Melodi 1 - Lebah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Orang gila jangan dipelihara!" maki Bu Wiwi--tetangga julid yang tinggal di sebelah--sembari membalik badan dan keluar dari pekarangan rumah dengan langkah besar bak raksasa yang ingin mengguncang dunia.

Nina hanya bisa menghela napas panjang, menutup pintu depan dengan pundak yang lelah. Entah sudah berapa kali wanita berumur tiga puluh enam itu mendapat teguran dari berbagai orang akan sikap putrinya yang suka mencari gara-gara. Tadi adalah teguran paling parah karena tingkah Mira kali ini benar-benar sudah keterlaluan.

Bisa-bisanya gadis berumur sembilan belas tahun memainkan biolanya tepat tengah malam. Parahnya lagi yang dia mainkan adalah Flight of The Bumble Bee (1) dengan kecepatan 225 bpm. Suara dengungan lebah itu bagaikan sangkakala malaikat Israfil yang memberi pertanda dunia akan segera berakhir. Untungnya itu cuman perandaian.

Sampai sekarang pun, dengungan itu masih memenuhi seluruh rumah, seakan-akan ada ribuan lebah sedang menghabiskan sepertiga malam dengan acara dansa yang memekakan telinga.

Nina yang sudah kebal dengan gesekan biola yang mengerikan tersebut, naik ke lantai dua, mengetuk keras pintu bercat putih yang tersemat papan berwarna violet bertuliskan Mira Room, dan masuk setelah tidak ada tanda-tanda anak itu akan berhenti memainkan biolanya.

Gadis yang dipanggil Mira itu berdiri tepat di depan jendela kamarnya. Rambut pendek sebahu tertiup angin malam sepoi-sepoi. Dari punggungnya yang tegak, Nina bisa melihat gadis itu dengan lincahnya menggesek biola pemberian mendiang kakek dengan elegan. Walau musik yang dia mainkan dapat membawa mimpi buruk ke orang-orang yang mendengarnya.

"Sayang ... kumohon, hentikan. Mami tahu kamu marah, tapi jangan sampai membuat masalah baru lagi." Nina melayangkan pandangan memelas pada putri semata wayangnya.

Sejenak Mira membeku. Tanpa menoleh. Tanpa berbicara. Memberi kesempatan kepada maminya untuk bernegosiasi.

"Kalau kamu berhenti sekarang, Mami janji, besok kita pergi ke Jungle Water World (2). Dari pagi sampai sore, gimana?"

"Bagaimana dengan Papi?" tanya Mira masih dengan posisi bersiap untuk menggesek senar biola jika negosiasi itu gagal.

"Papi tiba di Balikpapan jam 3 siang, artinya sekitar jam 5 baru ada di Samarinda. Jadi kita pulang pas Papi sudah sampai di rumah, oke?"

Hening. Mira sedang mencerna baik-baik permintaan maminya itu. Apakah benar menguntungkan dirinya atau tidak. Setelah yakin bahwa Nina tidak merayunya dengan janji palsu, Mira menurunkan busur dan meletakkannya bersama biola di atas meja belajar. Akhirnya lantunan musik neraka itu berhenti.

Melihat itu, Nina berlari kecil-kecil dan memeluk putrinya dari belakang. Perlahan dia mengelus kepala Mira, lalu menyisir rambut tipis sebahu putrinya dengan jari-jari yang lentik.

"Mira, Sayang ... kenapa kamu melakukan itu? Kamu bisa membuat semua orang datang ke rumah dan menyeretmu ke rumah Pak RT karena menganggu waktu istirahat orang lain, loh. Kamu mau buat Mami yang cantik ini keriputan karena stres melihat anaknya masuk ke dalam berita dengan judul; seorang gadis digerebek warga karena membuat keributan saat tengah malam?" jelas Nina sembari bercanda agar sikap putrinya agak melembek.

Mira menyilangkan tangan, lalu menatap dinding sembari berkata, "Wewek Gombel itu menyebar hoax lagi."

Nina tertawa kecil, dia masih belum terbiasa dengan panggilan buatan Mira untuk Bu Wiwi. "Nyebar hoax apaan?" tanya Nina dengan gemas.

"Dia bilangin aku, cantik-cantik idiot. Menghitung satu tambah satu saja tidak bisa. Padahal aku bisa, kan!" ketus Mira dengan kesal.

"Iyalah, masa anak Mami tidak bisa mengitung. Coba, seratus ribu ditambah lima ratus ribu berapa?"

Mira terdiam sebentar, mulutnya berkomat-kamit mengulang pertanyaan Nina untuk mencari jawabannya. "E-enam ratus ribu, kan? Menghitung uang, mah, Mira pasti bisa! Aku juga tidak idiot, ya, kan?"

Nina memeluk gadisnya dengan erat dan mengecup ubun-ubun kepala Mira dengan hangat. "Mira bukan anak idiot. Buktinya kamu bisa memainkan biolamu dengan kecepatan tinggi. Mungkin kamu bisa masuk ke dalam Guinness World Record atas bakatmu. Wah, Mami sama Papi bakal bangga banget."

Mira menjauhkan dirinya dari sang Mami, berbalik, dan memeletkan lidahnya. "Tidak mau! Memainkan biola dalam waktu cepat seperti itu sama saja aku telah mempermalukan W. R. Supratman (3)--merusak nama baik violinis Indonesia," jelas Mira penuh rasa patriot.

"Lah? Lalu, kenapa kamu tadi main seperti tadi?"

"Itu karena aku MEMANG mau mengganggu orang," jawab Mira sambil berkacak pinggang.

Nina mendecap lidah dan segera mencubit kedua pipi Mira dengan kesal. "Mira! Kamu nakal, ya."

"Mamih ... cakit."

Nina melepaskan tangannya dari pipi putrinya yang mulai memerah dan berjalan menuju pintu. "Besok pagi Mami carikan baju buat pergi ke water park. Awas, ya, kamu bangun kesiangan. Kalau gitu ceritanya, kita batal pergi," ancamnya dengan nada marah yang dibuat-buat.

"Iyaaa! Malam." Mira menjatuhkan tubuhnya ke kasur dan menarik selimut sampai menutupi kepalanya.

Lampu dimatikan Nina dan pintu di tutup pelan. Mira bisa melihat siluet mamanya dari celah bawah pintu, bayangan wanita berambut panjang itu perlahan menghilang bersamaan sinar dari ruang tengah. Kamar Mira yang dipenuhi stiker bintang, menyala dalam kegelapan yang dipenuhi kebisuan. Padahal beberapa menit yang lalu Mira tidak merasakaan kesepian, namun sekarang malam ini begitu mencekiknya.

Alasana Mira menyetujui perjanjian maminya tadi karena sebenarnya, dia tidak suka seharian berdiam diri di rumah. Dia memang seorang hikikomori (4) yang mengisolasi diri dari dunia luar, tapi bukan berarti dia tidak suka dengan apa yang ada di balik pintu kamarnya. Mira hanya berharap tidak bertemu dengan orang-orang sok benar yang cuman mau membandingkan pergerakan kehidupannya yang berbeda dengan anak seusianya, membuat sebuah pembelaan atas sindiran-sindiran buruk dengan menggunakan namanya.

Mira hidup seperti ini juga bukan atas keinginannnya. Dia berhenti masuk sekolah setelah masa SMA-nya hancur berantakan akibat teman sekelasnya yang kurang ajar. Belum lagi dengan guru-gurunya yang tidak paham atas penyakit ADHD-nya (5) yang membutuhkan perlakukan khusus dan bukannya dicap murid tolol.

Memang apa salahnya kalau Mira tidak memperhatikan guru? Dan lebih memilih menatap ke luar jendela yang terlihat lebih menarik daripada papan putih yang dipenuhi coretan hitam yang menjemukkan?

Mira tidak suka dikekang dan dikurung dalam tempat yang membosankan. Dia ingin bebas seperti lebah yang bisa bertengger di atas bunga yang indah. Terbang sesukanya ke berbagai tempat yang belum terjamah sekalipun. Bisa melaksanakan kewajiban dan haknya hidup di muka bumi bersama dengan kawanannya tanpa dibeda-bedakan.

Ah ... kawan ... kata yang sudah hampir Mira lupakan makna sebenarnya. Sudah tiga tahun Mira tidak punya teman. Sebuah pencapaian yang tidak patut dibanggakan. Saat masih mengenakan rok biru dongker, dia hanya punya teman hitungan jari. Selepas kelulusan, dia sudah tidak bisa menghubungi mereka lagi. Sepertinya para mantan teman Mira itu sudah memblok seluruh akun sosial media miliknya. Entah karena alasan apa.

Semenjak itu kedua orang tua Mira memutuskan untuk menyekolahkannya di rumah, yang sayangnya masih belum terlepas dari drama yang dia buat sendiri. Beberapa kali Mira membuat guru-gurunya berhenti dengan alasan tidak tahan atau tidak bisa mengendalikan sifat jahilnya. Mira memang tidak bisa diam dalam waktu lama, paling mentok sekitar tiga menit. Itu saja sudah dengan dirinya yang sibuk sendiri di atas meja belajar atau berkali-kali naik turun kamar karena lupa mengambil alat tulisnya.

Mira tidak pernah menginginkan kondisinya sekarang. Dia tidak pernah mau memiliki penyakit mental yang membuat dirinya dicap sebagai ODGJ (6). Dia hanya ingin hidup menjadi gadis normal seusianya. Berkat keterbatasannya pula, Mira sering lupa dengan apa yang mau dia lakukan atau hal-hal yang pernah dia lalui.

Bukan berarti Mira menjadi pikun di masa mudanya. Mungkin kata 'lola' atau 'lemot' bisa menggambarkan bagaimana sistem kerja dari penyebaran impuls di saraf otaknya. Jika kecepatan loading sebuah komputer dengan prosesor intel paling terbaru bisa bekerja multitasking secara kilat, maka prosesor milik Mira seperti komputer Pentium III yang CPU-nya bisa menggoreng telur dadar. Satu pekerjaan belum tentu bisa dia selesaikan dalam waktu tepat.

Mira menyibak selimutnya dan berpindah posisi untuk melihat poster-poster film kesukaannya tertempel memenuhi satu bagian dari kamarnya. Dengan serba keterbatasannya itulah, setiap kali dia menonton film dan jatuh hati dengan ceritanya, dia akan mencetak posternya, menulis kesan-kesan selama menonton di atas note pad warna-warni, terakhir dia menempelkannya menghadap ke tempat tidur agar tidak lupa dengan hal-hal penting yang bisa dia petik selama menonton film favoritnya.

Contohnya pada film yang baru selesai dia nonton bersama Nina tadi sore; 50 First Dates. Film romantis komedi tahun 2006 yang cukup lawas. Alasan Mira menyukainya karena dia seperti senasib dengan Lucy, mudah melupakan kejadian yang sudah terlewati, sampai membuat Henry si protagonis rela membangun kisah cinta mereka dari nol setiap harinya.

Perjalanan cinta mereka yang di awali dengan tawa para penontong, berakhir dengan air mata berlinang saking tersentuhnya dengan ikatan di antara dua insan tersebut. Ketika kekurangan salah satu pasangan tidak berarti di hadapan cinta sejati.

Kalau saja ... Mira bisa bertemu dengan pria yang bisa mencintainya dengan tulus, tanpa memandang keterbatasannya macam Lucy dan Henry, dia pasti akan menjadi wanita paling bahagia sejagad raya.

Tapi, apa ada manusia seperti itu di dunia nyata? Apa ada pria yang ingin bersamanya?

Kalau ada, tolong, beri satu untuk Mira.

--- --- ---

(1) Selingan orkestra yang ditulis oleh Nikolai Rimsky-Korsakov.

(2) Tempat wisata air yang terletak di Poros Samarinda-Bontang Km 24, Guntunglai, Samarinda.

(3) Violinis dan penulis lagu "Indonesia Raya".

(4) Istilah orang Jepang untuk menggambarkan seseorang yang mengisolasi dirinya sendiri.

(5) Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah gangguan mental yang menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif, sehingga dapat berdampak pada prestasi anak di sekolah.

(6) Singkatan dari Orang Dengan Gangguan Jiwa, sebutan untuk mereka yang memiliki keterbatasan mental.

--- --- ---

Bagaimana kesan kalian membaca bab pertama ini?

Buat kalian yang butuh film romance yang mengocok perut, coba deh nonton film kesukaan Mira. Dijamin seru.💕

Buat yang kepo apa yang dimainkan Mira, cek video ini.

https://youtu.be/2Q0WGQbJbso


Dan memang ada yang mainkan dalam kecepatan tinggi dan masuk Guinness World Records 🤣.

Untuk film yang ditonton Mira sama Nina, coba kalian cek deh trailer-nya. Buat pecinta film romantis komedi, wajib nonton!

https://youtu.be/Q_2AbjYeSMI

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro