MEMORIES 07

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Film selesai dan lampu studio dinyalakan, satu persatu penonton keluar meninggalkan studio. Sebentar lagi akan masuk penonton berikutnya dengan film yang sama. Senyum dan tawa puas masih tersisa di wajah tiap orang yang keluar. Tak terkecuali Anjas dan Inggit. Namun, tawa mereka seketika memudar saat berpapasan dengan orang yang tak diharapkan.

"Wah, pasangan yang berbahagia. Sampai mengabaikan ibunya." Retno benar-benar orang yang menyebalkan. Bukannya ngucap salam malah julid.

"Kamu ini kalo ngomong nggak ada ujung pangkalnya. Kamu sendiri sama siapa ke sini? Pacar baru lagi?" Anjas sengaja membalas sindiran Retno. Dia sangat hapal sepak terjang adik sepupunya itu dalam hal gonta-ganti pacar.

Muka Retno pias mendengar sindiran Anjas. Parahnya pacar Retno datang di waktu yang tidak tepat. Dia marah dan meminta penjelasan padanya.

Tentu saja Retno kesal dan bingung harus membujuk pacarnya, supaya tidak marah lagi. Ribet sekali punya pacar cemburuan.

"Yang, tunggu!! Jangan percaya omongan orang gila."

Anjas geleng-geleng kepala melihat Retno. Adik sepupunya itu harus sering diberi pelajaran. Inggit mengusap punggungnya.

"Udah biarin, aja. Namanya anak muda, suatu saat dia pasti kena batunya. Kita mau pulang atau mau makan dulu?" Inggit lupa mereka sama-sama baru makan di kafe.

"Masih kenyang perutku, kita pulang, ya. Sebentar lagi Maghrib."

Inggit mengiyakan, digandengnya mesra lengan Anjas dan sesekali menyandarkan kepala di pundak sang suami.

Retno yang masih sempat mengawasi Anjas, langsung mengetikkan sesuatu di ponselnya. Apa dia jadi suruhan Tanti untuk mengawasi sepupunya? Sejauh inikah masalahnya?

***

Waktu terus berjalan, bahasan soal Bu Ageng mendadak menghilang. Tetapi belum ada penyelesaian berarti, kemungkinan besar akan muncul lagi saran demi saran yang mendesak Anjas untuk menuruti Tanti.

Ulang tahun Anjas bertepatan dengan usia pernikahannya yang ke empat bulan. Ada kejutan kecil-kecilan dari Inggit menjelang pergantian hari tadi malam. Anjas mengingat moment semalam sambil senyum-senyum sendiri.

Tak disangka sama sekali, begitu memasuki kelas, ada suasana berbeda di sana. Murid-muridnya sudah mempersiapkan perayaan sederhana untuk hari lahirnya. Bahkan Kepala Sekolah juga ikut memeriahkan. Tidak ada kemewahan, hanya sedikit hiasan di white board, dan tumpeng sederhana yang kami makan bersama setelah jam istirahat berbunyi.

Inggit mengajukan cuti setengah hari pada Agan. Satu kebetulan yang tidak disengaja, Inggit hanya ingin membuat jamuan makan malam untuk keluarga. Hal ini memang sering dilakukan mertuanya, tak ada salahnya mengikuti kebiasaan yang baik.

"Hari ini mau cuti? Memangnya ada apa, Git?"

"Hari ini suami saya ulang tahun, Pak. Jadi rencananya saya ingin buat acara makan malam bareng keluarga."

Lagi-lagi hati Agan tersentil iri dengan Anjas. Begitu besar perhatian Inggit padanya. Entah takdir apa yang tengah berlaku, ulang tahun Agan juga jatuh di hari ini. Tidak banyak orang tahu karena dia kurang suka ada perayaan. Dia lebih suka pergi ke tempat favorit, terutama yang tenang. Lalu merenungkan setahun ke belakang, dan setahun ke depan. Semua planning dan perbaikan diri Agan pikirkan di saat usianya bertambah.

"Wah, sampaikan salam saya, ya. Kamu bisa cuti hari ini, tapi tolong semua berkas yang harus disiapkan hari ini kasih ke saya."

"Baik, Pak. Makasih banyak, nanti saya sampaikan ke suami saya."

"Oiya, kalau perlu bantuan bilang aja, ya? Mungkin mau reservasi ke restoran mana, gitu? Kebetulan saya masih punya channel khusus di Renjana Resto."

Renjana Resto adalah salah satu restoran yang terkenal enak makanannya tapi harganya mahal. Inggit pernah meeting di sana, dan dia suka suasana yang ramah semua kalangan usia. Dari anak-anak hingga manula sekalipun. Tawaran menggiurkan sekali, tetapi gajinya belum turun.

Agan sadar belum waktunya gajian, tapi dia ingin bantu Inggit membahagiakan keluarganya. Jadi dengan alasan memiliki channel khusus, Inggit akan mendapat harga khusus nantinya. Kebetulan lagi, Agan mengenal baik pemilik resto karena sering datang ke sana untuk meeting atau merayakan sesuatu.

"Udah nggak usah banyak mikir. Ini kartu yang sering saya gunakan kalau makan di sana. Bisa kamu pakai, nanti harganya akan otomatis dipotong. Gimana?" Agan tidak akan memaksa, semua terserah Inggit, karena apa pun yang pilihannya pasti ada pertimbangan tertentu.

"Kalau karyawan lain tahu bakal jadi masalah, Pak. Saya nggak mau kalo dianggap anak kesayangan."

Agan tertawa. "Kamu memang anak kesayangan saya. Tepatnya anak buah, asisten. Wajar saya kasih kamu, mereka punya bos sendiri, kalo mau tinggal minta. Semua kepala bagian punya kartu itu, kok. Tenang, aja."

Inggit lega, kesempatan tidak akan datang dua kali. Dia akan hubungi Anjas nanti saat selesai kerja.

Sepeninggal Inggit dari ruangannya, Agan menghubungi pemilik restoran. Dia sekadar konfirmasi kalau nanti ada yang akan datang reservasi memakai kartu member-nya.

"Selamat menikmati malam yang menyenangkan, Git. Anggap aja, ini hadiah ultah untuk suami kamu," batin Agan.

***

Barjo dan Tanti dijemput pakai mobil Inggit. Anjas yang menyetir. Sedangkan Nino akan datang sendiri menyusul dari kantor. Hari itu dia lembur sampai jam 7 malam. Lalu Om Darso dan keluarganya sudah dipesankan Inggit taksi online. Begitu juga saat pulang nanti semua akomodasi sudah diatur oleh Inggit.

"Git, apa enggak boros kamu ngajak makan di restoran. Mahal, lagi," protes Tanti. Dia pikir kalau uang yang dipakai buat bayar nanti adalah uang dari Anjas.

"Nggak apa-apa, Bu. Sekali-kali ngajak Bapak, Ibu dan saudara makan di luar. Apalagi ini spesial buat Mas Anjas." Inggit sangat menghormati mertuanya, apalagi dia sudah yatim piatu saat Anjas menikahinya.

Sampai di restoran, Inggit beserta rombongan disambut pelayan dan langsung mengantar mereka di meja yang sudah dipesan.

"Atas nama Bu Inggit?"

"Betul, Mbak."

"Meja Anda sudah disiapkan. Mari saya antar."

Semua ternganga melihat restoran yang begitu luas. Nuansa mewah dan dekorasi alamnya sangat memanjakan mata. Inggit lega melihat mertuanya senang, setelah ini dia berharap persoalan Bu Ageng bisa diselesaikan dengan damai.

Retno tampak lahap menghabiskan makanannya. Tak berbeda dengan Tante Dian, dia juga sangat menikmati hidangan yang ada.

Setelah makan utama dan meja dibereskan, pelayan menyuguhkan makanan penutup. Mendadak ada lagu ulang tahun yang diputar dengan keras. Seiring dengan itu pelayan masuk membawa kue ulang tahun. Semua terkejut, tak terkecuali Inggit. Karena dia tidak merasa menyiapkan kue ulang tahun lengkap dengan musiknya.

"Kamu nyiapin kue juga?" tanya Anjas dengan nada datar.

Inggit menoleh, ekspresi Anjas susah ditebak. Dia seperti tidak suka dengan semua kejutan yang dibuatnya, kecuali kue. Sungguh itu tidak masuk dalam rencananya. Lalu siapa?

***

Siapa yang siapin kue? Kelihatannya Anjas malah tidak suka. Siapa yang mau blackforest?

Sabar, jangan berebut, ya.

Alhamdulillah, update untuk hari ini.

Butuh asupan sebelum nulis lagi. Aku baca dulu.
Kalian juga, ya.

Selamat membaca. Makasih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro