Ramadan 19: Afraid

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Apa yang diriku pilih saat ini, menentukan masa depan. Lalu aku memilih masuk jurusan akuntansi, sebelum tahu betul apa keinginanku usai lulus SMA. Jalan terberat, ketika aku mulai lelah, hampir ingin berhenti.

Seorang teman satu kamar asrama mengusap punggung pelan, menyalurkan energi yang membuatku tetap ingin berdiri. Bukan semata-mata karena usapan sebetulnya, ada hal lain.

Di dunia, terdapat tiga tipe teman. Pertama, teman yang akan mengatakan 'semangat!' padamu ketika terpuruk. Kedua, teman yang berkata bahwa tidak baik terus bersedih, lantas ceramah tanpa tahu kalau tidak sepenuhnya menceramahi dapat membuat tenang, terkadang akan terdengar menggurui. Ketiga, teman yang memaki, bahkan tidak segan mendorongmu masuk ke jurang.

Dan Kinan, tipe teman nomor tiga.

Setelah punggungku dia usap, tempat yang sama Kinan memukulnya keras sampai diriku meringis.

"Apa-apaan ini, hah? Kalau lembek kayak begini, ya sudah, masuk jurang saja sana!"

Ini mengapa Kinan termasuk kategori ketiga. Menakjubkan, aku justru sama sekali tidak tersinggung atas ucapannya.

"Kamu mau aku mati?" tanyaku, hanya sekedar ingin tahu sejauh mana diri ingin berakhir karena mempertahankan ketakutan.

"Kalau begitu cepat masuk ke jurang, dan pastikan kamu mati sebelum menyesal karena telah menyia-nyiakan hidup."

"Nan...."

Sungguh, saat itu aku menarik kedua ujung bibir, berusaha melawan hati. Tapi yang namanya indra penglihat tidak pernah bisa berbohong, mengeluarkan air mata tanpa peduli wajah tersenyum.

Kalau ditanya apa yang aku takutkan, sangat banyak. Aku takut tidak bisa melakukan sesuatu terbaik, aku takut, tidak bisa mengerjakan apa yang menjadi tugasku. Aku sungguh takut, ternyata aku salah memilih.

"Jangan dulu mati."

Dengan pandangan memburam terlapis air mata, diriku menatap Kinan membuang muka.

"Jangan mati sebelum dirimu mencoba lebih. Kamu yang memilih untuk berada di sini, maka kamu harus bertanggung jawab sampai selesai." Kinan menengok ke arahku, pandangannya tegas. "Sampai kamu berhasil percaya diri, kalau sebenarnya kamu nggak salah memilih. Jika memang kamu menyesal, itu bukan kegagalan, hanya bagian pahit dari jalanmu."

"Kinan," panggilku, lagi. Bahkan aku tidak mengerti mengapa kata-kata lain tidak bisa terucap.

"Arum sekali lagi kamu memanggilku, aku benar-benar bakal melemparmu ke jurang."

Tawaku pecah dalam air mata masih berlinang. Kinan, tipe teman yang mendukung melalui hal kasar dengan penuh arti di dalamnya. Kau pasti mengerti maksudku.

Benar kata Kinan, apa yang dipilih dari awal, aku harus bertanggung jawab untuk menghadapi dan menyelesaikannya. Sebelum itu, aku mesti mengusir habis rasa takut dahulu, agar aku bisa berjalan tanpa penyesalan.


.
.
.

D-11, 24 Mei 2019

#KSI #KOMUNITASSASTRAINDONESIA  #RAMADHANSUKACITA #CKSI

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro