19💌Bantuan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jaehyun langsung memasang lampu di gudang diterangi sinar lampu senter dari ponsel Yoojung. Beruntungnya lelaki itu tak mengecek dahulu keadaan lampu dengan menghidupkannya terlebih dulu. Lampu di gudang sudah dibetulkan oleh pekerja part-time lelaki kemarin sore tapi Yoojung tak menyadarinya karena memang saat itu pekerja part-time itu dan Yeri lah yang berada di gudang.

"Tolong hidupkan lampunya," pinta Jaehyun usai memasang lampu. Yoojung menuju ke dinding dekat pintu masuk tempat saklar lampu berada.

Ruangan yang awalnya gelap itu menjadi terang dalam sekejap. Yoojung berbinar senang menyaksikan lampu gudang sudah menyala lagi tak sadar kalau lampu itu masih baru untuk diganti.

Belum sempat ia mengucapkan terimakasih, Jaehyun sudah menuju ke arah pintu gudang menenteng tangga lipat yang membantunya untuk memasang lampu. Jaehyun menaruh tangga lipat itu di dekat pintu gudang, tempat awal benda itu berada lalu melangkah menyusuri lorong untuk kembali ke rumahnya yang nyaman.

Lelaki itu pergi tanpa mengucapkan apapun di saat Yoojung belum mengucapkan kalimat terimakasih untuk membalas pertolongan lelaki itu.

Beberapa detik kemudian dia menghela napas kemudian bersandar pada dinding gudang yang dingin. Tak lama kemudian ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk membuat tubuhnya menegak, wajah kecewanya menjadi bersemangat kembali, dengan segera ia keluar dari gudang, menutup pintunya sebelum pergi menuju tempat seharusnya ia pergi.

Jangan ringan wanita itu dan senyumnya yang mengembang membuat Yeri dan kedua lelaki yang menunggunya mengernyit bingung. Terlebih kedua lelaki yang ingin berbicara padanya itu terpaksa menelan pil pahit, menyadari hari itu mereka tak bisa berbicara lebih banyak dengan yoojung. Wanita itu seolah sibuk dengan sesuatu.

"Sepertinya lebih baik kalian pulang," saran Yeri menatap raut kecewa di hadapannya yang sudah menghabiskan waktu menunggu Yoojung tetapi wanita itu lebih memilih sibuk dengan hal lain.

Yeri cukup menyadari sahabatnya itu tak memiliki ketertarikan pada dua lelaki tampan yang dari segi pekerjaan mapan itu.

"Mengapa ia malah menyukai seorang pengangguran sih?" Keluhnya, tak bisa berbuat banyak. Kalau soal hati ia tak bisa ikut campur.

***

"Makanlah semua. Kalau perlu dihabiskan."

"Sebanyak ini?" Tanya Jaehyun menunjuk satu persatu lauk yang memenuhi meja makan di rumah Yoojung dengan tak percaya. Padahal ia hanya ingin menumpang memasak ramen karena kompor di rumahnya rusak tapi malah berakhir dengan ia mendapatkan sajian lengkap di meja makan.

Jaehyun meneguk ludah, menatap satu persatu makanan di meja makan yang terlihat menggiurkan. Tapi tetap saja jumlahnya terlalu banyak untuk dimakan seorang diri.

"Kamu tidak makan?" Tanya jaehyun melihat wanita itu bukannya duduk di salah satu kursi malah berdiri bagai patung.

"Ehm, aku nanti saja."

"Makan saja bersamaku. Sean mana?"

"Dia sedang tidur. Tidak apa-apa nih aku ikut makan?"

"Tidak apa-apa. Makan saja bersamaku."

Akhirnya Yoojung bersedia bergabung, ia memilih duduk di kursi yang ada di hadapan lelaki itu. Saat menyendok kan lauk ke mangkok nasinya, ia diam-diam melirik Jaehyun yang sudah memakan masakan buatannya dengan lahap. Lelaki itu tak terlihat canggung walau sedang makan di tempat orang lain.

Yoojung belum menyentuh makannya karena memperhatikan lelaki itu yang bagai sedang melakukan siaran mukbang. Dalam sekejap mangkok nasi Jaehyun sudah kosong.


Dengan sigap Yoojung menawarinya,"kamu mau nasi lagi?"

"Eummmm boleh."

Yoojung segera bangkit untuk mengambilkan nasi untuk Jaehyun. Ia tak ingin lelaki itu menunggu lebih lama. Jaehyun mengucapkan terimakasih lalu kembali tenggelam dalam kesibukannya memakan masakan Yoojung. Mulutnya tak berhenti bergerak, mengunyah setiap masakan di meja, mengecap setiap rasa nikmat masakan Yoojung yang membuatnya merasa seperti di rumah sendiri. Ia menjadi teringat masakan bibi Song, wanita yang mengurusi rumah dan dirinya. Sudah lama ia meninggalkan rumah mewahnya, menjauh dari radar sang kakek yang sampai detik ini masih mencarinya.

"Eum, Jae. Aku ingin berterimakasih karena sudah membantuku memasang lampu dan....."

Jaehyun mengabaikan ucapan Yoojung karena masih sibuk mengunyah makanannya. Awalnya ia merasa tak sanggup menghabiskan tapi makanan di piring sedikit demi sedikit mulai berkurang.

"Menjaga Sean malam itu."

Jaehyun menghentikan kunyahannya, meletakkan sendok dan sumpit secara tiba-tiba. Raut wajahnya berubah, namun tak disadari oleh Yoojung yang terus berceloteh tanpa henti.

"Aku malam itu terlalu mabuk sehingga langsung tidur dan belum sempat berterimakasih padamu," kilahnya, padahal ia berniat untuk mengucapkan terimakasih keesokan harinya tapi lelaki itu malah mengabaikannya.

"Aku terlalu mabuk bahkan tak ingat apapun malam itu."

Jaehyun diam, mendorong kursinya ke belakang lalu bangkit secara mendadak membuat Yoojung yang masih terus menerus berbicara langsung terdiam.

"Seenaknya saja mengatakan tak ingat apapun," decihnya, memberi tatapan tajam sebelum berbalik menuju pintu keluar.

Yoojung yang tak tahu apa yang salah dari ucapannya ikut bangkit, mengejar lelaki itu untuk meminta penjelasan.

"Jae, apa maksud ucapanmu? Apa aku salah bicara?"

Tangan Jaehyun yang hendak memutar kenop pintu terhenti, ia membelakangi Yoojung dan menjawab tanpa menatap lawan bicaranya,"ya kamu salah bicara."

"Kenapa? Aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi malam itu dan...." Yoojung tak sanggup meneruskannya karena menyadari ada sesuatu hal penting yang terlewatkan.

Pagi itu. Pagi saat dia bangun dalam keadaan tanpa busana.

Jaehyun berbalik, menatap wanita di hadapannya yang diam sambil berpikir itu,"kamu sadar kan ada yang salah saat bangun pagi itu?"

"Iya tapi....."

"Kamu terlalu asyik dengan lelaki lain." Sela Jaehyun meninggalkan pertanyaan besar di kepala Yoojung.

"Lelaki lain? Apa maksudmu, Jae?"

Jaehyun enggan menjawab.

"Aku benar-benar tak ingat malam itu, Jae."

"Kamu bahkan juga tak ingatkan memberikan segalanya yang kamu miliki pada seorang lelaki malam itu."

"A---aku--" Yoojung terbata, menatap Jaehyun dengan pandangan tak mengerti atau lebih tepatnya menginginkan penjelasan yang lebih rinci. Saat itu Yoojung hanya berharap pikiran buruknya tentang kondisinya pagi itu tak terjadi.

"Jangan bilang kamu tak paham maksud ucapanku, Yoo."

"Aku tak paham, Jae. Sungguh," tegas Yoojung malah makin membuat Jaehyun yakin wanita itu berpura-pura.

"Pembohong."

"Aku sungguh tak berbohong, Jaehyun. Memang apa yang terjadi malam itu katakan semuanya padaku." Mohon Yoojung mulai frustasi. Ketika sempat melupakan, ia jadi ingin mengetahui kenyataan malam itu.

"Kamu sungguh ingin tahu?"

"Katakan. Kumohon."

"Kamu menyerahkan tubuhmu dan menggoda lelaki mirip wanita murahan."

Tangan Yoojung terkepal kuat, ucapan menusuk Jaehyun membuatnya sakit hati sekaligus sedih. Ia tak ingat apapun tapi apa benar ia seperti itu? Apa benar ia malam itu menjadi wanita murahan?

"Aku melihatnya, Yoo. Malam itu kamu sangat murahan menyerahkan dirimu pada lelaki itu."

-To Be Continued-

Ada yang mau disampaikan ke aku?

Btw karena aku akhir-akhir ini kekurangan tidur jadinya aku kurang fit. Jadi mohon maaf kalau chapter ini pendek banget, nggak sepanjang biasanya.

Untuk chapter selanjutnya kuupdate kalau aku udah fit ya.

Bubye ^^


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro