📈29. Gue Mau Lo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kalau udah kehilangan aja, baru, deh ... menyesal.

Maaf, nomor yang Anda tuju sedang sibuk. Silakan hubungi beberapa saat lagi, terima kasih.

Lagi dan lagi, gadis bersurai hitam dengan setelan jas biru dongker dan rok abu kotak-kotaknya kembali menghentakkan kaki ke atas lantai. Sudah berapa puluh kali operator menjawab? Heran, mau dihubungi saja sulit kayak menelepon 119 buat minta surat sertifikat vaksin.

"Bye, Bul. Pulang dulu, ya ...," ucap seorang cowok yang baru saja melintas di hadapan Nebula. Iya, dia si ketua kelas.

Bukannya mengangguk, gadis itu justru mendengus kala melihat siapa yang lewat. Iya, sudah beberapa menit dirinya menunggu di samping gerbang bercat abu-abu yang menjulang tinggi, tapi suara motor Arcas enggak bunyi-bunyi. Apa jangan-jangan dia sudah pulang duluan?!

Baik, dirinya pun bingung harus berbuat apa sekarang. Bukan, ini bukan masalan mengeluarkan uang untuk transportasi, tapi ... Arcas seharusnya memberikan kabar terkait jam pulangnya. Iya, mereka memang masih berstatus teman, cuman Nebula juga butuh supir gratis untuk memenuhi rasa nyamannya selama berdekatan dengan Arcas.

"Kak, lo di mana, sih? Bolos beneran? Nggak mungkin ...." Sembari menengok ke kiri dan kanan—berusaha mencari keberadaan sang guru pengurus OSIS, gadis itu pun menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Enggak mungkin 'kan semua pikiran negatifnya menjadi nyata? Tolong, Nebula akui kali ini dirinya kalah. Ia tak bisa melihat siapa pun yang ada di sekitarnya menghilang tanpa kabar. Sudah cukup kejadian Shara dulu.

"Duh, Arcas ko mana? Nggak boleh tinggalin gue sendirian ...," ucapnya lagi sambil menatap layar ponsel. Berharap ada sebuah notifikasi yang muncul walau sedari tadi ia tunggu juga berujung sia-sia.

Semilir angin pun terus bertiup mengembuskan napasnya ke arah wajah Nebula. Semakin menambah rasa sepi dalam diri gadis itu. Terus menengok, berharap kali ini Arcas mau memberikan jawaban, tetapi hasilnya nihil. Tak ada yang melintas, hanya ada satpam posko yang sibuk duduk di dalam sambil menyaksikan pertandingan di televisi.

Hingga akhirnya, seorang pria paruh baya berkaos putih polos turun dari mobil. Menghampiri seorang gadis yang masih terdiam sambil menatap ponsel dengan helaan napas, lantas membawanya masuk ke dalam.

🍰🍰🍰

"Kak Arcas!" teriak Nebula yang baru saja melintas melewati kelas Arcas. Lelaki itu entah mengapa sudah berjalan keluar dari sana, sendirian sambil membopong tasnya di bahu kiri dengan tatapan lurus ke depan.

Entah apa yang membuat lekaki itu terus berjalan tanpa menoleh, yang jelas Nebula yakin suaranya sudah cukup kencang untuk membuat orang lain datang menghampirinya dan bertanya kenapa. Tapi, ini kenapa kayak disumpal kapas? Masa iya, dia marah karena Nebula kemarin enggak membantu membereskan lapangan, bahkan sempat-sempatnya pula membentak wakil ketua OSIS.

Iya, Nebula juga sadar kalau kehadirannya di sana memang suka mengundang aura-aura kebencian, tapi 'kan ia juga terpaksa walau semakin lama menjadi candu. Iya, jadi ikhlas disuruh-suruh walau kadang masih suka emosi.

Lagian, sebenarnya para anggota OSIS itu juga aneh, orang Nebula tugasnya membantu merecohkan dan memenuhi kebutuhan tidak jelas seperti memberi asupan bergizi, eh tapi semua makhluk di sana kayak enggak tahu berterima kasih. Dasar anak ambisius! Terlalu kebiasaan menilai sesuatu berdasarkan kesempurnaan, jadi kalau memiliki teman pun harus yang sempurna dan tidak boleh memiliki citra jelek di hadapan guru. Mungkin karena mereka takut dikeluarkan dari OSIS dan gagal mendapat potongan uang saat masuk ke universitas?

"Kak Arcas! Ih, nggak boleh cuekkin gue gitu ...," ucapnya sambil melangkah maju mendekati Arcas yang sudah terdiam di tempat sambil mengecek layar ponsel.

"Lo marah sama gue?" tanya Nebula sambil berjalan gontai ke hadapan Arcas. Berdiri di depan cowok itu, lantas menjatuhkan sebuah pelukan erat tanpa peduli siapa pun yang melintas melewati area kelas 12. Bodo, siapa suruh dipanggil enggak mau jawab!

"Kalau ada salah bilang, jangan kayak gini caranya. Gue nggak suka dicuekkin."

Baru saja selesai Nebula mengeluarkan kata-kata, kedua telapak tangan Arcas sontak menjauhkan tubuh gadis itu dari miliknya yang kemudian membuat Nebula mengernyit sambil memanyunkan bibir.

"Jangan malu-maluin," balasnya penuh penekanan sambil menaruh telapak tangan kanan di atas puncak kepala gadisnya, kemudian sedikit menekan dan menggerakannya agar gadis itu ikut melangkah maju—berjalan bersebelahan—ke area lorong yang cukup sepi.

"Kak, gue bukan kantong kresek yang harus ditenteng ke mana aja."

Tak mempedulikan protes dari Nebula, Arcas pun tetap menatap lurus ke depan tanpa menjawab. Biar saja gadisnya terus berceloteh, biar menjadi pusat perhatian agar bibirnya semakin maju sepuluh centi.

Hingga akhirnya mereka pun sampai di area lorong bercat biru tua yang menjadi punggung senderan untuk kursi panjang yang merekat kuat di antara tiang pemancang.

Usai menekan kepala Nebula agar tubuhnya mendarat dan duduk diam di kursi, lelaki itu berdiri tepat di depan wajahnya. Sedikit membungkukkan badan, kemudian melipat kedua tangan di depan dada.

Garis bibir kirinya perlahan terangkat bersamaan dengan napas yang terbuang sia-sia, lalu menggeleng. Tentu saja Nebula jadi bingung setengah hidup, eh mati sampai-sampai dirinya tak berkutik saat diperlakukan Arcas seperti ini. Sedari tadi anteng pula bagai patung. Mendadak lupa caranya mengomel saat diperlakukan seperti anak kecil oleh Arcas.

"Apa yang lo lakuin ke wakil gue? Si Salah?"

"Gue?" tanyanya sambil menunjuk diri sendiri.

Arcas mengangguk sambil menoleh ke kiri dan kanan, memastikan bahwa di sana memang tidak ada siapa-siapa.

"Cuman ngancem mau diviralin doang. Lagian gue bingung lo ke mana, udah gitu dia nggak ngasih jawaban," balasnya santai.

"Oh, ya udah. Terus ke Alaia?"

"Cuman nanya dia baik-baik, eh enggak dijawab. Woi, pasti mereka cepu, ya!"

"Iya. Katanya Salah, dia diomelin, terus si Alaia bilangin lo rese, tapi emang bener, sih. Sejak kapan seorang Nebula nggak rese dan nggak berulah?"

"Bawel lo, Kak! Terus mau ngapain ke sini? Berduaan doang lagi, lo nggak akan macem-macem 'kan?"

Senyum sinis Arcas pun kembali tercetak di wajahnya. Dengan sengaja lelaki itu mendekatkan wajahnya ke arah Nebula yang sontak saja membuat gadis itu langsung bergerak mundur sampai menabrak tembok.

"Astagfirullah, jangan-jangan Arcas setelah baik sama gue, terus mau dilecehin!" lirih Nebula sambil menoleh ke arah samping bersama kedua mata yang sudah terbelalak:

Tangannya mengelus dada, berusaha menenangkan diri sendiri agar jantungnya tak berdebar lebih cepat. Sip, jangan sampai dia melarikan diri dan membuat Nebula terkapar di lantai, terus jantungnya bersembunyi, dan ternyata Arcas melakukan hal tidak senonoh!

"Gue mau lo ...," bisik Arcas tepat di samping telinga Nebula dengan nada sensual.

"Tolong! Siap—" Ucapan Nebula mendadak terhenti.

Apa itu? Endingnya kenapa?

Hmh?

Mereka mau ngapain? Arcas mau ngapain?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro