PART 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

PART 10

Bintang tak pernah menyangka jika hal-hal mustahil di dunia ini bisa berkaitan dengannya. Jadi, cewek itu sulit percaya bahwa dirinya dan Baskara berkaitan di masa lalu.

"Papa bilang, mesin waktu ini nggak sempurna. Ada energi yang bisa merusak bagian dalam otak yang fungsinya mengolah memori kalau dipakai dalam keadaan emosi." Shareen menghela napas panjang. "Aku nggak bisa bantu kalau faktor utamanya belum jelas. Apa cowok itu sedang menjelajah waktu atau justru enggak. Bisa jadi dia nggak pernah berurusan dengan mesin ini dan justru kamu yang pernah berurusan dengan mesin ini."

Shareen menggeleng cepat. "Bukan pernah. Lebih tepatnya belum. Kamu belum berurusan dan nanti akan berurusan dengan mesin ini. Jadi, yang paling pasti sekarang itu kita menunggu apa yang sebenarnya terjadi sampai kamu ke masa lalu."

Bintang hanya termangu. Tidak cukup hal aneh mengenai Baskara, kali ini dia dihadapkan oleh sesuatu yang asing baginya.

"Bisa jadi dia hilang ingatan karena...." Shareen menunduk cemas setelah berpikir. "Ah, aku nggak bisa nebak. Tinggal lihat ke depannya aja. Mbak Ika juga belakangan lagi sibuk, nggak enak kalau aku hubungi tiba-tiba."

"Kenapa mesin ini nggak dimusnahin aja, Kak?" tanya Bintang.

Shareen tersenyum hingga matanya menyipit. "Ah, itu.... Karena beberapa tahun ke depan, aku dari masa lalu harus pakai mesin ini. Ingat pertemuan pertama kita? Nah, itu aku lagi menjelajah waktu. Hehe...."

Jangan-jangan, Kak Shareen juga gila? Setelah berpikir seperti itu, Bintang mengatai dirinya sendiri yang kurang ajar terhadap sang Kakak.

Malam itu, Bintang tak bisa tidur karena terus memikirkan apa yang dia lihat di ruangan itu dan kata-kata Shareen yang membingungkan.

Terutama tentang hubungannya dengan Baskara yang berkaitan dengan mesin waktu.

***

Bintang memutuskan untuk menjalani harinya tanpa banyak melakukan perlawanan jika Baskara mengganggunya lagi. Namun, bukan berarti dia akan menuruti permintaan Baskara. Bintang akan perlahan melihat apa yang terjadi dan mendahulukan kewaspadaan setiap berhadapan dengan orang asing seperti yang dia lakukan selama ini. Apalagi jika orang asing itu seperti Baskara.

Bahkan Bintang membiarkan diganggu oleh geng Barbieberry yang sudah ada di sekelilingnya sejak dia memasuki kantin. Tari dan Saras tak banyak berbuat karena sejak awal dia sudah berusaha mengajak Bintang kabur, tetapi Bintang tetap di tempatnya untuk mengisi perutnya yang setengah kosong.

Tari mengembuskan napas melihat Bintang yang hanya bisa bengong sejak tadi. Ditatapnya Merliah, si ketua geng, dengan berani. "Ka—kalian kan udah men—"

"DIEM!" seru Alexa, membuat Tari megatupkan bibirnya rapat-rapat.

"Bintang, jus paling enak di sini tuh jus timun! Jus yang paling baik untuk mata! Mau gue beliin? Gue punya uang banyak, loh?" Hadley lalu berbisik kepada Rosella di sampingnya. "Dia bodoh! Gue sindir biar matanya dipakai dengan baik. Dia udah nggak peduli sama Bos Besar. Padahal kalau jadi pacarnya, dia bisa beli apa aja yang dia mau."

Rosella mengernyit. "Bukannya jus yang paling baik untuk mata tuh jus wortel?"

"Rosella! Yang terpenting bukan itu!" Hadley, cewek yang katanya terbodoh di geng itu, menatap Bintang dengan emosi. "Eh, Bulan. Gue beliin jus timun dan lo harus minum. Okay?"

Bintang menatap label nama Hadley sambil mengunyah pasta di mulutnya, lalu menelannya beberapa saat kemudian. "Muslimah. Padahal nama asli lo udah bagus. Kenapa lo ganti jadi Hadley? Apa panggilan di rumah?"

"Apa, sih? Bukan urusan lo mau gue nama anu kek," kata Hadley tak jelas sambil menyembunyikan label namanya dengan tangan.

"Oh, tahu juga soal urusan pribadi, ya. Jauh-jauh sana. Kalian semua bikin gue makin pusing." Bintang mengunyah bakso tusuk. Ditatapnya kelima orang itu yang tak mau ke mana pun dan bahkan tidak ikut makan. "Kenapa nggak ngurusin diri kalian sendiri? Apa jangan-jagan cowok sinting itu bayar kalian buat jadi bodyguard gue?"

"KOK TAHU?!" Ucapan serentak kelima cewek itu membuat Bintang dan yang lainnya kaget. Terutama Alexa, pemilik suara yang mampu memecahkan gendang telinga.

"Bos besar berani loh bayar kami setara gaji PNS golongan VI sebulan! Dan kami cuma kawal lo saat istirahat doang." Hadley mengibaskan rambut hasil salon yang dikunjinginya kemarin. "Lumayan. Daripada open B—"

"Hadley!" Alexa segera menutup mulut Hadley yang tak punya filter. "Walaupun dia hampir ngomong hal yang enggak-enggak, bukan berarti dia pernah ngelakuin itu. Oke?" Alexa yang panik memandang Bintang.

Bintang hanya mengernyit heran.

Geng Barbieberry kecuali Hadley sedang keringat dingin. Karena temannya yang bodoh itu memang pernah nyaris menjual dirinya.

"Teman-teman! Gue ada kerjaan dan bisa dapat uang. Jadi, tuh yang nge-DM gue, ngajak gue ketemu, terus gue dikenalin ke orang yang namanya Mami. Terus katanya gue bisa dapat uang banyaaak, cuma modal badan ke Om-Om. Om-Om itu kayaknya fotografer. Gue bakalan dijadiin model?! Iya, nggak sih?"

Begitu kejadian beberapa bulan lalu. Untung saja Hadley berhasil dijemput empat sahabatnya sebelum pria hidung belang berhasil membawa Hadley. Merliah berhasil meninggalkan jejak pukulan di hidung pria hidung belang itu.

"Duh. Udah, deh. Ayo kita bawa Bu Bos ke Pak Bos." Merliah mengambil posisi di samping Bintang dan menarik tangannya. "Udah makan, kan? Kami anter ke Baskara, ya!"

Bintang menghela napas. Makanannya bahkan belum turun sepenuhnya ke lambung. Ketika di koridor, Bintang menarik dirinya menjauh dari mereka.

"Berhenti di situ!" Bintang menodongkan telunjuknya. Dia sudah tak tahan lagi meski berusaha membiarkan mereka. "Gue bakalan nurut kalau kalian kenalin diri kalian satu per satu."

"Itu doang? Oke!" Merliah mendengkus. "Kenalin, nama gue Merliah—"

"Nama lengkap. Nama asli. Bukan nama samaran," potong Bintang sembari melipat kedua tangan di dada. "Kalau nggak mau gue nggak bakalan nurutin kalian juga. Kalian mau pekerjaan kalian lancar, kan? Kenalin nama kalian yang bener. Biar gue bisa deket sama kalian juga.

Pipi Tori memerah. "Deket? Sama Bu Bos?"

Bintang meremas rambutnya. Rasanya dia ingin mengumpat sejak tadi. "Iya. Kenalin nama kalian yang sebenarnya biar kita deket. Okey?"

"Kalau gitu, gue yang pertama." Tori mengulurkan tangannya. "Nama gue Ajeng!"

"Gue Diva!" seru Rosella. Diikuti Alexa yang memperkenalkan nama aslinya adalah Acha dan Hadley adalah Muslimah.

"Mae—munah," bisik Merliah. Bintang pikir Merliah malu dengan namanya sendiri padahal tak ada yang salah dengan itu. "Siti Maemunah. Panggil aja Mae mulai dari sekarang. Jangan Siti. Oke?"

"Memang kenapa dengan nama Siti?" tanya Bintang pelan. "Aslinya, lo dipanggil apa kalau di rumah?"

"Siti...."

"Siti artinya perempuan yang mulia, padahal." Bintang mengulurkan tangan. "Gue nggak tahu alasan lo ubah nama di sekolah."

Bintang bukanlah nama asli Bintang. Dia juga mengubah namanya ketika hidup di jalan karena fakta namanya yang merupakan pemberian dari sosok papa yang dia benci. Bintang pikir, dia tak bisa hidup tanpa nama panggilan setidaknya identitas sebagai nama. Maka dia memakai nama Bintang karena suatu malam dia melihat bintang yang bertaburan di langit.

"Mulai dari sekarang gue panggil apa enaknya? Siti? Mae? Apa Merliah?" tanya Bintang.

Merliah berdeham. "Nama-nama kami dari nama para Barbie, sih. Ya udah, mulai sekarang panggil aja gue Mae. Yang lain juga panggil nama asli. Lo mau nggak jadi teman kami? Hei, ini bukan karena lo itu calon pacarnya Baskara, ya! Kami nggak mau manfaatin lo untuk dapat uang Baskara, kok. Tapi kalau mau kerjasama nggak apa-apa, sih. Nanti kami bagi-bagi. Hehe."

"Ya, ya. Terserah kalian," kata Bintang. "Diingat baik-baik, ya. Gue bukan calon pacarnya Baskara! Nggak ada kaitannya dengan cinta-cintaan. Ngerti?"

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro