The Call

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Back with the short chapter :)

Hehe...yang penting rajin update yaa :))

Happy Reading :))


______________________________________________________________________________________



Empat orang duduk bersama mengelilingi meja makan, membuat suasana rumah yang acap sunyi tersebut menjadi ramai dan hangat. Nenek Kassandra berulangkali berterimakasih karena Arland mau datang ke sana. Juga kepada Kyra yang ternyata masih mengingatnya dan menyempatkan diri datang ke sana sebelum kembali ke Melbourne. Nenek Kassandra memang sangat menyayangi Kyra. Dipeluknya dengan erat Kyra sebelum mereka memulai makan malam.

Obrolan selingan makan malam dimulai dari pertanyaan nenek Kassandra tentang aktivitas Kyra selama di Melbourne. Lalu berpindah kepada Arland yang dimintanya bercerita mengenai kemajuan bisnis keluarga mereka. Tawa menjadi penghias percakapan yang terjalin dalam suasana hangat dan juga akrab.

Sampai ketika nenek Kassandra menyebutkan nama Seanna.

"Kalau ada waktu ke sini lagi, ajak Seanna."

"Iya, Nek."

"Kalo gitu, kamu telepon Seanna. Nenek mau ngomong."

Apa?

"Nenek, masih bisa dengar percakapan di telepon?" tanya Kyra.

"Masih bisa. Nenek kangen sama Seanna. Kemarin-kemarin waktu ke sini, Seanna rajin mijitin Nenek. Sama nyeritain apa aja yang bisa bikin Nenek ketawa."

Arland hanya mengangguk pelan. Sedangkan Kyra yang duduk di sampingnya menoleh, dan mengangkat bahu.

"Padahal aku udah ada di sini," Gumaman Kyra bisa terdengar oleh Arland.

Arland menyelesaikan makan malamnya. Tanpa banyak bicara, dia meninggalkan meja makan untuk mengambil ponsel di kamar tamu. Saat sudah kembali, nenek Kassandra sudah pindah duduk ke sofa yang bersebelahan dengan meja makan.

"Arland teleponin sekarang, Nek?"

"Iya."

Saat itu, Arland hanya bisa mengiyakan.

***

Arland calling...

Antara mimpi dan nyata, Seanna melihat nama Arland di monitor. Bukan hanya SMS, karena Arland ternyata menelepon. Ponselnya memang sengaja diletakkan di meja pantry, karena Erika mengajaknya mengobrol sampai ponselnya terbawa ke dalam dapur.

Mendadak Seanna buru-buru keluar dari dapur setelah mengeringkan tangan sehabis membantu Surti mencuci piring. Diliriknya Surti yang masih sibuk menata peralatan makan di rak piring. Kata Surti, sehabis itu dia akan menyapu dan mengepel lantai dapur.

"Udah baca SMS barusan?" tanya Arland setelah dia dan Seanna saling berbalas salam penuh kecanggungan.

"Be...belum. SMS apa?" Dalam hati Seanna ingin buru-buru menutup telepon dan mengecek SMS yang masuk. Bunyi SMS masuk di ponselnya memang hanya sekali bunyi, tadinya dia hendak memeriksa, tapi Arland sudah terlanjur menelepon.

"Nenek mau ngomong."

"Oh...oke. Oke."

"Nih, kukasih teleponnya ke Nenek," kata Arland sebelum ada jeda, yang disambut dengan suara nenek Kassandra.

"Nek? Apa kabar?" Seanna menyapa nenek Kassandra lebih dulu.

"Baik, Nak. Sehat. Seanna kenapa nggak ikut Arland ke sini?"

"Mmmm..." Seanna kebingungan, sampai samar terdengar suara yang diikuti kata oooh panjang dari nenek Kassandra.

"Arland bilang kamu lagi ada kerjaan. Benar begitu?"

Kalau Arland mengatakan alasan semacam itu, maka yang bisa dilakukan Seanna hanya mengiyakan saja.

"Iya, Nek. Maaf, nggak bisa ke sana."

"Pekerjaan apa yang bikin kamu sibuk sampai nggak bisa ikut?"

Kali ini tidak ada suara lain yang terdengar. Berarti Arland mempersilakannya membuat alasan sendiri.

"Itu, Nek. Kebetulan bertepatan dengan acara pernikahan yang diurus kantor Seanna, Nek."

"Ooo."

Syukurlah.

"Kamu jangan terlalu capek, nanti sakit." Nenek Kassandra menasihatinya melalui suara lembut. Terdengar menyenangkan.

"Iya, Nek."

"Seanna udah hamil ya?"

Eh? Neeek, kok nanyain ituu siih??

"Mm, Arland bilangnya gimana ke Nenek?"

"Arland bilang, belum."

"Iya, Nek. Belum."

"Nenek doakan cepat dapat momongan. Kalian langgeng terus sampai kakek nenek."

"Amiiin,Nek." Seanna mengucapkannya seolah terpaksa. Lagipula memang tidak ada lagi yang bisa dikatakan selain mengamini doa nenek Kassandra.

"Oh, ya. Kamu udah makan?"

"Udah, Nek. Nenek gimana? Udah makan juga?"

"Udah. Kapan-kapan kamu ke sini, nyobain masakan Indah."

"Iya, Nek. Nenek harus sehat terus ya? "

"Iya, Seanna. Nah kalo gitu, udah dulu ya."

Seanna mengiyakan dengan suara pelan, sampai kini berganti suara Arland. Dipikirnya telepon itu akan langsung ditutup.

"Kamu berdua aja dengan Surti?" tanya Arland.

"Iya."

"Nggak pa-pa?"

"Nggak."

"Surti mana?"

"Ini, lagi beres-beres."

"Kasih teleponnya ke Surti."

Seanna langsung memanggil Surti. Surti yang diberitahu kalau Arland mau bicara dengannya memperdengarkan suaranya, membalas suara Arland yang sudah diubah Seanna ke mode loud speaker.

"Surti. Perhatikan lagi kompornya udah mati atau belum. Tabung gas dicek. Jendela sama pintu pastikan semua sudah terkunci. Pagar dicek dulu sekali lagi. Semua benda tajam, disimpan di tempat yang aman."

"Iya, Den. Abis ini saya cek lagi semua."

"Oke. Seanna mana?"

"Ar, ini aku."

Setelah memperdengarkan suaranya lagi, terasa ada keheningan total yang cukup lama.

"Aku balik ke Jakarta sekarang," ucap Arland datar.

Tapi ini kan sudah malam?

"Besok aja. Udah malam." Seanna tidak menganjurkan Arland untuk pulang malam itu juga. Sekalipun rasa sedihnya masih terukir jelas, karena Arland yang tidak pulang dan baru mengabari setelah seluruh hidangan makan malam telah siap. Dia dan Surti sampai kebingungan bagaimana menyiasati makanan aneka rupa tersebut.

Aku takut kamu kenapa-napa di jalan, Ar. Sekarang lagi musim begal. Begal kan beroperasi ganas di malam hari?

"Ya udah."

"Ar, tadi sore aku nelepon." Seanna memberanikan diri memberitahukan Arland bahwa sore tadi dia menghubungi Arland.

"Tadi sore?"

"Tapi..."

Tapi Kyra yang mengangkat, dan dia bilang jangan ganggu. Membentak pula.

"Tapi kenapa?"

"Itu...ponselku langsung mati total, jadi kayaknya panggilanku nggak masuk, ya?" Seanna membuat alasan baru.

"Nggak."

Seanna tersenyum kecut. Arland mana percaya kalau Kyra sudah menutup teleponnya?

"Ya udah." Seanna kemudian berpikir-pikir ucapan apa lagi yang bisa diucapkannya saat itu. Akhirnya, dengan ragu sekaligus tidak yakin, Seanna berkata lagi. "Jangan tidur larut biar besok fit nyetirnya."

"Iya."

Arland dan dirinya sama-sama terdiam lagi.

Dari begitu banyak hal yang ingin dikatakannya kepada Arland, Seanna tahu ada lebih banyak kecemasan yang membuatnya memilih tidak bicara. Ada begitu banyak kata tapi setiapkali dia ingin bicara. Hal itu membuktikan bahwa antara dia dan Arland masih dibatasi tembok yang dibangun oleh dirinya sendiri. Arland sudah terbuka padanya, mengapa dia masih menutup diri? Belum lagi tentang Ervan, yang menyebabkan Arland marah.

Arland cemburu.

Dia tidak bisa menunggu Arland yang mengambil inisiatif lebih dulu untuk membicarakan hal itu. Dia yang salah, jadi dia yang minta maaf.

Jadi, setelah menarik napas panjang, Seanna memberanikan diri untuk bicara.

"Ar, soal yang kemarin malam, aku minta maaf."

"Mm," Arland menggumam malas. "nanti aja dibicarain. Nggak enak ngomong di telepon."

"Iya deh." Seanna pun mengalah. Mungkin Arland memang butuh waktu untuk membicarakan soal kecemburuannya kepada Ervan.

Tapi, benar nggak sih Arland cemburu?

"Aku tutup."

Seanna mengangguk. Refleks dia merasakan mulutnya bergerak. Menggumamkan kata demi kata yang biasa saling mereka ucapkan sebelum tidur. Sebelum mengakhiri waktu berjaga yang melelahkan dan membuai diri ke alam mimpi.

Seanna hanya berjaga-jaga, mengingat Arland belum tentu meneleponnya lagi sebelum tidur.

"Goodnite, Ar."

Arland mengawali balasannya lagi-lagi dengan diam. "You too."

Lalu pembicaraan mereka pun terputus. Seanna tidak yakin akan hasil percakapan kaku mereka lewat telepon. Tapi setidaknya, dia tidak lagi sepenuhnya diam. Paling tidak, dia hanya ingin Arland tahu, bahwa dia tidak ingin selamanya saling bermusuhan. Apalagi karena perkara Ervan.

***

"You too."

Arland menutup telepon bersama perasaan yang sukar terdefinisikan.

Sebenarnya saat ini, dia sedang membenci atau malah semakin menyukai Seanna?

"Land. Udahan neleponnya? Aku bantu beres-beres dulu. Kamu tunggu di balkon ya? Kita ngobrol-ngobrol."

"Ra. Benar kamu nggak pernah jawab telepon Seanna?"

_____________________________________________________________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro