mereka pulang bersama. Seperti hari-hari sebelumnya. Setiap kali aku melihat tangan mereka yang bergandengan, hatiku terluka. Setiap kali melihat mereka saling tertawa, hatiku terluka. Setiap kali melihat mereka mesra, pokoknya, hatiku selalu terluka! Jadi, inilah yang namanya sakit hati dalam cinta.

Dan yang membuatku semakin sedih hari ini adalah kabar bahwa aku telah berhasil menyelesaikan skripsiku! Artinya, tidak akan ada lagi acara ajar-mengajar antara aku dan Sohyun. Singkatnya, kesempatan dekatku dengannya semakin tipis tergesek waktu. Satu bulan berlalu begitu cepat. Aku tinggal menunggu Prof. Ji menerima skripsiku dan aku akan wisuda.

Sebelumnya, aku berterima kasih. Jung Jaehyun menjadi tutor dengan baik. Aku merasa siap memimpin perusahaan menggantikan papa. Sepertinya aku berubah semakin dewasa ya? Tentu saja. Semua ini adalah jasa dari seorang Kim Sohyun.

................................

"Jangan! Kau tidak pantas dengan model rambut begini! Sini aku rapikan!"

Sohyun sangat rempong mengurusi tatanan rambutku, mulutnya mulai cerewet. Tapi aku suka. Suka melihatnya hidup dalam karakter aslinya. Karena, berpura-pura itu bukanlah hal yang patut untuk dijalani.

"Kemejanya pakai yang ini saja! Lebih cocok dengan dasi yang kau pilih!"

Cerocosnya sekali lagi.

Selesai memilihkan kemeja untukku, aku pun memakainya. Sohyun masih setia berdiri di belakangku, menungguku merapikan diri sebelum berangkat ke kampus menghadiri acara wisuda.

Aku berbalik, Sohyun gercap memasangkan dasi untukku. Aku melamati wajahnya dalam-dalam seakan ini hari terakhir kami berjumpa.

"Lee Taeyong, mulai sekarang kau harus terbiasa dengan pakaian formal. Kau akan duduk di kursi pimpinan menggantikan Papamu."

"Kau juga harus terbiasa memakai dasimu sendiri karena setelah ini, mungkin--"

Sohyun menghentikan gerakan tangannya yang lihai membenahi dasi kemejaku. Mataku pun mulai berkaca-kaca. Ini pertama kalinya aku cengeng di depan wanita. Sohyun lah yang membuatku terlihat semakin berbeda dari hari ke hari. Hanya gadis itu yang bisa.

"Mungkin apa?"

Pertanyaanku pun keluar dari tenggorokan yang agak bergetar. Aku menahan isak. Di hari spesialku ini, semua harus tampak sempurna. Tidak boleh ada air mata, yang ada hanya senyum keberhasilan! Shit! Aku mengabaikan itu semua dan sekarang hampir menangis menyaksikan hidung Sohyun yang memerah.

Gadis itu sama sepertiku. Ia tampak menahan air matanya keluar.

"Kau tau.. aku senang karena menjadi orang pertama yang mengajarimu menggunakan dasi. Bahkan di hari spesialmu ini.. aku mendampingimu. Tapi kau tau.. itu tak akan lama lagi."

Jantungku serasa berhenti berdetak. Tolong Sohyun.. jangan lanjutkan kalimatmu! Karena aku tau, kalimat itulah yang menuntunku masuk dalam lubang patah hati yang sesungguhnya!

Sohyun menggenggam kedua tanganku, ada sesuatu yang mengganjal yang ia selipkan di antara genggaman tangan kami. Perasaanku mulai tidak enak.

"Karena kita harus mengakhiri kepura-puraan ini sebelum semua terlambat."

Lolos sudah air mataku. Ya Tuhan, inikah sakit hati? Rasanya seperti ditusuk belati. Bukan cuma satu, tapi ribuan. Rasanya seperti disayati tipis-tipis sampai hatiku tak bersisa. Taeyong yang selalu mendapat kesenangannya, pada hari ini pun terluka.

Catat ini sebagai hari paling bersejarah, namun yang terburuk dalam sejarah hidupku!

Terburuk!

Butir air mata Sohyun menetes membasahi telapak tanganku, juga membasahi benda bulat berlubang yang terbuat dari perak dan permata itu. Aku merapatkan kedua bibirku, menggigitnya supaya suara jeritan hatiku yang terdalam tidak akan pernah keluar. Ini pilihanku. Juga pilihan Sohyun. Kebohongan tidak akan mungkin terus kita tutupi. Ingat, bahwa sepandai-pandainya tupai melompat akan jatuh juga. Begitulah pemikiran kami, kami harus mengakhiri apa yang kami awali sebelum orang-orang berubah membenci kami.

"Cincin ini.. berikan pada jari manis yang lebih pantas memakainya."

Ujar Sohyun.

Oh Tuhan! Dulu aku berusaha melepas cincin pertunangan Sohyun dengan Jaehyun, kini situasinya telah berbalik. Aku kena batunya. Aku yang melempar niatan buruk, kini menerima hasilnya.

Sohyun menatap sendu ke mataku, dia menggunakan ibu jarinya untuk menghapus jejak air mata di pipiku.

"Kau tidak boleh menangis. Berbahagialah karena sekarang kau bebas dari skripsi dan kelas membosankanmu."

"Sohyun.."

Aku setengah mati menahan agar aku tidak menyatakan perasaanku. Rasanya sulit! Sesulit kau menahan nafas di dalam air. Sohyun adalah udara yang harus aku hirup sebelum aku benar-benar tenggelam. Dan sayangnya, aku sudah tenggelam.

Aku memeluk Sohyun erat. Meletakkan kepalaku di atas bahunya. Menghirup aroma tubuhnya yang jarang aku cium. Untuk terakhir kalinya,

Kim Sohyun.. biarkan aku memelukmu, melepas cintaku dengan cara lebih ikhlas.











To be Continued

😭😭😭😭😭 Udah kubilang kan?? Siap-siap ini Taeyong POV. Maafin author.. :"((

Tapi ingatlah, para TaeHyun shipper. Cerita ini belum berakhir, masih panjang sampai kalian menemukan titik terang dari couple kesayangan kalian.

#malammingguironis #withmanlymate

Pertanyaan untuk chapter selanjutnya,

Apakah Sohyun akan pergi setelah mengungkap kepura-puraan hubungannya dengan Taeyong?

Stay tuned :")

Next (?)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro