🍁19🍁 Pulang Bareng

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Harusnya gue lebih cepet nemuin dia," lirih Varas sambil menangis terisak. Reja menatap Varas dengan iba. Perlahan cowok itu memeluk Varas yang duduk di sampingnya, mengusap-usap punggung gadis itu untuk menenangkannya.

Varas sangat terkejut karena Reja tiba-tiba memeluknya. Seketika ia berhenti menangis. "Reja?"

Reja tersentak dan langsung mendorong Varas hingga Varas terjungkal. Untung tangannya sigap menapak lantai dan menahan tubuhnya. "Yang meluk lo bukan gue," kata Reja sambil menggeser posisi duduknya sedikit menjauhi Varas.

"Lo bisa simpati ya?"

"Apaan sih? Gue bilang yang tadi itu bukan gue!"

"Nyolot mulu."

"Bodo amat. Terus HP-nya Zakka mana?" Varas menghela napas berat. Ia sudah menghilangkannya dan hanya itu satu-satunya bukti untuk mengungkap kalau Zakka bunuh diri.

"Hilang."

"Kok bisa?" tanya Reja dengan nada tinggi. Varas menunduk dalam. Reja pasti akan sangat marah padanya.

"Gue cerita semuanya ke Bu Yalan, guru yang hilang itu. HP-nya gue serahin ke Bu Yalan. Gue kira Bu Yalan bakal ngungkap semuanya, tapi gue salah," tutur Varas.

"Lo emang bego."

"Emang gue bego kok, gak usah diperjelas," cicit Varas sambil memanyunkan bibirnya. Matanya berkaca-kaca lagi dan hendak menangis.

"Dasar cewek cengeng," cibir Reja.

"Biarin cengeng, artinya gue punya hati. Daripada lo gak punya hati," balas Varas sambil mengusap air matanya yang menetes.

"Heh! Siapa bilang gue gak punya hati? Kalau gue gak punya hati, gue gak bakal meluk lo pas nangis tadi!" kata Reja dengan nada nyolot. Ia tidak terima dikatai tidak punya hati.

Varas yang masih berlinang air mata tiba-tiba tertawa. "Ngaku juga lo meluk gue," ejek Varas sambil memukul lengan Reja dengan pelan.

"Berani lo sama gue? Mau didorong?" Refleks Varas menggeleng dan bergeser menjauhi Reja. Ia mengusap air matanya dengan kasar dan melirik Reja yang menatapnya.

"Lo harus nemuin Bu Yalan. Harus!" kata Reja. Matanya menatap Varas dengan tajam dan membuat Varas semakin takut. Varas pun hanya bisa mengangguk.

"Menurut gue, penyebab utama Zakka bunuh diri itu bukan karena ditolak," ujar Varas pelan.

"Maksud lo? Jelas-jelas dia bunuh diri karena ditolak."

"Penyebab utamanya itu diskriminasi. Zakka setiap hari dibuli, dihina, dijahilin. Kalau aja mereka enggak mendiskriminasi Zakka, Zakka gak bakal bunuh diri," jelas Varas.

Reja tiba-tiba bangkit dari posisi duduknya. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat. Rahangnya mengeras dan matanya menatap tajam ke arah depan. Reja benar-benar marah pada orang-orang yang mendiskriminasi Zakka.

"Reja, lo mau kemana?" tanya Varas saat Reja melangkahkan kakinya. Varas pun langsung berdiri dan menahan tangan Reja.

"Bukan urusan lo."

"Jangan sekarang, Ja. Lo jangan pakai kekerasan," ucap Varas.

"Gue mau hajar mereka. Lo mending diem aja. Nanti pulang sekolah kita ketemu lagi, masih banyak yang perlu gue tanyain. Awas aja lo kalau coba-coba kabur!"

Reja berlari menjauhi Varas. Namun, baru beberapa langkah, teriakan Varas menghentikannya. "Percuma! Mereka semua gak sekolah!"

Reja menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Ia benar-benar dalam emosi yang tidak terkontrol saat ini. Lebih mending ia pulang daripada mengamuk ke sembarang orang yang ia temui.

Saat kakinya hendak melangkah lagi, tiba-tiba ia mendengar suara ambruk. Kemudian ia menoleh dan melihat Varas yang sudah terbaring di lantai.

Segera Reja menghampirinya dan berjongkok di samping Varas. Ia menepuk-nepuk pipi Varas dan merasakan suhu tubuh gadis itu sangat tinggi. Ia mengecek dahi dan leher Varas, ternyata gadis itu sedang demam.

"Udah tahu sakit, malah sekolah. Mending tidur di rumah, ngerepotin orang aja," gerutu Reja sambil menggendong tubuh ringan Varas dengan gampangnya. Reja tidak merasa Varas berat sama sekali, bahkan ia merasa menggendong bantal guling.

"Gak pernah makan lo pasti," kata Reja saat menuruni tangga seperti tanpa beban.

"Pengen banget gue lempar ke got," kata Reja lagi sambil menatap wajah Varas yang pucat pasi. "Enggak deh, becanda."

"Oy Reja!" panggil seseorang dari jauh saat Reja hampir sampai di UKS. Reja menoleh dan melihat Ghanu sedang berlari menghampirinya.

"Gue kira lo gak sekolah, njir!" seru cowok bule berambut kecokelatan itu. Hidung mancungnya kembang-kempis setelah berlari tadi. "Eh Varas kenapa? Lo apain anak orang? Gak lo pukul, 'kan?" cecarnya sambil menatap Varas.

Reja menatap Ghanu dengan tatapan datar. Kemudian alis tebalnya terangkat sebelah. "Lo mikir gitu?" tanyanya.

Sementara Ghanu hanya bisa menyengir sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia pun mengikuti langkah Reja menuju ke ruang UKS.

Cowok bule itu mengamati gerak-gerik temannya dengan serius. Mulai dari membaringkan tubuh Varas dengan perlahan, menyelimutinya, dan mengambil minyak untuk diusapkan di kening gadis cantik itu.

"Fix, Ja!" seru Ghanu sambil menodongkan kedua tangannya membentuk pistol. Sementara Reja yang sedang mengurut kepala Varas pun langsung mendongak dan menatap Ghanu heran.

"Apaan?" tanya Reja sambil menaikkan kedua alis tebalnya. 

Tanpa mereka sadari, Varas sebenarnya sudah tersadar sejak Reja mengusapkan minyak di kepalanya.

"Lo suka sama Varas, 'kan? Fix itu!" seru cowok bule itu. Ia menaik-turunkan alisnya untuk menggoda Reja.

"Gue? Suka sama dia?" tanya Reja sambil menunjuk Varas tanpa menatap ke arah gadis yang sedang terbaring dengan mata yang sedikit terbuka untuk mengintip.

"Iya." Ghanu mengangguk. Ia yakin dengan apa yang ia lihat.

Tiba-tiba Reja tertawa terbahak-bahak setelah Ghanu mengangguk.

"Sialan. Dia mau bunuh gue atau gimana sih? Perlu banget ya ketawa di atas muka gue?" batin Varas menggerutu.

Memang posisi Reja sedang membungkuk dengan satu tangan untuk menopang tubuh atletisnya. Varas bisa melihat dengan jelas setiap inci wajah tampan Reja dalam posisi sedekat itu.

Alis tebalnya yang rapi, matanya yang indah, hidungnya yang mancung, bibirnya yang seksi, rahangnya yang maskulin, jakunnya yang menggoda, dan kulit putihnya yang terlihat halus. Varas ingin menyentuhnya, tetapi ia tahan karena tidak mungkin ia menyentuh Reja tiba-tiba.

Tidak bisa dipungkiri kalau Varas sangat senang bisa melihat Reja dari jarak sedekat ini. Akan tetapi, posisi itu juga tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

"Kenapa lo malah ketawa, njir? Gila lo ya?"

Reja menepuk jidatnya berbarengan dengan tawanya yang terhenti dan digantikan dengan tatapan datar. "Bosen hidup lo?"

"Eh! Malah bahas hidup gue."

"Gue gak suka sama dia. Jadi, jangan buat gosip lo. Kalau aja ada gosip gitu, mulut lo gue jahit."

Ghanu berdecak kesal karena Reja selalu mengancam.

"Ekhem!" Varas berdehem. Reja dan Ghanu langsung menoleh bersamaan ke arah Varas yang sedang mengerjap-ngerjapkan matanya. Sontak Reja menjauhkan dirinya saat tersadar posisinya terlalu dekat dengan Varas. Varas pun merubah posisi tidurnya menjadi duduk.

"Maaf ngerepotin," kata Varas sambil menatap Reja dengan wajah yang sengaja ia buat menggemaskan. Reja bukannya luluh dengan Varas, cowok itu malah mendorong kening Varas hingga Varas meringis karena kepalanya masih pusing.

"Lo emang ngerepotin. Kalau sakit tuh mending gak usah sekolah," ketus Reja lalu pergi meninggalkan Varas dan juga Ghanu yang masih di UKS.

"Lo mau balik ke kelas atau pulang?" tanya Ghanu. Varas turun dari kasur dan menatap Ghanu yang masih menunggunya. "Gue anterin kalau lo mau pulang."

"Serius?" tanya Varas. Demamnya masih belum turun dan tenggorokannya sedikit sakit. Mungkin dia akan terkena flu. Maka dari itu ia ingin pulang untuk beristirahat. Lagi pula ia tidak akan bisa berkonsentrasi belajar saat dalam keadaan sakit.

"Serius. Gue juga—"

"Mau bolos lo?" tanya Reja yang tiba-tiba kembali.

"Kok balik lagi?"

"Gue mau pulang," kata Reja. Padahal cowok itu sama sekali belum memasuki kelas sejak pagi. Namun, sekarang ia malah berencana pulang.

"Gue nebeng ya," pinta Varas tanpa merasa malu.

"Dih! Siapa lo?"

"Reja mah gitu. Tadi baik, sekarang enggak." Varas menatap Reja dengan memelas.

"Enggak. Balik sendiri!"

"Gue lagi sakit, Ja. Boleh ya?"

"Enggak, gue mau sendiri."

Reja pun berjalan menjauhi mereka. Sementara Varas langsung menyusul Reja, meninggalkan Ghanu yang tidak dianggap.

"Katanya lo masih punya pertanyaan buat gue. Lo tanya aja di jalan," kata Varas sambil mengikuti Reja dari belakang.

"Gue bawa motor, gak bisa ngomong di jalan."

Varas terus mengikuti Reja sampai di parkiran khusus motor. Sementara Reja tetap tidak menghiraukan Varas.

"Ya udah, kalau gitu gue gak bakalan pernah jawab pertanyaan lo. Gue gak bakal bantu cari Bu Yalan," ancam Varas sambil melipat kedua tangannya di dada. Dagunya terangkat sambil menatap Reja dengan angkuh.

Reja yang akan memakai helm full face berwarna hitamnya pun berhenti dan menatap Varas tajam.

"Ya udah naik."

...

(Eh perhatian! Aku lupa isiin fotonya SMA Progist. Udah aku isi di part 14 hehe. Coba lihat🤣)

PERCUMA YA REJA SEKOLAH? MUSUH-MUSUHNYA GAK SEKOLAH SEMUA🤣🤣🤣

DIA BOLOS DEH SAMA VARAS HUAAAA😭

Rabu, 23 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro