14 ✉️ Akhir Perjanjian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keputusan Jaehyun untuk mengakhiri kontrak mereka secara sepihak membuat Yoojung tak mengerti. Mengapa lelaki itu begitu plin-plan? Begitu mudahnya ingin mengakhiri kontrak mereka. Di lain sisi Jaehyun ingin benar-benar mengakhiri semua yang ia mulai bersama Yoojung, benar-benar mengakhiri dan menjauh dari kehidupan wanita itu. 

Dia memang jahat. Dia memang brengsek. Lelaki jahat sepertinya tak sepantasnya merusak wanita baik-baik seperti Yoojung.

"Gyu, tolong carikan tempat tinggal untukku dan tolong pemutusan kontrakku dengan Yoojung," ucap Jaehyun di telpon sembari memberesi barang-barangnya, memasukkannya ke kardus, pertanda lelaki itu ingin pindah dari rumah atap secepatnya.

"Pemutusan kontrak? Kenapa? Bukankah kamu terburu-buru ingin memiliki anak? Setelah kamu mendapatkan wanita yang bersedia memberimu anak kamu ingin memutuskannya begitu saja? Mengapa kamu begitu plin-plan, Jae," sindir Mingyu.

"Ya. Aku memang plin plan. Sangat plin-plan malahan. Seharusnya aku memikirkan sebuah rencana yang lebih baik bukan rencana gegabah semacam ingin memiliki anak dengan wanita lain."

"Lalu?"

"Wanita itu...Kim Yoojung...."

Mingyu diseberang sana diam, mendengarkan kelanjutan ucapan Jaehyun sembari menatap layar laptopnya yang berisi informasi mengenai Yoojung.

"Dia wanita baik-baik."

"Hmmmmmmm lalu?"

"Entah mengapa aku tak ingin merusaknya. Menyakiti hatinya. Benar kata jihyo."

"Jihyo bilang apa?"

"Saat ini mungkin dia baik-baik saja dan ikhlas mengandung anakku tapi nanti saat aku mengambil anaknya dan meninggalkannya...."

"Kamu akan melukainya," sela Mingyu.

"Ya aku akan melukainya. Aku akan melukai wanita baik-baik itu. Seharusnya ia tak berurusan dengan lelaki jahat sepertiku."

Jaehyun menarik napas dalam-dalam, sudut matanya menangkap mobil-mobilan merah milik Sean yang berada di kolong meja. Ia membungkuk dan merangkak untuk mengambil mobil-mobilan usang yang selalu dimainkan oleh Sean. Senyumnya getirnya mengingatkan ia semua pada peristiwa yang ia alami selama pindah ke rumah atap. Ibu dan anak itu secara mengejutkan terhubung dengannya dengan sebuah ikatan yang sulit untuk ia deskripsikan. Ia menolong mereka. Mereka memberi perhatian padanya. Pada akhirnya dirinya yang dianggap sebagai penolong akan menjadi penjahat.


"Dia wanita baik-baik yang hidup dengan penuh penderitaan sehingga memilih jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya." Begitulah yang ada dipikiran Jaehyun usai dekat dengan wanita itu.

Mingyu di seberang sana menghela napas. "Kamu tahu, Jae. Kupikir kamu bukan lelaki jahat."

"Kamu lelaki baik-baik. Kalian di posisi yang sama. Sama-sama mencari jalan pintas untuk menyelesaikan masalah."

Jaehyun diam. Tak membantah, tak pula mengiyakan. Dia diam dengan tangan menggenggam mobil-mobilan milik Sean.

"Kamu sudah tahu dia wanita baik-baik. Mengapa kamu malah melepaskan wanita itu? Cobalah jalani hubungan dengannya. Kalian bisa saling membantu, menjaga dan mungkin mencintai."

"Menjalin hubungan? Kurasa tidak," tolaknya dengan tegas.

Hubungan terlalu berat untuk Jaehyun jalani. Tidak sebelum sebuah beban belum ia selesaikan.

***

"Dia tak datang lagi," ucap Yeri setelah hari kedua Jaehyun tak muncul di cafe untuk membeli ice americano. Lelaki itu tiap hari tak pernah absen mengunjungi cafe. Yeri merasa aneh saja lelaki itu tak datang ke cafe selama dua hari berturut-turut. Jangankan datang ke cafe, ia bahkan tak melihat batang hidung lelaki itu.

Yoojung yang mendengar semua ucapan Yeri terdiam, teringat perkataan Jaehyun yang mengatakan akan mengakhiri kontrak mereka. Padahal baru saja ia merasa lega hidupnya lebih membaik setelah adanya lelaki itu.

"Sean, kamu tak bermain di tempat paman Jaehyun?" Tanya Yeri melihat Sean yang duduk depan kursi paling dekat meja kasir sibuk dengan buku gambarnya.

"Tidak. Paman Jaehyun tak membuka pintu."

Yeri mengernyit bingung. Padahal Sean dan Jaehyun terlihat lengket. Sean sering main ke rumah Jaehyun bahkan makan di sana. Walau lelaki itu terlihat tak suka dengan kedatangan Sean pada akhirnya mengizinkan Sean ke tempatnya.

"Aneh sekali. Apa mungkin ia pindah?" humam Yeri lirih namun cukup terdengar oleh telinga Sean dan Yoojung. Keduanya terkejut mendengar ucapan gamblang Yeri yang tak menyadari perubahan raut wajah keduanya.

Sean tiba-tiba turun dari kursi, tanpa berkata apapun bocah lelaki itu meninggalkan peralatan gambarnya di meja dan bergegas keluar dari cafe.

"Sean kemana?" tanya Yeri bingung

"Menemui paman Jaehyun!" teriaknya sebelum menutup pintu cafe.

Yeri dan Yoojung memperhatikan langkah mungil Sean yang bergegas menemui Jaehyun usai mendengar ucapan Yeri.

"Apa dia pergi karena mendengar ucapanku, Yoo?" Yeri menoleh bingung pada sahabat di sebelahnya.

"Mungkin."

"Kurasa Sean menyukai lelaki itu. Ia menyukai Jaehyun."

Ucapan Yeri dibenarkan oleh Yoojung. Ia tak  melihat Sean begitu menyukai seseorang selain dirinya ataupun sahabatnya. Sebenarnya banyak lelaki yang mendekatinya, sekedar mengajaknya berkencan atau malah menjalin hubungan serius. Ia menolak semua salah satunya karena Sean. Sean tidak menyukai lelaki baru dalam hidupnya. Karena Sean sampai detik ini menunggu papanya.

Barulah akhir-akhir ini ketika Jaehyun ada, Sean seolah melupakan keinginannya bertemu dengan sang ayah.

Sementara itu langkah kecil Sean dengan terburu-buru menaiki anak tangga. Ketika di anak tangga terakhir, ia terpeleset karena tak hati-hati. Tangan dan kakinya sedikit tergores beton anak tangga. Sean meringis kecil, tetap memaksakan diri berdiri dan berjalan menuju ke rumah atap walau harus dengan langkah terseok karena lututnya sempat membentur tangga. Pelan tapi sangat menyakitkan.

Setibanya di depan pintu rumah Jaehyun, bocah itu mengetuk pintu sambil memanggil nama lelaki itu. Ketukan pertama dan kedua tak ada respon. Di ketukan ketiga Sean setengah menggedor pintu rumah Jaehyun. Bocah itu khawatir ucapan yeri benar, Jaehyun telah pindah.

"Paman aku ingin mengambil mobil mainanku!" Sean memberi alasan. Berharap Jaehyun masih di dalam dan membukakan pintu untuknya.

"Paman buka pintunya! Aku harus mengambil mobil mainanku!"

Ceklek

Mobil mainan berwarna merah yang mulai pudar warnanya itu terulur padanya begitu pintu rumah dibuka.

Sean menerimanya, menatap lelaki di hadapannya itu dengan mata berkaca-kaca. Ia bersyukur paman yang begitu ia sukai belum pindah.

Saat menyerahkan mobil mainan pada Sean, Jaehyun melihat goresan di telapak tangan Sean, ada sedikit noda darah juga di sana. Ia meraih tangan Sean, memeriksa darimana goresan yang terlihat seperti bocah itu habis terjatuh. Jaehyun memeriksa lengan bocah itu dan menemukan beberapa luka lecet di sana.

"Kamu terjatuh?"

Sean mengangguk, memeluk erat mobil mainannya.

"Di mana?"

"Tangga."

Jaehyun mendelik tajam, terkejut mendengar jawaban Sean. Bocah itu terlalu ceroboh sampai jatuh di tangga.

"Mengapa kamu tidak berhati-hati sih? Kamu pasti berlari saat menaiki tangga? Iya kan?"

Sean mengangguk kecil. Menatap Jaehyun sebentar lalu menunduk karena takut. Ia memang sering ditegur oleh namanya atau Jaehyun untuk jangan berlari ditanggapi dan agar selalu berhati-hati.

"Kamu tahu itu berbahaya kan?"

"Tahu paman."

"Tapi kenapa masih dilakukan?" Jaehyun sedikit meninggikan suaranya, terlihat sekali ia marah.

Sean tak berani menjawab. Airmata mulai menggenang di sudut matanya.

"Kalau kamu terjatuh dan berguling sampai bawah bagaimana? Itu sangat berbahaya Sean Kim? Mengapa kamu begitu ceroboh sih?" Jaehyun mengomel panjang lebar.

"Maaf paman. Maaf," jawab Sean mulai menangis melihat amarah Jaehyun yang lebih karena ia khawatir.

Sean yang menangis membuat Jaehyun menurunkan amarahnya.

"Ck, dasar menyusahkan!" gerutunya bangkit dan kembali ke dalam rumah.

Sean tak bergeming. Tetap di tempat sambil menangis terisak.

Tak berapa lama, Jaehyun kembali membawa kotak P3K untuk mengobati luka Sean.

Sean yang merasakan perih saat Jaehyun sedang membersihkan luka di tangannya mengehentikan tangisnya, menatap Jaehyun yang dengan telaten membersihkan lukanya.

"Paman memarahimu bukan karena paman membencimu tapi..."

"Paman khawatir kamu kenapa-kenapa." Suara Jaehyun melunak, lebih lembut dibandingkan tadi. Tangannya sibuk membersihkan luka Sean tapi matanya mengawasi perubahan raut wajah bocah itu.

"Tolong lebih berhati-hatilah. Kamu akan membuat mamamu khawatir kalau ada sesuatu yang terjadi denganmu."

"Maaf, paman."

Jaehyun mengobati luka di tangan Sean sambil tersenyum tipis. Walau menyusahkan dan membuat kesal tetap saja ia mengurusi dan mengkhawatirkan bocah itu.

"Apa paman akan pindah dari sini?"

"Darimana kamu tahu?" tanya jaehyun cukup terkejut meletakkan obat dan kapas kembali ke kotak P3K.

"Kenapa paman ingin pindah? Apa karena Sean nakal dan mengganggu paman?"

Jaehyun menatap mata Sean, sedikit bingung menjelaskan pada bocah Lina tahun itu. Terlebih alasannya karena urusan orang dewasa.

"Urusan orang dewasa. Kamu tak akan mengerti."

Sean meraih tangan Jaehyun yang hendak bangkit dari posisi jongkoknya untuk kembali ke dalam rumah. "Jangan pergi paman. Kumohon."

"Sean janji tak akan mengganggu dan nakal lagi. Tapi paman jangan pergi "

"Aku pergi bukan karena kamu nakal."

"Kalau begitu jangan pergi paman," desak bocah itu merengek tak ingin Jaehyun pergi.

"Kenapa juga aku harus tetap di sini? Sudahlah kembali ke rumahmu sana. Kamu kan kemari untuk mengambil mobil mainanmu. Aku sudah mengembalikannya jadi pulanglah." Jaehyun bersikap acuh, melepaskan genggaman Sean pada lengan kaos yang dikenakannya laku berbalik masuk rumah.

"AKU MENYUKAI PAMAN!" Teriakan Sean membuat Jaehyun mengurungkan niatnya menutup pintu rumah.

Ia memandangi bocah yang tangisnya kian deras itu dengan tatapan kaget.

"Aku menyukai paman. Sangat menyukai paman. Aku tak ingin paman pergi. Nanti aku merindukan paman." Ucapan bocah itu jujur dan menyentuh tapi Jaehyun terlanjur membulatkan tekad akan pergi.

"Maaf, Sean. Paman tetap harus pergi." Ucapan Jaehyun mungkin kasar dan seolah tak peduli. Tapi ia memang harus pergi sebelum menyakiti ibu anak itu.

Jaehyun menutup pintu rumahnya dengan perasaan berat yang mengganjal.

Dia menatap kosong pintu rumahnya yang tertutup rapat.

"Mengapa rasanya begitu berat untuk pindah?"

Ia berbalik, melangkah gontai menuju ruang tengah untuk melanjutkan aktivitasnya untuk memberesi barangnya.

Baru saja ia hendak memasukkan buku-bukunya ke dalam kardus, ia mendengar sebuah teriakan.

"SEAN!!!!!!!" Teriakan Yeri dan Yoojung membuat Jaehyun terbelalak. Ia meninggalkan pekerjaannya dan bergegas keluar rumah untuk melihat keadaan.

Sean? Ada apa dengan Sean?



-To Be Continued-

Btw aku nulis ini sambil ngebayangin kalau ini jadi drama kek gimana. Makanya adegannya kubuat drama banget. Mianhae hehehe.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro