06 ~ Main-main

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada pertemuan yang menyisakan kesan.
Ada kisah yang meninggalkan cerita.
Ada pergi yang mempertemukan kembali.
Semua bisa bernilai positif,
tergantung bagaimana kita memaknainya

(L.K)

🍁🍁🍁

Apa yang akan dilakukan jika orang terkasih membatasi segala aktivitas? Bosan? Kesal? Ingin memberontak? Mungkin begitulah yang dirasakan saat ini. Sang ibu negara sudah mulai mengaturnya lagi.

Tas dan koper sudah penuh sesak dengan semua atribut yang diwajibkan untuk dibawa ke tempat indekos yang akan jadi rumah utama setelah pulang sekolah. Bahkan beberapa sudah diturunkan lagi tanpa sepengetahuan ibunya.

Ayah Awan dan Bang Lano hanya mampu menepuk bahu si bungsu pertanda turut prihatin atas sikap posesif Ibu Dewi.

"Bu, nggak usah dibawa semua, lusa Adek juga pulang lagi, kok!"

"Kalau kamu butuhnya mendadak gimana? Mau bolak-balik?"

"Ayah ...." Biru meminta bantuan sang ayah supaya ibunya bisa menahan diri untuk memindahkan seisi lemari, kulkas dan semua keperluan ke kamar indekosnya.

"Bu, nanti kalau Adek butuh biar Ayah atau Lano yang antar. Ini sebagian saja yang dibawa. Toh kita juga belum tahu di sana fasilitasnya apa saja."

"Ayah sama Bang Lano itu emang nggak peka, Dek. Ini Ibu sudah berusaha untuk meminimalisir barang bawaan kamu."

"Diminimalisir udah segini, nggak lagi kayak gimana?" celetuk Bang Lano.

"Bang Lano diem! Nggak bantuin malah bikin suasana panas aja!" Biru sudah tidak tahan.

"Nanti kalau udah selesai panggil Ayah, ya! Ayah mendadak dapat ide buat nulis. Ini judulnya aja udah keren banget pasti. Persis yang lagi booming di kalangan anak remaja."

"Tumben Ayah terbuka soal judul? Biasanya udah netes baru dibilang kalau judulnya begini, isinya begitu. Emang judulnya apaan, Yah?"

"My Doctor is My Possessive Wife!"

"Harusnya itu My Mom is My Possesive Doctor, Yah! Tulis yang bagus, nanti Adek yang review kira-kira udah cocok sama realitanya apa belum," ujar Biru sambil dan bersembunyi di belakang Bang Lano untuk menghindar dari tatapan tajam dari ibunya.

Mau tidak mau, suka tidak suka, titah Ibu Dewi itu jauh lebih paten dibandingkan dengan titah Ayah Awan. Biru lebih baik mengalah dan mengikuti anjuran sang ibu berikut dengan segala macam printilan yang dibawakan ke tempat barunya.

Begitu sampai di tempat tujuan, sang ibu langsung bergerilya dan memeriksa lingkungan di sekitar tempat tinggal Biru. Lingkungannya terawat dan dapur umum yang disediakan juga bersih. Apalagi kamar mandinya juga cukup memadai.

"Ibu suka sama tempatnya, besok masih libur 'kan? Bisa dipakai buat istirahat dan beres-beres. Atau mau Ibu bantu?"

"Bu, Adek bisa beresin sendiri. Jangan dibiasakan manja begini, nanti ketahuan siswa gimana? Masa iya gurunya dimanja?"

"Udah, iyain aja biar cepet kelar. Makin ditanggapi ntar makin nggak selesai, Dek! Inget, uang jajan dikelola sama ibu negara, apalah bapak negara tanpa Menteri Keuangan, yang merangkap sebagai Menteri Kesehatan, dan Menteri Ketahanan Pangan?" bisik Bang Lano selirih mungkin.

Biru paham dengan kode dari kakaknya dan mengangguk cepat dengan wajah yang serius.

Akhirnya, keluarga Anggara bisa melepas si bungsu untuk berpisah rumah setelah beberapa drama dan rayuan sang ibu yang meminta Biru untuk menunda kepindahannya.

Sehari setelah membereskan kamarnya, Biru akhirnya merasakan bagaimana pagi hari tanpa perhatian sang ibu. Beruntung beberapa makanan sudah dipersiapkan untuk sarapan paginya.

Ternyata pagi hari tanpa hiruk pikuk di rumah sangat tidak enak. Terasa dia hanya menyantap makanan dalam hening, tidak ada celoteh dari abangnya, rusuh sang ayah yang selalu mengganggu ibu memasak.

Senin pagi dia sudah menunggu anak-anak di gerbang seperti yang biasa dilakukn Ardan dan beberapa guru lainnya. Katanya, senyum pagi dari guru yang menyambut peserta didik bisa menaikkan mood belajar siswa.

"Dito, nanti pas istirahat bisa temui Pak Biru di ruang konseling?" ujar Biru saat Dito berdiri di hadapannya sambil menjulurkan tangan untuk mencium tangannya.

"Untuk apa, Pak? Saya nggak bolos lagi, kok!"

"Bapak ada keperluan dengan kamu."

"Setelah istirahat? Oke, Pak."

Meski sedikit keheranan dengan guru barunya itu, Dito mengiyakan untuk menemui Biru di jam yang sudah disepakati. Biru hanya tersenyum dan mempersilakan Dito untuk bersiap mengikuti upacara bendera.

Begitu jam istirahat berlangsung. Biru sudah bersiap untuk menerima kehadiran salah satu murid yang masuk dalam catatan spesial. Rencananya Biru sekadar ingin berbincang dan mencari tahu tentang keluarganya.

Namun yang ditunggu-tunggu tidak juga hadir sampai jam istirahat berakhir. Biru memutuskan untuk mendatangi kelas Dito. Setelah menengok ke dalam kelas, siswa yang bernama Dito ternyata tidak ada.

"Permisi, Bu. Saya ada keperluan dengan Dito."

"Dito nggak ada di kelas, Pak. Dari jam kedua dia izin dan nggak balik lagi sampai sekarang," celetuk salah seorang siswa yang duduk di dekat pintu.

"Benar, Pak. Ini saya mau lapor sama Bapak, tapi Pak Biru yang nyamperin duluan," timpal si Bu Guru Bahasa Indonesia.

"Ada yang tahu tempat tongkrongan Dito?" tanya Biru pada seisi kelas.

"Warung Mbak Rodiyah, Pak." Suara dari sudut kelas menarik perhatian yang lainnya.

"Heh, itu kalau Dito sama kita, ini kita di sini!" Randy memukul kepala Faris si tukang provokator.

"Di warnet Mang Jo, Pak! Gang kedua sebelah barat sekolah. Paling juga nge-game atau ngetik dia, Pak!" Randy menjelaskan dengan semangat.

"Makasih infonya. Permisi, Bu saya cari Dito dulu."

Biru berpamitan dan bergegas ke tempat yang disebutan oleh Randy. Dia berjalan kaki karena jaraknya cukup dekat. Belum juga sampai di tempat tujuan, Biru sudah mendengar suara bising dari game online yang dimainkan.

Beberapa suara saling berbicara keras untuk menyerang dan menjaga pertahanan. Biru memasuki warung internet itu dengan santai. Dia meminta izin untuk mencari seseorang.

Beberapa siswa dengan identitas dari sekolah lain menoleh kemudian fokus pada permainan mereka lagi. Ini jam sekolah, tetapi siswa rupanya banyak yang membolos. Ingin sekali Biru menegurnya, tetapi dia tidak enak hati pada penjaga warnet tersebut.

Biru langsung menuju ke sudut ruangan, di sana dia mendapati Dito duduk santai dan tengah asyik mendengarkan musik dengan headphone. Matanya terfokus pada layar dengan sesekali menekan tombol di keyboard.

"Allahuakbar!" teriak Dito dan membuat beberapa kepala menengok ke arahnya.

Bagaimana Dito tidak berteriak? Tiba-tiba saja sebuah kepala muncul dari arah samping dan menghalangi pandangannya. Si pelaku itu bukannya meminta maaf justru terkekeh dan memilih duduk di sebelah Dito.

"Gitu amat liatin Pak Biru? Ganteng ya? Kamu ngapain? Ditunggu di ruang konseling malah melipir ke sini!"

"Saya kerja, Pak!"

"Kamu bolos sekolah bukan kerja!"

"Bapak lihat saya emang bolos, tapi bagi saya ini kerja. Saya mengumpulkan uang untuk bantu keuangan keluarga biar bapak saya nggak berat kerjanya."

"Bapakmu pasti lebih suka kamu sekolah daripada cari uang begini. Memangnya ini kerja? Pak Biru lihatnya ini malah nge-game."

"Ini game, tapi yang ini kerja." Dito membuka berkas microsoft word-nya dan menunjukkan pada Biru.

Sebuah halaman dengan judul besar di tengahnya yang Biru tahu bahwa itu adalah judul tulisan Ayah Awan. Biru berusaha kembali pada pemikiran yang benar. Berharap apa yang disangkakan itu hanya sebuah prasangka saja.

"Kamu nulis? Itu bukan tulisan kamu 'kan?"

"Saya nggak nulis, cuma terima pesanan saja. Mereka meminta saya untuk membuat file pdf dari beberapa cerita untuk disebar versi e-book mereka dapat uang, saya juga dapat."

"Kamu tahu? Ini perbuatan ilegal! Kamu bisa dipenjara karena kasus menggandakan tanpa izin, pelanggaran hak paten, dan penerbit bisa menuntut kamu, Dito!"

"Ya, kalau ketahuan namanya ilegal, ini belum ketahuan berarti legal, Pak!"

"Nggak gitu konsepnya, anak pinter!" ujar Biru sambil memukul pundak anak didiknya itu.

"Ini yang paling menghasilkan, selain itu ini juga mudah!"

"Mudah apanya? Duduk berjam-jam, ngetik ulang beribu-ribu kata dari awal sampai akhir ...."

"Siapa bilang ngetik ulang? Wong saya tinggal minta tolong g-drive. Pak Biru lulusan apa sih? S-1 'kan? Masa nggak bisa ngakali?"

Biru terdiam dan mengamati setiap gerakan tangan Dito yang menyeret sebuah foto satu halaman penuh berisi tulisan dari novel Ayah Awan dan menjatuhkannya ke laman google drive milik Dito.

Selanjutnya anak didiknya itu menekan klik kanan pada gambar dan membuka google docs di tab selanjutnya. Tidak sampai tiga puluh detik, dibawah gambar tadi muncul berbaris-baris tulisan yang sama persis dengan isi gambar.

"Tinggal dirapikan, beres!"

"Berhenti dari pekerjaan ini jika kamu ingin selamat. Kalau kamu butuh uang dan hanya ini kemampuan kamu, Pak Biru bisa bantu kamu untuk punya pekerjaan yang lebih baik dan menjanjikan."

"Kenapa Pak Biru peduli sama saya? Sementara selama ini nggak ada yang nyari saya. Bolos mah bolos aja. Nggak ada yang sampe ribet ngurusin hidup saya!"

"Karena Pak Biru nggak ingin nyeret kamu ke penjara! Pak Biru kenal sama penulis buku ini. Berhenti dan hapus semuanya! Besok atau lusa kamu sudah dapat gantinya!"

"Cih, omong doang!"

🍁🍁🍁

ANFIGHT BATCH 6
#DAY 6

Bondowoso, 06 Januari 2021
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro