PART 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

PART 18

Baskara pergi lebih dulu ke ruang rahasia sementara Bintang ditahan oleh Mae dkk juga Tari dan Saras di koridor kelasnya. Baskara memberikan Bintang waktu luang untuk bertemu "teman-teman" barunya. Akan tetapi, Bintang lebih memilih bersama Baskara dibanding harus dikerumuni oleh empat siswi yang tak henti-hentinya bicara yaitu Mae, Acha, Tari, dan Saras, ditambah tiga siswi lainnya yang ketika bicara bisa membuat empat siswi lainnya semakin punya bahan untuk dibicarakan yaitu Diva dan Muslimah, dan Ajeng.

Mereka terlalu banyak sampai membuat kepala Bintang ingin meledak. Lagipula, sejak kapan mereka jadi berteman? Saras dan Tari yang suka menggosipi geng Barbieberry itu tiba-tiba saling akrab?

Bintang dibuat duduk di bangku. Mae, Saras, dan juga Tari menghimpitnya di bangku panjang koridor itu sementara yang lain berdiri di hadapan Bintang dan menghalau Bintang dari pandangan sekitar.

"Bintang, makan ini. Gue udah beliin lo sebelum ke sini." Acha menyodorkan hotdog di hadapan wajah Bintang sampai Bintang mundur dengan refleks dan kepalanya langsung terbentur dinding.

Mae memukul lengan Acha dan memberikannya peringatan. "Hati-hati, dong!" serunya sembari tangannya mengusap bagian kepala Bintang dengan lembut.

"Nggak sengaja, tahu. Ini juga." Acha menarik minuman dari tangan Diva. "Gue beliin lo Thai Tea!"

"Gue—"

"Ya ampun Bintang. Gue nggak nyangka lo akhirnya bisa nerima segala kekurangan Baskara." Saras menggenggam kedua tangan Bintang dengan mata berbinar.

"Bukan—"

"Iya, bener banget! Walaupun Baskara rada-rada, tapi dia tetap ganteng, kan? Dia juga tinggi! Siapa sih nggak suka cowok tinggi? Dia itu paling tinggi di sekolah. Mukanya aja ada bule-bulenya, terus...." Tari mengibaskan rambutnya. "Jadi anak orang kaya itu nomor sekian. Ehe. Cewek sekelas Hanna aja sampai sekarang nggak pernah nyerah buat dapetin Baskara, tapi ujung-ujungnya Baskara lebih milih lo di antara semua cewek yang berharap di deketin!"

"Nggak—"

"Beruntung banget lo bisa pacaran sama Baskara! Kalau lo butuh bantuan misalnya butuh fashion stylist buat kencan bareng Baskara, gue dan yang lain bisa bantuin. Tenang aja! Ini gratis, tis, tis!" seru Mae dengan penuh semangat dan binar yang tak lepas dari kedua matanya sejak tadi.

Mereka berisik dan banyak bicara sampai tiap kali Bintang ingin mengatakan sesuatu, ucapannya selalu terpotong oleh mulut bebek mereka.

Sudah Bintang duga. Mereka ini punya tujuan yang sama. Karena dirinya dekat dengan Baskara makanya ingin ikut kecipratan keroyalan Baskara juga. Padahal Bintang saja tidak ada niat untuk menguras isi rekening cowok itu dan melakukan semua ini hanya karena terpikirkan oleh kata-kata Shareen.

"Bintang—"

"Bintang—"

"Bintang—"

Telinga Bintang rasanya panas sekarang. Dia berdiri dan membuat delapan siswi itu terkejut. "Gue mau pergi. Jangan tahan gue lagi." Bintang menerobos dan segera kabur.

Samar-samar didengarnya Acha berteriak yang membuat semua orang yang ada di koridor itu mendengarnya. "LO MAU KETEMU BASKARA, YA? MAU KENCAN?"

Jika Baskara memang bisa membungkan mereka dengan uang, maka Bintang tak akan segan meminta cowok itu menyuap tujuh cewek tadi agar tak mengganggu Bintang lagi.

Bintang terhenti di koridor dan melihat sekitar. Dia belum menghafal lokasi ruang rahasia itu. Ketika berbelok ke sebuah koridor sambil mengingat-ingat jalan menuju ruang rahasia yang memang berbelok-belok, tangannya tiba-tiba ditarik oleh dua orang sehingga dia tak bisa ke mana-mana.

Dia menyadari dua orang itu adalah dua siswi yang juga sempat mengajaknya bicara saat di toilet. Saking lelahnya, Bintang tak sanggup lagi berekspresi juga tak mau berontak dan akan menghadapinya. Dia dibawa ke sebuah tempat sepi dan Hanna telah menunggu di sana sambil bersedekap.

"Apa lagi?" tanya Bintang dengan tatapan datarnya yang selalu dia tujukan kepada Hanna dan dua teman Hanna yang bernama Ola dan Prisa itu.

"Lo nggak sadar diri juga, ya, gembel?" Hanna mendekat, berhenti di hadapan Bintang sambil mendorong pelan bahunya. "Gue peringatin. Jauhi Baskara."

Bintang menggaruk kepalanya.

"Lo kutuan, ya?" tanya Ola sambil tertawa. Prisa menahan tawa dengan anggun.

"Iya, kutuan. Mau nggak? Gue pelihara kebanyakan soalnya." Bintang mendekati Ola dan membuat Ola menjauh dengan tatapan ngeri.

"Jijik banget, iyuh! Cewek freak!" seru Ola dan tampangnya yang masih mengerut, lalu dia histeris ketika Bintang menarik rambutnya seolah-olah mengambil kutu di sana dan melemparnya kepada Ola.

Hanna menarik lengan Bintang dan membawanya kembali ke tempat yang tak terdeteksi siswa-siswi lain itu. "Nggak usah ngalihin perhatian. Gue peringatin lo ya buat jauh-jauh dari Baskara. Awas aja. Gue nggak main-main sama ucapan gue."

"Gimana gue mau jauhin kalau dia sendiri yang deketin gue?"

"Ya kalau dia deketin lo, jauh-jauh dong. Nggak usah kecentilan!" seru Hanna tak mau kalah.

Bintang terdiam sesaat. Dia pikir cewek seperti Hanna ini akan dia lihat terakhir kali saat SMP dulu, ketika seorang kakak kelas melabrak teman kelas Bintang yang merasa gebetanya telah direbut. "Emang lo pacarnya Baskara?"

"Gue calon pacarnya. Dan lo gembel, nggak usah deket-deket sama—"

"Bentar." Telunjuk Bintang berhenti di depan bibir Hanna, membuat kedua teman Hanna membelalak.

"Berani-beraninya lo motong pembicaraan Hanna?" tanya Prisa sambil teriak. "Jauhin tangan lo yang habis megang kutu itu. Jadi cewek kok menjijikkan banget!"

Bintang menoleh pada Prisa. "Oh, iya, dong. Emang dia siapa? Anak presiden? Dia berani ngelabrak gue. Masa gue aja nggak berani sama orang nggak jelas kayak dia?" Tatapan Bintang beralih kembali kepada Hanna. "Baru calon pacarnya, kan? Kok udah belagu aja? Merasa udah ada cap kepemilikan, ya? Jadi cewek kok menjijikkan banget?"

"Apa?!" teriak Ola dan Prisa bersamaan.

Hanna tak bisa berkata-kata saking terkejutnya.

Bintang tersenyum karena sebuah ide yang muncul untuk memberi pelajaran kepada mereka. "Gue pacarnya. Jadi siapa yang kecentilan dan menjijikkan di sini?"

"APA!?" teriak Ola dan Prisa lagi. Dan Hanna masih mematung karena terkejut dua kali.

"Jangan halu dong jadi cewek!" Prisa ingin mendorong bahu Bintang, tetapi Bintang menghindar dengan cepat sehingga Prisa hampir terjatuh.

"Sana minggir." Tangan Bintang bergerak mengusir Ola yang menghalangi jalannya. Ola reflek menyingkir dengan mulut menganga karena melihat sosok yang tak dia sangka-sangka muncul di dekat mereka.

Baskara. Cowok itu hanya memusatkan perhatiannya kepada Bintang. "Aku udah nungguin kamu dari tadi. Ke mana aja?"

Aku?! Hanna semakin mematung. Diikuti tatapan tak percaya Ola dan Prisa.

Bintang agak geli, tetapi dia yakin Baskara paham situasi. Digapainya tangan Baskara yang baru saja terulur padanya. "Hai, sayang."

Wajah Hanna dan yang lain berubah kaku.

Tak terkecuali Baskara.

"Maaf aku tadi ada urusan bentar." Bintang lalu menarik Baskara untuk pergi dan sengaja membesarkan suara. "Kamu udah capek nunggunya, ya? Kok bisa nemuin aku di sini?"

"Aku kan cium harum kamu. Dari jauh udah kecium harumnya."

Hanna, Ola, dan Prisa hanya bisa termenung melihat Baskara dan Bintang bergandengan tangan meninggalkan tempat itu.

Dan paling membuatnya shock adalah tingkah Baskara. Cowok tak tersentuh itu berubah seperti bukan dirinya.

"Baskara bahkan nggak ngelirik lo sama sekali." Bibir Ola bergetar. "Dia ... dia itu semenggelikan itu."

"Mereka pasangan freak!" seru Prisa. "Han, nggak usah deket-deket sama Baskara. Kalau lo masih pengin bareng dia, nanti lo ketularan freak."

Hanna hanya bisa mengepalkan kedua tangannya. "Mau gue kasih tahu fakta?"

"Ya...?" tanya Ola. Prisa hanya menoleh tanpa kata.

"Baskara itu aslinya psikopat gila."

***

Bintang meringkuk di dekat dinding sambil memegang perutnya. Dipandanginya wajah Baskara yang masih terdapat perban di wajahnya akibat luka yang ditinggalkan oleh Yasah.

Kenapa dia melakukan itu bersama Baskara dan mengeluarkan kata-kata menggelikan? Akan memalukan jika melakukan hal menggelikan itu di depan orang lain, tetapi tujuan Bintang pada dasarnya memang untuk mengerjai Hanna dan dua temannya itu.

Apa yang Bintang lakukan ternyata juga membuat dirinya sendiri mual-mual.

Anehnya dia dan Baskara malah saling merespons dengan nyambung.

Bintang melirik karpet bulu itu dan ingin berbaring di atas sana yang kelihatan lembut dan nyaman, tetapi takut posenya membuat Baskara berpikiran tidak-tidak apalagi hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Jadi yang dilakukan Bintang adalah duduk dengan menyandarkan dirinya ke dinding sambil memegang perutnya yang masih terasa tak nyaman.

Diliriknya Baskara lagi yang masih diam sejak tadi, lalu sebuah senyuman khas terbit di wajahnya. Senyuman khas yang menyimpan banyak rencana. "Lo butuh obat dengan dosis yang sangat tinggi?"

"Nggak usah ngomong aneh-aneh. Sialan," umpat Bintang pelan.

Baskara mendekat padanya dan berjongkok di hadapannya. Tangan Baskara menyentuh bibir Bintang, membekapnya pelan, membuat Bintang membelalakkan matanya tanpa bisa mengucapkan satu kata.

"Jangan ngomong kasar." Baskara mendekat dan Bintang langsung mendorong dada Baskara dengan kedua tangannya. Baskara menatap Bintang penuh harap. "Minta obat dosis tinggi, boleh?"

"Nggak!" jawab Bintang cepat. "Nggak usah manja. Barusan lo udah nyentuh gue tanpa persetujuan walaupun itu nggak ada hubungannya dengan dosis. Tetep aja lo nyentuh gue tanpa izin. Ingat aja untuk nggak aneh-aneh ke depannya."

"Obat dosis rendah aja kalau gitu."

"Cepetan."

Baskara menaruh tangannya di atas punggung tangan Bintang dan menatap Bintang tanpa mau mengalihkan pandangan sedikit pun ke arah lain. Dia juga tak mau pergi dari posisinya.

Bintang masih menyandarkan diri ke dinding sementara di depannya ada Baskara yang berjongkok sambil menyentuh punggung tangan Bintang di atas lantai. Bintang mengalihkan pandangan dalam keheningan ruangan dan otak yang sibuk mencari sebuah pembahasan.

Istirahat pertama itu Bintang lewati dengan makan bersama Baskara di ruang rahasia mereka. Dengan Yoga yang datang sebagai pelayan yang membawa makanan dari kantin.

***

Di tengah-tengah pelajaran berlangsung, Baskara mimisan sehingga guru menyuruhnya untuk segera ke toilet siswa.

Bintang khawatir karena teringat dengan ucapan Shareen malam itu. Sementara dirinya tak bisa menyusul Baskara ke toilet karena mereka berlawanan jenis. Muncul berbagai praduga di benak Bintang, apakah Baskara sakit keras sehingga membuat cowok itu mengeluarkan banyak darah dari hidungnya?

Ucapan Shareen berdampak besar kepada perasaan Bintang yang sudah lama membeku kepada semua orang selain kepada Shareen, mendiang Prof. Alva, dan teman-teman jalanan Bintang yang telah berhasil meluluhkan hati Bintang lewat tindakan-tindakan mereka.

Lalu Baskara... hanya melihat cowok itu terluka Bintang merasakan kekhawatiran yang begitu besar seperti sekarang ini.

"Saya izin ke toilet, Pak." Bintang mengangkat tangannya dan langsung dipersilakan keluar. Kekhawatiran Bintang semakin besar karena Baskara tak kunjung kembali. Bintang menunggu di depan toilet siswa, tetapi Baskara tak kunjung keluar.

Apa Baskara ke ruang rahasia dan istirahat di sana?

Itu bisa saja dilakukan Baskara karena dibanding ke UKS, Baskara pasti lebih memilih untuk ke ruang rahasia mereka.

Tanpa pikir panjang Bintang segera pergi ke ruang rahasia yang sudah dia hafal. Tiba di depan ruangan tersebut, dari luar terdengar suara yang agak berisik. Lorong itu sepi baik saat waktu istirahat apalagi jika dalam proses belajar mengajar seperti sekarang ini.

Bintang semakin mengernyit ketika mendengar suara seorang siswi yang bicara tak jelas. Tangan Bintang segera mendorong gagang pintu itu turun. Dibukanya pintu itu dengan kasar.

Sebuah pemandangan menyeramkan.

Seorang cowok menindih Hanna dan membekap mulut Hanna agar tak bisa bicara. Sementara Hanna memandang Bintang dengan tatapan meminta tolong.

Bintang mengetahui dengan jelas bahwa yang dia lihat sekarang adalah sebuah pelecehan seksual. Dia masih mengingat bagaimana tangan cowok itu berusaha membuka kancing kemeja sekolah Hanna dengan paksa.

Dibanding berteriak meminta tolong, Bintang justru menutup pintu ruangan dan menatap cowok itu dengan tatapan dingin. "Minggir nggak lo, Ber*ngs*k?"

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro