PART 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


PART 7

"Lo kan yang bikin nangis Tori?" Alexa berteriak di samping telinga Bintang. "Jawab, dong!"

Bintang memutar bola matanya. "Dia nangis sendiri."

"Nggak bertanggung jawab!" teriak Rosella.

Merliah dan Alexa saling pandang. Meskipun gagal memakai rencana meminta pertanggungjawaban Bintang karena telah membuat Tori menangis, mereka akhirnya berhasil dengan Plan B, yaitu menangkap Bintang ala koboi.

Bintang tak bisa ke mana-mana. Dia seperti tahanan yang sedang di kelilingi oleh polisi. Dia pasrah karena lelah. Satu-satunya jalan sekarang agar semua hal menjengkelkan itu berakhir adalah berhadapan langsung dengan Baskara.

Mereka berhenti di depan sebuah pintu. Merliah mengetuk pintu, lalu seorang cowok membukanya. Pandu, si benalu yang menempel pada Baskara selama ini.

Senyum penuh arti Pandu membuat Bintang menatapnya sinis.

"Kalian cuma boleh nganter sampai sini. Nanti Yoga yang hubungi kalian untuk minta nomor rekening," kata Pandu sambil mengedipkan mata kepada Tori. Cewek itu langsung bersembunyi di balik punggung Alexa karena ketakutan. Alexa memberi peringatan kepada Pandu lewat tatapan permusuhan.

"Oke. Gue bakalan chat dia." Merliah menggerakkan kepalanya untuk melihat Baskara. Pandangannya terhalang oleh Pandu.

"Nggak boleh lihat. Nanti dia marah, loh," kata Pandu sambil bersedekap.

Merliah mundur dengan bahu terkulai lemas. Kemudian kelima cewek itu pergi dari sana meninggalkan Bintang yang masih terlilit tali.

Pandu mendekat dan ingin membuka tali di tubuhnya, tetapi Bintang langsung berteriak. "Jangan sentuh gue."

Kedua tangan Pandu terangkat sambil tertawa. "Okay, okay. Gue bakalan tarik lo kayak sapi."

"Mana dia? Si sialan itu?" Bintang memandang penuh kebencian sosok yang ada di atas bangku dalam kelas. Lihat gayanya? Sok menjadi bos besar. Sebentar lagi pipinya akan tercetak lukisan alas sepatu. Di benak Bintang sudah terbayang apa saja yang ingin dia lakukan pada Baskara.

Pandu menarik tali yang melilit Bintang, membuat Bintang memasuki kelas itu dengan terseret-seret.

Baskara memandang tali yang melilit Bintang. Dia masih duduk di bangku dan melihat bagaimana cara Pandu menarik cewek itu. Ketika Bintang berhenti tak jauh di depan Baskara, cewek itu langsung didorong ke lantai oleh salah satu bawahan Pandu.

Bagus. Pandu memberikan pujian lewat tatapan mata kepada salah satu dari tiga bawahannya yang juga mengekori Baskara selama ini. Pandangan Pandu beralih kepada Yoga, target perundungannya yang dia tarik dalam lingkaran Baskara dan mengikuti apa pun yang akan Pandu perintahkan.

Si sialan itu. Pandu mengumpat dalam hati karena Yoga masih duduk di bangkunya dan tak melakukan apa yang sudah dia perintahkan sesuai rencana. Harusnya Yoga datang menghampiri Bintang dan memperlakukan Bintang dengan kurang ajar.

Baskara masih terdiam melihat suasana yang ada. Bahkan dia diam saja ketika Pandu memerintahkan apa pun yang dia inginkan kepada ketiga antek-anteknya itu, termasuk membuka tali yang melingkari tubuh Bintang dengan cara paksa.

"Jangan gerak, cewek sialan!" Salah satu bawahan Pandu mulai kesal, tetapi itu tidak melenceng dari perintah Pandu.

"JANGAN SENTUH GUE! GUE BISA SENDIRI!" Bintang berteriak sambil memandang Baskara. Seseorang yang di benak Bintang adalah bos mereka. Bintang membuka kaitan tali di tubuhnya, kemudian berdiri. Namun, dia dorong kembali oleh salah satu bawahan pandu hingga terjatuh.

Bintang mengepalkan tangannya di lantai. Setelah cukup lama menghirup suasana sekolah kembali, baru kali ini dia diperlakukan dengan hina.

Baskara memandang bawahan Pandu yang mendorong Bintang tadi. "Gue nyuruh lo?"

"Ya?"

"Gue nyuruh lo nyentuh dia?" tanya Baskara dingin.

"Ah." Bawahan Pandu itu menatap Pandu, meminta pertolongan. Namun, Pandu diam saja. "Enggak...."

"Kalian semua keluar. Tinggalin gue berdua sama dia." Tatapan Baskara tertuju pada Bintang. "Tutup pintunya."

"Oke," jawab Pandu sambil keluar dari kelas itu diikuti yang lain.

"Dan buat kalian berlima ingat ini." Baskara berdiri, lalu mendekati Bintang. Dia berjongkok di hadapannya untuk menyesuaikan tinggi. "Dia ini punya gue. Nggak ada yang boleh nyentuh dia selain gue. Ngerti, kan?"

Empat cowok itu mengiyakan, lalu keluar dari ruangan dan membiarkan Bintang dan Baskara di dalam sana.

"Gue? Punya lo? Lo emang gila. Nggak waras tahu nggak?" Bintang menatap Baskara dengan pandangan hina. Cewek itu tak mau berdiri karena lelah menghadapi Baskara sampai membuatnya tak kuat lagi menopang tubuh.

Sorot santai dari Baskara itu membuat Bintang ingin sekali memukuli wajahnya yang menyebalkan.

"Sekali lagi gue tanya, apa kita pernah ketemu sebelumnya?"

"Tuh, kan!" Bintang geregetan sampai kedua kakinya sudah selonjoran di lantai. Tak peduli lagi debu-debu yang menempel di rok maupun kakinya. "Gue bilang enggak ya enggak! Kecuali kalau gue pernah ngamen di samping mobil lo."

"Pertemuan yang gue maksud lain. Lebih ke ... spesial dan ... lama?"

"Apa, sih?" Bintang menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan kasar. "Gue yakin lo cuma ngelihat gue waktu gue ngamen. Terakhir kali gue ngamen tuh lima tahun lalu. Lima tahun belakangan ini gue belajar, belajar, dan belajar. Jadi, nggak ada waktu buat ngamen. Hah. Orang kaya bebas, ya. Penasaran sama sesuatu hal yang nggak penting aja sampai rela ngeluarin uang puluhan juta."

Bintang terus menyerocos mengeluarkan semua hal di pikirannya. Tangan kanannya menengadah.

"Sini uangnya. Gue yang paling tersiksa di sini. Gue minta dua kali lipat dari yang lo kasih ke geng Barbie. Dua puluh juta. Buat berobat ke psikiater karena mental gue udah terganggu sejak kemarin gara-gara lo."

Baskara menunduk. Bahunya bergetar karena tertawa. "Hahahaha!"

Bintang langsung menjauh karena horor melihat Baskara tiba-tiba tertawa seperti orang gila saja.

"Lo...." Wajah Baskara tertutupi oleh tangannya. Perlahan dia membuka ruas jari yang menghalangi pandangannya untuk melihat Bintang. Bintang masih memandangnya dengan tatapan horor. "Lo gemesin."

Bintang membelalak. Perkataan Baskara barusan jauh lebih horor sampai membuat jantung Bintang hampir copot.

"Pantesan anak-anak lain takut berhadapan sama lo." Bintang menggeleng tak habis pikir. "Udah, ya. Gue udah jelasin kemungkinan kenapa lo bisa pernah lihat gue. Udah nggak penasaran, kan?" Bintang berdecak sebal. "Gue aja nggak ingat lo," lanjutnya dengan suara pelan.

"Tapi rasanya kita sering bareng. Bukan. Bukan rasanya lagi, tapi gue ingat hal-hal samar di ingatan gue."

Bintang mengernyit. Baskara kembali mengatakan hal-hal tak masuk akal.

"Ah, kita...." Wajah Baskara tiba-tiba memerah. Dia memalingkan pandangan dari Bintang. "Kita pernah tidur bareng."

"OMONG KOSONG APALAGI SIH YANG LO BILANG?! ARGHHH!"

Bintang histeris karena setelah Baskara mengatakan kalimatnya itu, dia membayangkan dirinya dan Baskara ada di atas tempat tidur yang sama. Terbayang sebuah adegan yang persis seperti komik milik teman SMP-nya yang pernah tak sengaja dia baca;

Baskara yang tidur menyamping dan menyangga kepalanya dengan tangan sembari terus memandang Bintang yang masih tertidur lelap.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro