(2) He's Back

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ify membaca dengan seksama note yang diberikan Dimas di kubikel kerjanya. Semua hal tentang perusahaan, mulai dari sejarah, aturan, hukuman, bonus, bahkan sampai detail pekerjaan yang harus dilakukan Ify selama magang pun ditulis dengan rapi oleh Dimas. Dia baru tahu kalau lelaki yang ditaksir teman kuliahnya itu punya seni dalam menulis.

Ni orang, saking iritnya ngomong, aku cuma dikasih note biar nggak banyak tanya, pikir Ify sembari melanjutkan membaca, tadi dia baru saja selesai membaca bagian hukuman apa yang akan diberikan pada anak magang jika datang terlambat.

"Catatan dari Dimas, ya?"

Ify menoleh dengan cepat ke sebelah kanan, terlihat seorang perempuan sebayanya baru saja duduk dan mulai membuka sebuah dokumen di kubikelnya. "Pas aku magang, aku juga cuma dikasih catatan. Sama sekali nggak pernah dikasih perintah."

Kepala Ify hanya bisa mengangguk kecil mendengarnya.

"Aku pernah tanya, kenapa dia nggak kasih perintah? Dan kata dia, anak magang harusnya banyak tanya, banyak belajar. Belum waktunya buat disuruh-suruh, gitu...."

Ify kembali hanya mengangguk. Lah, terus? Aku ngapain dong sekarang? batin Ify bingung sembari melirik note dari Dimas.

"Oh, ya," ucap perempuan di sebelahnya membuat Ify menoleh lagi. "Ada gosip yang bilang, kamu masuk ke SKO karena koneksi, ya? Siapa koneksimu?" tanyanya setengah berbisik.

Glek! Ify menelan ludahnya. Mana mungkin dia bilang kalau Udara yang membuatnya diterima kerja di SKO. Kalau Ify sampai menceritakan tentang pendonoran darah itu, pasti akan muncul pertanyaan selanjutnya: Kok darah kamu bisa AB negatif?

Itu pertanyaan yang paling haram bagi Ify karena menjelaskan mengenai asal usul darah spesialnya, sama dengan membuka identitasnya. Sudah cukup keingintahuan teman-temannya selama sekolah yang tak bisa Ify jawab. Di tempat kerja, Ify benar-benar tidak ingin berurusan dengan mereka yang hobinya membicarakan orang lain.

"Siapa yang buat gosip begitu? Aku masuk ke sini lewat tes kok," kilah Ify.

Perempuan itu bergumam. "Syukurlah...," jawabnya dengan wajah lega. "Oh, ya, kita belum kenalan, kan? Namaku Shilla. Tapi, panggil aja Ila, kamu siapa?" tanyanya kemudian dengan senyum yang cukup ramah dan tangan terulur.

"Ify," jawabnya singkat, "namaku Ify." Ify menjabat tangan Ila dan membalas senyumnya.

"Cuma Ify?" tanya Ila dengan mata melebar.

Ify menarik tangannya dan kembali membuka note dari Dimas. "Iya, cuma Ify." Tanpa Ila sadari, Ify menahan cegukannya saat itu.

***

Sudah dua minggu Ify magang di SKO, pekerjaan selama ini masih berkutat pada mesin fotokopi, fax, dan yang paling menyedihkan baginya adalah pantry. Teori yang diberikan Ila, berdasarkan pengalaman magangnya adalah Dimas tidak pernah memberi perintah pada anak magang. Ok, itu memang terbukti. Masalahnya, orang-orang di bagian Show Director ini seperti punya hobi memanggil namanya.

"Ify, tolong fotokopi dong!"

"Ify, kirim berkas ini ke divisi keuangan, ya!"

"Ify, jangan lupa di re-fax ke nomor ini."

"Ify, tolong ambilin minum, ya, haus banget nih."

"Eh, Ify, bisa buat kopi, kan? Ngantuk banget gila!"

"Ify... Ify... Ify...."

Saat melihat Ify yang harus melayani semua panggilan itu, Dimas hanya bisa tersenyum kecil yang bagi Ify seperti berkata: "Nggak perlu gue perintah, lo udah dapat perintah, kan?"

Oh My God!

Kalau begini terus, rasanya dia ingin merengek pada Udara dan minta dinaikkan pangkatnya. Jika benar-benar ingin membalas utang darah. Tapi, saat mengingat bahwa darah yang dimiliki Ify bukan darah biasa. Maka, pikiran culas itu harus Ify telan kembali.

Sabar Ify, sabaaar.... Orang sabar cepet dapat pacar. Pacar yang halal... hehehe.

"Ify," panggil seseorang dengan suaranya yang khas.

"Iya, Kak?" Pada akhirnya Ify memilih memanggil Dimas dengan kak, toh, dulu orang ini juga seniornya di kampus. Dimas menyodorkan sebuah map bening tanpa suara.

"Ini apa, ya?" Ify menengadah karena tinggi Dimas memang sudah seperti tiang listrik baginya.

"Konsep yang dimau client kita. Coba kamu buat desain panggung dan dekorasi ballroomnya."

Ify mendesah penuh rasa syukur. "Alhamdulillah, akhirnya dapat pekerjaan normal juga. Nggak sekedar fotokopi dan buat kopi."

"Saya tunggu, ya, jam tiga udah harus selesai."

Ify mendelik, diliriknya jam putih di pergelangan kiri. "Haaaahhhh!?" pekik Ify. Cuma 30 menit? Gila ni orang!

Dimas hanya membalikkan badan dan berjalan santai, Ify mengumpat dalam hati, mendingan disuruh fotokopi deh, pikirnya.

***

"Kok buru-buru?" tanya Ila penasaran melihat Ify berdiri dan merapikan kertas-kertas sketsa desainnya dengan tergesa. "Dikerjain Dimas, ya?"

Ify merengut. "Iya," ketusnya. "Aku duluan, ya."

"Eh, Ify−" Ify sudah keburu keluar ruangan dengan berlari kecil. "Duuuh, kalau ketemu Langit bisa bahaya, jam segini kan Bos lagi berkeliaran," gumam Ila. "Ify udah tahu belum ya kalau Bos paling nggak suka sama orang yang lari di kantor?"

Ila mengangkat bahunya dan memilih untuk tak acuh. Apa pun itu, Ify sudah seharusnya membaca catatan dari Dimas mengenai bagaimana watak Big Bossnya.

Big Boss: Langit Shuwan.

· Selalu datang ke kantor tepat jam 10.

· Selalu keliling untuk memeriksa karyawan jam 15.

· Tidak pernah suka melihat karyawan berkantung mata, pakaian berantakan dan berlarian.

· Jika kebetulan makan siang bersama dengan Big Boss di kantin kantor, makanan harus kamu habiskan

· Jangan pernah bergosip di dekat Big Boss

· Jika melakukan kesalahan, jangan mencoba mencari alasan dan harus segera meminta maaf

· Jangan mencoba ramah tamah dengan Big Boss, karena Big Boss bukan Ibu Udara Shuwan

***

Ify hanya bisa berdiri di depan meja Dimas sambil menghitung detik jam dinding yang terdengar. Gambar yang Ify buat memang ada beberapa, karena bingung memilih mana yang terbaik akhirnya Ify memberikan semuanya dan meminta Dimas sendiri yang memutuskan mana yang terbaik.

Mata Ify mencoba mengamati ruang kerja Dimas, berusaha mencari tahu apakah ada foto perempuan atau sejenisnya yang bisa mengungkapkan status Dimas saat ini: lajang atau menikah.

Tapi, Ify hanya mendesah dalam hati. Bukan hanya Dimas saja yang datar. Namun ruang kerjanya juga terlihat sama. Hanya terdapat sebuah rak merah dengan desain yang unik tertempel di dinding sebelah kiri Ify, di samping meja kerja Dimas. Kemudian, komputer putih di meja kerja yang menghalanginya untuk mengamati ekspresi wajah Dimas sekarang. Mesin printer yang tidak jauh dari komputer dan berkas-berkas yang tertumpuk di sebelah kanan ujung meja.

Hanya satu yang dapat Ify simpulkan, sepertinya Dimas menyukai warna putih dan sesuatu yang tidak mencolok.

"Lumayan," gumam Dimas menghentikan aksi pengamatan Ify.

"Apanya, Kak?" Ify refleks bertanya.

"Kerjaan kamu," jawab Dimas sambil memegang kertas sketsanya.

Alhamdulillah.... "Ada lagi yang bisa saya kerjakan, Kak?"

Dimas terlihat berpikir. "Besok kamu ikut rapat dengan client ya, kita akan rapat langsung di ballroomnya. Karena acara akan dilangsungkan di hotel client kita."

Ify mengangguk patuh. "Iya, Kak. Jam berapa, ya?"

"Jam delapan," sahut Dimas kalem.

Kelopak mata Ify melebar. "J-jam delapan malam?" ragu Ify.

"Pagi."

Glek! "Rapat sepagi itu?" Ify nyaris saja berseru.

Dimas memandang Ify dengan wajah datar. Manik mata Dimas terhalang oleh lensa kacamata, sehingga usaha Ify membaca pikiran Dimas pun gagal karena Ify sama sekali tidak bisa membaca ekspresi wajahnya.

"Client kita orang sibuk. Dia kosong hanya di jam delapan pagi," kata Dimas masih dengan ketenangan yang semakin lama seolah mencekik Ify di ruangan itu.

"Ah," gumam Ify tidak jelas. "Ok deh."

"Kamu tunggu apa lagi?"

Ify melongo. "Maksudnya?"

"Kamu udah bisa keluar sekarang."

Ya ampun. "Ba-baik, Kak. Permisi." Ify membungkukkan tubuhnya sesaat lalu langsung keluar ruangan. Ify serasa mengulangi momen sidang skripsinya dua tahun lalu. Lega luar biasa ketika mendapat usiran keluar dari ruangan Dimas.

Ify berjalan santai sambil tersenyum kecil mengingat bagaimana dulu Sivia bisa sangat salah tingkah ketika bertemu Dimas walau jaraknya masih sepuluh meter saja. Dimas adalah orang terdatar yang pernah ditemuinya sampai sekarang. Saat diceritakan bagaimana momen Sivia bisa jatuh cinta dengan Dimas. Ify adalah orang yang paling keras tertawa. Sivia, temannya itu sebenarnya mirip dengan Dimas, wajahnya datar tapi memiliki hati yang baik. Keduanya sama-sama punya impian untuk kuliah di Universitas Negeri namun gagal dan bertemu dalam acara di kampus mereka.

Sivia tidak bisa berenang, tapi pada saat acara itu dia tetap naik Banana Boat dan ketika tercebur di laut, Sivia adalah satu-satunya gadis yang panik walau pun sudah memakai pelampung. Dan Dimas saat itu menjadi satu-satunya orang yang sigap menarik tubuh Sivia dan membantunya berenang sampai pantai.

Tanpa disadari, Ify terkikik sendiri tiap kali mengingat bagaimana Sivia menceritakan momen bahagianya yang konyol itu.

"Jangan berlari dan melamun di kantor."

Ify mendongakkan kepalanya dan seketika itu juga, wajah Ify yang memerah karena menahan tawa langsung pucat. Langit.

"Dimas belum kasih note ke kamu?"

"Su-sudah, Pak," sahut Ify kikuk. Dan keringat sebesar biji jagung langsung saja mengucur di dalam kemeja kerjanya ketika menyadari bahwa sekarang jam tiga sore lebih sedikit. Waktunya Langit melakukan kegiatannya untuk berkeliling dan mengawasi seluruh karyawan.

"Ma-maaf karena saya berlari dan melamun ketika berjalan di kantor, Pak Langit."

"Bagus." Langit langsung berbalik dan melanjutkan jalannya di sepanjang koridor. Sepertinya, Ify harus menghadapi dua manusia datar di dalam kantor ini.

***

Ify mendecak kagum ketika mendapati ballroom hotel client yang akan digelar acaranya oleh SKO. Dengan pilar-pilar yang menjorok keluar di dinding, membuat Ify merasa sedang berada di Italia. Ditambah dengan dekorasi langit-langit yang membentuk gambar langit malam dengan taburan bintang dan bulan. Dihiasi dengan lampu gantung yang begitu elegan. Ify yakin bahwa perusahaan ini pasti asetnya lebih banyak dari SKO.

"Jangan norak," kata Dimas masih datar namun terdengar lebih nyelekit di telinga Ify. Ify hanya dapat mengerucutkan bibirnya dan meneruskan pengamatan pada ballroom.

Kemarin setelah cerita pada Ila bahwa Ify diajak Dimas untuk ikut rapat dengan client di lokasi acara akan berlangsung. Ila langsung histeris dan memberikan selamat padanya. Sebuah rekor tersendiri anak magang yang baru satu bulan bisa diajak rapat langsung dengan client. Pasti hasil kerja Ify sangat memuaskan sehingga Dimas memercayainya untuk menemani rapat.

"Tapi, Fy, siap-siap aja kamu bakalan digosipin ada something sama Dimas oleh staf lain, terutama anak keuangan yang namanya Angel."

"Kok gitu?"

"Karena kamu masuknya bukan di waktu SKO merekrut karyawan, terus dalam sebulan, kamu udah diajak rapat sama client."

Ify mendesah kesal saat mengingat percakapannya dengan Ila kemarin sebelum pulang, tapi kekesalannya langsung sirna ketika mendapati siapa orang yang saat ini tengah berjalan dengan gagah ke arah Dimas dan Ify di ruang ballroom.

Dia... Dia kembali. Orang yang Ify selalu tunggu selama ini kembali.

BERSAMBUNG

Halo, pembaca!
Terimakasih sudah mau tetap meluangkan waktu untuk part 2 MMIYD, ya. Jangan lupa diklik tanda bintangnya (vote) & komentar, karena itu sangat berarti buatku

Sampai jumpa di part 3, ya!

Salam,
Nnisalida.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro