🍁17🍁 Perlahan Terbongkar

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat ada guru di depan kelas, ponsel Varas tiba-tiba bergetar. Segera Varas memeriksanya dan ternyata pesan dari Reja.

From Reja

Rooftop skrng

Varas mengabaikannya karena guru yang mengajar adalah guru killer. Ia tidak berani berurusan dengan guru laki-laki berkepala botak itu jika ia ketahuan bohong. Bisa-bisa ia dimasukkan ke daftar hitam oleh guru itu.

From Reja

CEPET!

Varas ingin mengabaikan perintah Reja itu, tetapi ia teringat perkataan Ghanu tentang Reja kalau marah bisa mengamuk. Jika Reja marah dan datang ke kelas untuk mengamuk bagaimana? Varas tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Pak!" seru Varas memberanikan diri. Guru berkepala botak itu menoleh. "Saya izin ke UKS, boleh?" tanya Varas.

Ia tidak mungkin menggunakan alasan ke kamar mandi karena guru itu pasti tidak mengizinkan. Pasti guru itu akan bilang 'kenapa tidak sebelum bel masuk?' atau 'kan bisa nanti pas jam istirahat'.

"Kamu sakit?" tanya guru itu sambil menatap Varas dengan tatapan menyelidik.

"Dari tadi pagi Varas pucet, Pak," sahut Nitya menyela Varas yang hendak menjawab. Dalam hati ia sangat berterimakasih karena Nitya telah membantunya.

"Oh ya sudah kalau begitu. Percuma juga kalau kamu ikut pelajaran saat sakit."

"Terimakasih, Pak," kata Varas lalu berjalan menuju keluar dari kelas.

Di luar kelas Varas masih bisa mendengar guru itu menggerutu, lebih tepatnya mengomel. "Sembilan orang bolos dan sekarang ada yang sakit satu. Sepi sekali kelas ini."

Varas tidak memedulikan guru itu dan terus berjalan menuju rooftop. Jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi entah kenapa Varas merasa sangat lelah. Mungkin karena memang kondisinya yang kurang vit.

Sesampainya di rooftop, ia melihat Reja berdiri membelakanginya. Reja tampak berbeda dari yang kemarin-kemarin. Kini Reja terlihat urakan, sama seperti bad boy yang biasanya ada di novel-novel itu. Dua kancing bajunya yang terlepas, tidak memakai dasi, baju yang dikeluarkan, sepatu yang berwarna maroon, dan rambut hitam yang acak-acakan.

"Reja," panggil Varas pelan. Reja menoleh, bersamaan dengan angin yang menerpa tubuh mereka. 

Reja menatap Varas dengan tatapan tajam, membuat Varas menjadi takut karena Reja sudah kembali ke dirinya yang asli.

"Lo—" Belum sempat Varas berbicara, Reja mencengkeram erat kerah kemeja putih Varas dan menatap Varas dengan lekat-lekat.

"Ternyata lo orang yang selama ini gue cari," kata Reja pelan yang membuat suaranya terdengar serak. Varas tentu terkejut dengan tindakan Reja yang terlalu tiba-tiba.

"Lo apa-apaan sih, Ja? Lepasin!" bentak Varas sambil berusaha melepaskan tangan Reja yang mencengkeram erat kerah kemeja putihnya.

"Lo yang apa-apaan? Lo pura-pura baik sama gue padahal aslinya enggak, sama seperti yang lo lakuin ke Zakka." Reja menyudutkan Varas ke pembatas rooftop.

"Maksud lo apaan, Reja? Gue gak ngerti lo ngomong apa. Kenapa juga lo tiba-tiba bahas Zakka?"

Varas semakin takut karena ia dalam posisi tidak menapak ke tanah, setengah duduk di pembatas besi karena Reja menyudutkannya. Ia yakin kalau dirinya akan jatuh jika Reja melepaskan cengkeraman di bajunya dan mendorongnya.

"Jawab yang bener! Kenapa lo tega bikin dia jatuh cinta sama lo kalau kenyataannya lo punya pacar?"

"Reja, gue gak ngerti! Lepasin gue sekarang!" jerit Varas. Reja semakin mendorongnya dan membuat Varas gemetaran karena takut. Varas mencengkeram pembatas besi itu dengan erat, berjaga-jaga Reja akan benar-benar mendorongnya.

"Sekali lagi lo bilang gak ngerti, gue bakalan dorong lo, Varas," ancam Reja.

"Tolong bicarain baik-baik. Lo turunin gue dulu biar gue bisa mikir," kata Varas. Kini tangan kanannya memegang tangan Reja yang sedang mencengkeram bajunya. Sementara tangan kirinya tetap berpegangan pada pembatas besi.

"Zakka itu kakak tiri gue," kata Reja. Perlahan ia menurunkan Varas yang semakin terlihat pucat pasi. Varas sangat terkejut karena adik tiri yang sering diceritakan oleh Zakka adalah Reja. Ia sama sekali tidak tahu itu.

"Jadi itu alasan lo pura-pura kayak Zakka?" tanya Varas.

Reja menatapnya tajam dan membuat Varas mundur selangkah untuk menjaga jarak karena takut Reja akan benar-benar membunuhnya. Ia tahu Reja tidak akan main-main dengan ucapannya setelah ia melihat Reja hampir membunuh Kervan.

"Zakka bilang dia jatuh cinta sama gue?" tanya Varas.

"Lo gak tahu? Jangan main-main lo, Varas! Lo sendiri yang udah nolak dia dengan alasan kalau lo udah punya pacar!" bentak Reja yang kembali mencengkeram kerah Varas. Kali ini lebih keras hingga Varas merasa pernapasan terhambat akibat cengkeraman itu.

"Di-dia gak pernah ne-nembak gue," kata Varas terbata-bata sambil memukul-mukul tangan Reja agar melepaskannya. "Gue gak bohong."

"Gue gak percaya!" Reja langsung melepaskan sekaligus mendorong Varas hingga Varas bisa bernapas dengan lancar. Cewek itu sempat terbatuk-batuk setelah Reja melepaskannya.

"Gue harus apa biar lo percaya?"

"Dia bukan meninggal karena ketabrak mobil. Dia bunuh diri. Dia bunuh diri, Varas!" kata Reja dengan meninggikan nadanya saat mengucapkan kalimat terakhir.

Varas terlihat gelagapan. Reja tahu Zakka berniat bunuh diri. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. 

"Lo tahu?" tanya Reja saat melihat Varas yang diam dengan keadaan gelisah. Ia yakin cewek itu tahu sesuatu. Namun, Varas masih enggan membuka mulutnya.

"Zakka sering cerita kalau orang yang dia suka itu temen sekelas. Orangnya cuek tapi perhatian sama dia. Jadi, dia nembak orang itu, tapi akhirnya ditolak. Siapa lagi orangnya kalau bukan lo? Lo penyebab Zakka bunuh diri!"

"Enggak, Reja, enggak!" teriak Varas sambil menatap Reja marah. Ia benar-benar muak jika ada orang yang salah paham dan menuduhnya melakukan sesuatu yang tidak ia lakukan. "Gue gak pernah nolak dia!" tegas Varas yang kini sudah berkaca-kaca.

"Terus siapa lagi orangnya? Semua bukti mengarah ke lo!"

"Bukti apa yang lo punya? Hah? Bukti apa?" tanya Varas. Ia membiarkan air matanya membasahi pipinya. Ia muak disalahpahami. Ia muak terus merasa bersalah pada Zakka karena sudah menghilangkan satu-satunya bukti untuk mengungkap kematian Zakka yang sebenarnya.

"Zakka gak pernah bohong. Semua cerita dia tetep gue inget sampai sekarang, walaupun gue—"

"Walaupun lo sama sekali gak pernah peduli sama dia? Iya? Zakka sering cerita sama gue kalau lo selalu cuekin dia kalau dia ngomong sama lo," sela Varas.

"Tapi gue—"

"Setelah dia meninggal baru lo peduli sama dia? Gak guna, Reja! Gak guna! Atau lo lakuin semua ini karena merasa bersalah kalau siapa tahu aja Zakka bunuh diri karena lo, bukan karena—"

"Jaga mulut lo, Varas! Zakka bunuh diri karena ditolak orang yang dia suka, bukan karena gue!"

"Terserah lo. Gue gak peduli. Yang jelas orang itu bukan gue," tekan Varas dan hendak pergi. Namun, Reja menarik rambutnya yang dikuncir satu dan tidak sengaja melepaskan ikat rambutnya hingga kini rambut Varas terurai.

"Lo bilang Zakka meninggal karena ketabrak mobil, kenapa lo bohong waktu itu?" tanya Reja. Penjelasan Varas saat itu sama dengan yang orangtuanya bilang. Di berita juga penjelasannya seperti itu, tetapi Reja tidak sepenuhnya percaya dan berakhir ia menyelidikinya sendiri.

"Gue gak bohong. Dia emang ketabrak mobil."

"Maksud lo dia sengaja loncat ke mobil itu?"

Varas mengangguk. "Satu-satunya bukti kalau dia bunuh diri itu cuma HP-nya."

"Itu yang gue cari. Kata orangtua gue, polisi gak nemuin HP Zakka di TKP. Sejak saat itu gue ngerasa curiga. Gak mungkin HP dia hilang tanpa jejak karena beberapa jam sebelum kejadian dia sempet nelepon gue—"

"Dan gak lo jawab?"

Reja terdiam. Ia mulai percaya kalau Varas berkata jujur karena tidak terlihat keraguan saat cewek berambut kecokelatan itu menjelaskan. Namun, ia akan tetap curiga sebelum menemukan orang yang bisa ia curigai.

"Gue bakal cerita semua yang gue tahu, tapi dengan satu syarat."

"Apa?" tanya Reja. Ia tidak menoleh ke arah Varas dan menatap tangannya yang memainkan ikat rambut berwarna hitam milik Varas yang sejak tadi ia mainkan. Melihat ikat rambutnya, ia pun hendak mengambilnya, tetapi terlambat karena Reja membuang ikat rambut itu.

"Kok dibuang sih?" pekik Varas kesal. Itu satu-satunya ikat rambut yang ia punya.

"Udah jelek, mending dibuang."

"Tapi gue gak punya lagi!"

"Gak usah teriak-teriak, suara lo cempreng. Besok gue beliin, kalau perlu nanti gue langsung ke rumah lo bawain ikat rambut semobil."

"Gila! Gak usah!"

"Gue bilang jangan teriak-teriak! Berisik!"

"Itu lo juga teriak! Kenapa gue gak boleh?"

"Bodo amat. Apa syaratnya? Cepetan ceritain yang lo tahu."

Varas pun duduk lesehan di bawah karena ia tidak kuat berdiri. Ia merasa sangat lelah hanya karena berdiri beberapa menit saja.

"Gue gak duduk di lantai," kata Reja yang tetap berdiri sambil menyilangkan tangannya di dada.

"Dasar anak orang kaya! Maunya duduk di atas mulu," cibir Varas lalu menarik lengan Reja dengan kedua tangannya hingga berhasil membuat Reja duduk di bawah.

"Lo!"

Varas menatap Reja yang duduk di sebelahnya. "Bener kata Ghanu, Reja itu bunglon. Cepet banget berubah sifatnya," batinnya.

"Gue cerita, tapi lo janji jangan nuduh gue nolak Zakka. Gue bener-bener gak pernah sama sekali," kata Varas. Reja berpikir sejenak sambil menatap Varas dengan lekat-lekat. Ia tidak melihat Varas terlihat gugup atau apapun seperti orang berbohong, Varas terlihat jujur.

"Oke," kata Reja menyetujui. Tidak ada salahnya ia mempercayai Varas karena hanya cewek itu yang bisa menceritakan tentang Zakka yang tidak ia tahu.

Flashback On

...

ITU AJA DULU HEHE
FLASHBACKNYA DI PART SELANJUTNYA

AKU BUAT PART INI DUA HARI YANG LALU PADAHAL

TAPI SINYAL MINTA DIGAMPAR

LEMOTTTT BGT KAYAK AKU

Selasa, 22 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro