☘18. Kepergok☘

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nora menghirup napas dalam-dalam lalu menyemburkan udara di balik masker untuk menetralkan keterkejutannya. Ia memutar bola mata sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Hose, Hose, kayanya aku perlu rujuk kamu ke bagian saraf deh. Sapa tahu ada efek benturan di kepala bikin kamu aneh kayak gini. Perasaan aku kan bukan tipemu."

Hosea terkekeh keras. "Bener, Ra. Aku juga nggak tahu kenapa kok pengin ketemu kamu lagi. Ehm, siang ini kamu ada acara? Makan siang bareng yuk?"

"Sorry, aku nggak bisa. Aku dijemput Adrien," tolak Nora cepat.

Hosea manggut-manggut. "Ah, Si Pisang Bolen itu ternyata jadi pacarmu ya?" Ekspresi kecewanya tak bisa ditutupi di wajah tegasnya. 

Nora tersenyum simpul, memperlihatkan mata yang menyipit. "Iya."

Mereka diam sejenak. Hosea masih duduk di sana memperhatikan Nora yang sedang mengetikkan riwayat kesehatannya yang ternyata baik-baik saja pada kunjungan hari itu di rekam medis elektronik.

Nora melirik Hosea yang masih bergeming di bangku. Ia berdeham. "Oh, ya, kondisi matamu udah baikan. Nggak ada yang perlu dicemaskan," kata Nora menyudahi percakapan mereka. 

Hosea tersenyum miring. Ia seperti diusir dengan halus oleh Nora. Lelaki itu pun akhirnya bangkit dari duduk dan berpamitan.

***

Hosea berjalan dengan lesu ketika keluar dari ruang pemeriksaan mata. Ia hanya menunduk saat berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang dipenuhi oleh lalu lalang petugas dan pasien.

Lelaki itu merenungkan perkataan Nora. Dalam hati, ia membenarkan bahwa penampilan fisik Nora yang chubby memang bukan tipe idealnya, hanya saja Hosea tidak tahu kenapa tubuhnya bereaksi aneh setiap kali mendengar suara Nora. Di saat ia dalam kegelapan, suara itu yang menenangkan.

Beberapa hari terakhir, Hosea layaknya seorang bayi yang berada di rahim seorang ibu. Dalam suasana yang suram, suara Nora yang lembut seperti  maminya mampu menentramkan hatinya. Selama ini Hosea selalu tertarik pada wanita secara visual, tapi entah kenapa hatinya kini tergetar hanya dengan suara.

Apakah itu efek benturan? Atau karena kecewa dengan pengkhianatan Lyla. Hosea belum mampu menjawab.

Saat Hosea hendak masuk ke lift yang akan membawanya turun ke lantai dasar, bersamaan pula Adrien yang hendak ke luar dari bilik.

Mereka berpapasan, dengan kernyitan di dahi masing-masing. Keduanya bersirobok tanpa menghentikan langkah. Adrien berbalik begitu berada di luar, menatap tajam Hosea yang juga menatapnya sengit. Begitu pintu tertutup, lenyaplah sosok Adrien digantikan oleh bayangan Hosea yang berdiri sendiri di bilik kecil itu. 

"Ya, mungkin aku hanya mencari pelampiasan. Nggak mungkin bukan aku menyukai cewek yang berisi?" Hosea mengeratkan rahangnya. Ia mendengkus menertawakan dirinya, bahwa dunia telah berbalik. Nora yang ditolak, dalam waktu lebih satu dasawarsa akhirnya bisa mendobrak cara pandangnya.

Sejak dinyatakan tidak ada masalah dengan matanya, Hosea menjadi lebih pendiam. Sudah seminggu ini, sejak kontrol terlahir  lelaki itu melakukan hal yang selama ini tidak ia lakukan. Ke kantor dan mengerjakan proyek perusahaan.

Proyek kali ini adalah proyek resort yang akan dibangun di kawasan Kota Batu bekerja sama dengan Livian Group. Saat Hosea mempelajari konsep yang diajukan oleh perusahaan perhotelan tersebut, otaknya sudah berputar membuat sketsa. Setidaknya proyek baru ini mampu menyibukkan dirinya daripada merenungi patah hati terhadap Lyla dan perasaan anehnya pada Nora.

Di sisi lain, Jericho merasa aneh ketika mendapati putranya garangnya itu tiba-tiba berubah dan menjadi penurut. Karena cemas  ia pun akhirnya menengok ke ruangan putranya. Saat lelaki paruh baya itu masuk, Hosea sedang serius di depan layar lebar komputer. Tangannya sibuk menarikan tetikus untuk membuat sketsa yang kini tergambar apik di monitor.

"Hose, jangan dipaksakan kerja dulu. Matamu belum bisa terkena radiasi terlalu lama," ujar Jericho sambil berjalan mendekati putranya. Laki-laki itu membawa sebungkus makanan yang ia pesan dengan aplikasi pesan antar makanan.

Hosea menoleh sambil memberikan senyuman. Ia melepas kacamata anti radiasinya dan menekan pelan matanya. Sudah dua jam lebih ia berkutat di depan layar komputer, hingga baru terasa matanya lelah saat terjeda oleh kedatangan Jericho.

"Nggak pa-pa, Pi. Ini kan ada proyek baru. Jadi aku kerjain langsung. Arsitek lain kan masih ngerjain proyek Balai Sidang di Blitar." Hosea menyandarkan punggungnya di sandaran punggung. "Lumayan loh kita bisa memenangkan tender di perusahaan besar seperti Livian Group."

Jericho meletakkan sekotak nasi goreng babat kesukaan Hosea. Hosea mengambilnya dan segera membuka. Ia memejam mata saat harum rempah menguar di ruangan.

"Hose, begini. Sebenarnya Founder Livian Group sempat menawari Papi untuk mengenalkan kamu sama putrinya. Cuma waktu itu kan kamu sudah ada Lyla. Ehm, gimana … kalau sekarang kamu nyoba ketemu sama putri mereka," usul Jericho dengan ragu.

"Perjodohan?" Mata Hosea terbuka dengan satu alis terangkat.

"Ya, kurang lebih begitu. Kita sering sekali bekerja sama dengan Livian Group kan? Setidaknya, dengan perjodohan ini, hotel atau resort mereka yang akan dibangun berikutnya, pasti akan kita kerjakan."

Hosea mengerutkan alis. Ia tahu proyek ini sangat besar nilainya dan menguntungkan. Melihat jaringan Livian Group yang tidak hanya berkecimpung di perhotelan saja, Hosea yakin pernikahan politik itu akan membawa dampak pada perusahaan sang papi.

Mungkin kalau dulu Hosea ditawari perjodohan aneh seperti ini, ia tidak akan mau. Hanya saja, hatinya sekarang hampa. Ia terbiasa menyayangi Lyla. Ketiadaan gadis itu menyisakan rongga kosong di batinnya. Mau diisi oleh Nora, nyatanya gadis itu sudah menjadi pacar Adrien.

"Boleh, Pi. Cantik nggak?"

Jericho terkekeh. "Cantik. Kamu pasti suka!"

Hosea mengangguk-angguk. "Kapan perjodohannya?"

Mata Jericho membeliak. "Beneran kamu mau Papi kenalin sama putri pemilik Livian Group? Ini serius loh! Kalau kamu main-main bisa-bisa kita nggak punya slot menang tender berikutnya lagi."

"Iya. Nggak pa-pa, Pi. Lagian aku kan sekarang jomlo."

Jericho tersenyum lebar hingga kerutan menghiasi pipi. Ia bergegas  bangkit karena tidak sabar memberitahu kliennya untuk menjodohkan putra dan putri mereka. 

Melihat antusias sang papi, Hosea hanya menarik bibir tipis. Dalam hati ia berdoa semoga keputusannya memang tepat.

Begitu di ambang pintu, Jericho berbalik. "Hose, nanti kasih tanda terima kasih ke rumah Nora, ya? Papi udah minta Dita, sekretaris Papi, mampir beli kue di toko pastry murah meriah di daerah Brawijaya. Nanti kamu ambil di ruangan Papi. Alamatnya nanti Papi WA"

Hosea hanya mengangguk. Seketika matanya berbinar. Sudah seminggu sejak kontrol terakhir ia tidak lagi bertemu Nora. Rasa rindunya yang menyusup kalbu hingga menyesakkan dada itu akhirnya sebentar lagi terobati.

Sejak Jericho mengatakan menyuruhnya pergi ke rumah Nora, Hosea menjadi tidak sabar menunggu pukul lima sore. Beberapa kali ia melirik angka di sudut kanan bawah layar monitornya. Detik demi detik berlalu sangat lambat. Beberapa kali desahan terdengar dari bibir Hosea.

Hingga akhirnya pukul 16.30 Hosea tidak bisa bertahan. Ia bangkit setelah mematikan komputernya dan bergegas meraih kunci mobil. Lelaki itu berjalan cepat menuju ke ruangan sang papi.

Begitu membuka pintu, Hosea tak mendapati papinya di situ. Tapi sekotak kue di dalam tas plastik buram dengan logo di d' Napoleon itu masih ada di atas meja. Hosea segera mengambil bungkusan kue itu dan segera bergegas keluar menuju rumah Nora.

Sebelum melajukan mobilnya, Hosea melihat lebih dahulu alamat Nora. Rumah Nora ternyata tak jauh dari rumah sakit Lovellete dan kantor perusahaan Smart Construction. Hanya perlu dua puluh menit perjalanan untuk bisa mencapai rumah Nora.

Hosea sangat hafal daerah Malang sehingga hanya berbekal alamat pendek, mobilnya kini sudah berhenti di depan rumah berpagar kayu cokelat. Lelaki itu memosisikan mobil sedannya di depan mobil SUV yang terparkir.

Hosea segera turun dari mobil dengan menenteng tas plastik. Ia bercermin di kaca jendela mobil untuk memastikan penampilannya tak memalukan.

"Ngganteng'e, Hos. Meski ada luka di dekat mata, malah nambahin macho, kaya Himura Kenshin." Hosea menghibur diri sendiri. Luka di kelopaknya memang sudah sembuh tetapi tetap saja meninggalkan sedikit jaringan parut di matanya.

Dengan bersemangat Hosea melangkah lebar. Gerbang di depan rumah sedikit menganga, sehingga lelaki itu memutuskan untuk masuk begitu saja. 

Hosea mengedarkan pandangan berkeliling. Rumah di kawasan elite tidak terlalu lebar halamannya. Begitu masuk, ia disambut halaman berplaster semen. Di sebelah kanannya terhampar taman berumput yang tidak luas dengan lampu taman di tengah.

Hosea tersenyum saat melihat pintu depan terbuka. Dia pun melangkah menuju serambi rumah untuk memberitahu kedatangannya. Namun, lelaki itu terkesiap. Matanya mengerjap. Gerakan mengetuk pintunya urung ia lakukan saat ia melihat dua orang yang saling berpagut bibir. 

💕Dee_ane💕






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro