🐊15🐊 Bullshit

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah selesai membayar belanjaannya, Gania keluar diikuti oleh Agalanka di belakangnya. Keduanya sama-sama membawa belanjaan, bedanya belanjaan Gania lebih banyak dari Agalanka. Tanpa disuruh Agalanka langsung mengambil belanjaan Gania dan menentengnya tanpa merasa keberatan sedikitpun.

“Gak usah bilang makasih, gue ikhlas,” kata Agalanka sambil menyengir lebar.

“Dih, siapa yang mau bilang makasih? Gue cuma mau bilang kalau gue mau nebeng sama lo. Lumayanlah ngirit pengeluaran. Uang sisa bisa gue korupsiin,” cerocos Gania sambil tersenyum polos. Daripada sok sungkan meminta bantuan untuk mengantarnya pulang, lebih baik Gania terus terang. Ingin berhemat juga harus bisa menepis rasa malu.

“Gila, lo emang mata duitan ya?” tanya Agalanka sambil menggeleng-geleng pelan. Baru kali ini ia bertemu perempuan yang mau berterus terang seperti Gania. Biasanya para perempuan selalu menjunjung tinggi rasa gengsi mereka.

“Jaga-jaga aja, siapa tahu nanti gue ditelantarin,” kata Gania pelan. Agalanka sebenarnya mendengar apa yang Gania katakan, tetapi ia memilih untuk pura-pura tidak tahu saja karena ia tidak tahu mau bilang apa.

“Mobil gue di sana,” kata Agalanka sambil menunjuk sebuah mobil sedan berwarna hitam yang terparkir rapi di parkiran supermarket.

“Kunci?” tanya Gania yang tahu kalau Agalanka kerepotan membawa dua kantung belanjaan. Cowok itu pasti kesulitan untuk mengeluarkan kunci.

“Ini,” ucap Agalanka sambil melirik ke bawah, tepatnya ke saku celananya. Gania mengulurkan tangannya untuk mengambil kunci mobil, tetapi Agalanka refleks menjauhkan dirinya saat jarak tangan Gania dengan saku celananya sudah dekat.

“Kenapa?” tanya Gania saat melihat Agalanka yang menatapnya dengan tatapan horor.

“Lo beneran gak papa ngeraba-raba cowok kayak gitu?” tanya Agalanka balik.

“Gak papa dong. Emang kenapa?”

Gania kembali mendekati Agalanka dan hendak menyentuh saku celana cowok itu. Namun, Agalanka refleks berseru. “Gue yang gak papa!” Agalanka menatap Gania dengan kesal, lalu memberi perempuan itu kantung belanjaan yang ringan. Kemudian ia mengambil kunci mobilnya dan meletakkan belanjaan mereka di bagasi.

“Ih, lo kenapa sih? Aneh banget,” tukas Gania sambil mengikuti Agalanka masuk ke mobil. Cowok itu tampak sangat kesal dan terus menggerutu pelan.

“Lain kali lo gak boleh raba-raba cowok, gak baik,” ketus Agalanka. Jakunnya naik turun, sepertinya cowok itu terus menelan ludahnya.

“Jangan bilang lo te—”

“Heh! Mentang-mentang lo udah nikah, jadi lo mau ngomong frontal? Gak! Gue yang malu!”

“Alah, belum juga nyentuh udah terang—”

“Gania!” Wajah Agalanka sekarang menjadi merah padam. Bukan karena marah, melainkan karena malu. Hal itu membuat Gania tertawa terbahak-bahak. “Au ah, gue ngambek sama lo.”

“Eh, jangan bilang sekarang lo lagi ....” Gania melirik Agalanka, lalu menurunkan pandangannya, dan sedetik kemudian ia memalingkan wajahnya. Ia menelan ludahnya berkali-kali sambil menatap ke arah luar. “Ja—jalan cepetan,” kata Gania tergagap.

Agalanka memejamkan matanya dan membenturkan kepalanya di stir. Harga dirinya sebagai cowok terluka karena Gania mengetahui kalau ia mudah terangsang. “Aib gue kebongkar,” lirih Agalanka.

(Aku mau nanya sebelumnya, apa kalian ngerti sama pembicaraan mereka?😂 Yang udah dewasa keknya ngerti deh)

“Itu bukan aib kok. Salah gue sih malah hampir grepe-grepe lo tadi. Kan jadinya lo sekarang ....” Gania juga merasa malu dengan kejadian ini. Ia tidak menyangka kalau Agalanka terangsang hanya karena ia hampir menyentuh sakunya. Hampir loh itu, belum menyentuh.

Stop bahas itu. Gue emang rada mesum sih. Lo mau nyentuh gue aja gue mikirnya udah traveling,” cetus Agalanka cepat. Kemudian ia langsung menginjak gas secara dan berhenti mendadak hingga Gania terdorong ke depan. Untungnya cowok itu refleks menahan tubuh Gania agar tidak terbentur sesuatu.

“Agalan! Berengsek!” teriak Gania yang membuat Agalanka menoleh ke samping dan melihat tangannya tepat berada di atas dada Gania. Segera ia menarik tangannya dan menatap Gania dengan horor.

“Gu–gue minta ma–maaf,” kata Agalanka dengan tergagap. Ia benar-benar tidak sengaja, itu hanya refleks karena Gania hampir terjengkang.

“Lo sengaja 'kan nginjek gas terus ngerem mendadak? Ngaku lo!” tuduh Gania sambil menyilangkan tangannya di dada. Walaupun jaketnya tebal, tetapi tetap saja tidak cukup untuk melindungi dadanya dari tangan Agalanka tadi.

“Enggak gitu, Gania. Lo salah paham. Dengerin gue dulu. Kaki gue itu suka gemetar kalau lagi grogi, ya jadinya salah injek. Terserah lo mau percaya sama gue atau enggak. Gue udah terlanjur malu banget, njir. Rasanya gak sanggup lagi gue ketemu lo setelah ini,” cerocos Agalanka, lalu kembali menjalankan mobilnya. Sementara Gania hanya diam saja sehingga suasananya menjadi canggung.

Tidak lama kemudian, mereka sampai di depan rumah Gania. Mereka berdua turun dari mobil. Lalu, Agalanka membuka bagasi untuk mengambil belanjaan Gania. “Makasih ya,” ucap Gania sambil tersenyum tipis. Sementara Agalanka hanya mengangguk saja, lalu kembali masuk ke mobilnya.

“Gila, gue gak jelas banget tadi. Ngerasa konyol banget gue,” gerutu Agalanka sambil membenturkan kepalanya ke stir. “Otak gue itu perlu diperbaikin. Oke, mulai hari ini gue gak bakalan nonton video porno lagi. Gara-gara keseringan nih makanya otak gue ngeres banget,” katanya pelan sambil menatap lurus ke depan.

“Apa lo bilang?”

Agalanka menoleh ke samping dan betapa terkejutnya ia karena Gania masih ada di sana. Matanya membulat sempurna karena takut Gania mendengar semua ucapannya. “Se–sejak kapan lo di sana?” tanya Agalanka.

“Gue belum pergi sejak tadi kok. Gue denger semua yang lo bilang,” kata Gania polos.

“Lo!” Refleks Agalanka berteriak. Ia langsung menghidupkan kembali mobilnya dan bersiap untuk pergi. “Lupain semua yang gue bilang atau gue bakalan mati karena malu!” serunya. Kemudian mobil Agalanka melaju menjauhi rumah Gania, menyisakan Gania yang kini tertawa cekikikan.

“Agalan buka kedok,” kata Gania sambil menahan senyumnya. Lalu, ia berjalan masuk ke rumah dengan kantung belanjaan yang ditentengnya dengan susah payah.

“Dari mana aja kamu? Udah gelap ini malah baru nyampe. Mama itu udah laper banget, tahu? Pasti keluyuran 'kan kamu?” omel Urela saat Gania baru saja masuk. Wanita itu masih berada di sofa dan menonton televisi, seperti sebelum Gania pergi.

“Gak ada taksi, Ma,” alibi Gania. Kemudian ia berjalan menuju dapur untuk memasak makan malam untuk keluarganya.

“Gania,” panggil Ghanu yang datang ke dapur. Laki-laki itu sudah memakai pakaian ala rumahan dan penampilannya agak acak-acakan. Sepertinya dia sempat tidur tadi dan baru bangun.

“Apa?”

“Cowok tadi siapa?” tanya Ghanu sambil menatap Gania dengan tajam. Gania yang sedang memotong daging ayam pun hanya menoleh sejenak dan kembali ke aktivitasnya. “Gania, jawab aku,” tekan Ghanu sambil memegang bahu Gania.

“Supir taksi,” jawab Gania berbohong.

“Bohong. Kamu jangan bohong. Jawab aku, Gania. Siapa cowok yang antar kamu?” Mata Ghanu menyiratkan kalau laki-laki itu sedang dipenuhi amarah.

“Agalan, temen kampus dulu.”

“Ngapain kamu sama dia? Itu alasan kamu gak mau dijemput?”

Gania tersenyum miring. Apa Ghanu sedang cemburu? Jika iya, Gania bisa menggunakan Agalanka untuk membuat Ghanu selalu cemburu. “Terus kamu gimana? Di jadwal gak ada tuh kuliah sampai sore. Kenapa bisa sore baru pulang? Pasti jalan dulu 'kan sama Meidy?” balas Gania.

“Emang kenapa? Dia pacar aku. Salah kalau jalan sama pacar sendiri?” Ghanu menaikkan alisnya sebelah, memasang ekspresi seolah-olah ia tidak mempunyai salah sama sekali. Hal itu membuat darah Gania rasanya mendidih. Namun, Gania berusaha untuk terlihat tenang. Semuanya tidak akan selesai hanya dengan memakai emosi.

“Ya udah, kalau gitu aku bakalan pacaran sama Agalan. Kita impas deh,” kata Gania sambil tersenyum paksa.

“Gak boleh.”

Why? Ada yang salah dengan itu?” tanya Gania.

“Salah. Jelas salah, Gania. Kamu itu perempuan dan sekarang lagi hamil anak aku. Kamu pikir itu cowok bakalan mau sama kamu?” desis Ghanu dengan pelan. Ia tidak mau mamanya mendengar ada keributan di dapur, makanya ia menahan diri agar tidak berbicara keras.

“Pepatah perempuan selalu benar itu bullshit. Setelah pernikahan, yang selalu benar adalah laki-laki. It's right?”

🐊🐊🐊

Aku pake Chimon buat cast Agalanka, cocok aja gitu rasanya😂

🐊🐊🐊

Senin, 25 Januari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro