Bagian 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi ini aku kerumah pak Tengah, berharap mendapatkan informasi yang banyak di sana. Pak Tengah adalah seorang nelayan, sama seperti ayahku. Setiap hari dia dan ayah selalu berangkat bersama mencari ikan. Saat ayah meninggal pun pak Tengah adalah orang yang paling sedih. Semoga ayah pernah menceritakan masa lalunya pada, pak Tengah. 

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam, Ehh,  Anak pak guru, ayo masuk." ucap pak Tengah.

Setelah itu kami berbasa-basi. Pak Tengah bertanya apa kesibukanku saat ini. Sampai akhirnya kami tiba di sebuah percakapan inti.

"Pasti kau kesini ada keperluan? Untung aku udah pulang dari laut. Kalau tak, kita tak bertemu pasti," lanjutnya dengan  dengan logat khas Melayu.

"Iya, Pak. Saya mau bertanya tentang ayah saya. Bapak sepertinya cukup akrab dengan beliau. Saya ada rencana mau menikah, maka saya perlu tahu tentang ayah. Saya mau mencari wali nikah saya, Pak," terangku.

"Aih, Bapakmu itu orang yang misterius. Banyak kali rahasianya. Dia tak pernah menceritakan apa-apa." jelas pak Tengah, "tapi ada beberapa hal yang bapak amati dari dia sejak kedatangannya ke tempat ini."

"Bagaimana, Pak?"

"Bapakmu itu orang kaya, waktu pertama kali datang ke sini dia putih, Ehh, Kuning Langsat."

"Apanya?" tanyaku bingung.

"Kulitnya, wajah bapakmu juga bersih. Orang miskin biasanya tak macam itu."

"Hanya itu saja, Pak?"

"Ada lagi, bapakmu itu pintar dan sepertinya bukan orang asli daerah sini. Dia juga bukan orang pesisir pantai atau nelayan. Terbukti dia tidak tahu hal-hal tentang laut waktu pertama kali ke sini."

"Bisa diceritakan bagaimana ayah saya pertama kali tiba di sini, Pak?"

"Aih, sabarlah kau dulu. Kita makan gorengan, sambil minum kopi. Istriku sudah buatkan untukmu spesial." ucap pak Tengah sambil menunjuk istrinya yang membawa nampan isi gorengan dan kopi.
Sambil menyantap hidangan, pak Tengah menceritakan tentang ayahku. Dia bilang ayah datang bersama ibu di suatu malam. mereka terlihat seperti orang yang di usir atau kabur dari rumah. Ayah menyewa sebuah rumah dekat dengan mushola. Di situlah mereka tinggal sebelum akhirnya mampu membeli rumah sendiri. 

Pak Tengah juga bilang, bahwa ayahku sama sekali tak pandai melaut. Dia tidak tahu cara melempar jaring, cara memasang perangkap dan memancing. Pak Tengah juga bilang kalau ayah mau menjadi guru mengaji di kampung ini. Awalnya orang kampung ragu untuk mempercayai ayahku. Akan tetapi, pak Tengah menjamin langsung. Akhirnya orang kampung mau menitipkan anaknya untuk mengaji bersama ayah.

Dari percakapanku dengan pak Tengah, aku akhirnya tahu harus mencari informasi ke mana. Kantor lurah dan rumah Kepala lingkungan. Mereka punya data ayahku sebelum pindah ke sini. Besok aku akan menuju ke rumah kepala lingkungannya. Semoga ada titik terang. 

Keesokan paginya, aku datang kerumah pak Rajal, Kepala lingkungan daerah kami. Dia menjelaskan bahwa beliau adalah kepala lingkungan yang baru. Dia tidak tahu tentang ayahku. Data ayahku memang ada, tapi data dalam waktu dekat ini. Data lamanya entah kemana. Dari data saat ini hanya diketahui kalau ayah dan ibu kelahiran kota Binjai.

Kota Binjai? Apakah orang tuaku berasal dari sana? Binjai seluas apa? Pak Rajal menyuruhku untuk datang saja langsung ke kantor lurah. Siapa tahu mereka masih mempunyai data-data kepindahan ayahku.
***

Malam harinya Ananta kembali menelponku. Dia bertanya tentang perkembangan pencarianku.

"Kota Binjai? Lumayan jauh itu kotanya." ucap Ananta.

"Aku sudah searching kota ini. Perjalanan lebih kurang delapan jam. Bisa ditempuh naik bus." timpalku.

"Kau yakin ayahmu berasal dari sini? Kota ini cukup luas. Kamu tidak akan tahu persis letak daerahnya. Tidak mungkin kamu mendatangi rumah satu-persatu. Ya, tapi setidaknya ada kemajuan. Rencana kamu kedepannya bagaimana?"

"Aku akan ke kantor lurah besok. Aku belum tahu kesana dengan siapa. Kantor lurah kita letaknya ada di darat. Perlu kendaraan untuk sampai di sana."

"Data itu akan sulit dicari,  ayahmu sudah pindah lebih kurang 20 tahun yang lalu. Selama ini juga sudah beberapa kali ganti kepala lurah dan juga stafnya.

Kemungkinan data pindah ayahmu masih ada, tapi tidak tahu letaknya dibagian mana. Mereka juga pasti tidak mau  mencari." jelas Ananta.

Aku hanya diam mendengarnya berbicara. Apa yang dia katakan masuk akal, pasti para staf sibuk dengan kerjaan mereka. Lagi pula, siapa aku? Kenapa mereka mau repot membongkar data lama demi aku? 

"Kalalu tidak keberatan boleh aku antar kamu?" tawar Ananta.

Tentu saja aku menerima tawaran dari Ananta. Sebenarnya dari tadi aku mengkode agar dia mau mengantarku. Aku tidak punya kendaraan untuk ke kantor lurah. Kantor lurah sebenarnya berada tidak terlalu jauh, hanya saja berada di darat. Jadi, daerah kami terbagi menjadi dua bagian. Ada daerah air seperti rumahku. Umumnya rumah yang berada di daerah air ini tipe rumah panggung. Bawah rumah kami langsung air laut. Bagian wilayah yang satunya lagi ada di darat, beberapa rumah ada yang rumah panggung dan ada yang biasa. Kantor lurah letaknya di sini. 
 

***
Esok paginya aku langsung menuju kantor lurah bersama Ananta. Kami pergi mengendarai sepeda motor. Ini juga hari terakhir kesepakatan kami. Jika hari ini nihil informasi aku akan menikah dengan Ananta menggunakan wali hakim. Setidaknya aku sudah berusaha untuk mencari keluarga ayah. Aku harap setelah menikah, Ananta mau membantuku mencari lagi. 

"Maaf, Kak. Data orang tua kakak bukan hilang. Hanya saja kami tidak punya waktu untuk membongkarnya. Data orang tua kakak sudah 20 tahun lalu. Yang kami urus masih banyak, Kak. Bukan tidak mau membantu, hanya saja ini tidak efisien." tolak para staf kantor lurah. 
 

Aku sudah mengira ini akan terjadi. 20 tahun itu waktu yang lama. Jika data ayahku saat pindah dulu masih ada, tetap tidak akan mudah mencarinya. Lagi pula selama 20 tahun ini kantor lurah sudah mengalami beberapa kali perbaikan. 

"Bagaimana? Mau menyerah saja? Tidak mungkin kamu datang ke kota Binjai dan mendatangi satu persatu rumah di sana dan bertanya apa mereka kenal dengan ayahmu." tawar Ananta saat sedang di perjalanan pulang.

"Masih ada kemungkinan alamat ayahku ketemu. Masih ada waktu satu hari untuk aku mencari alamatnya." kataku tak mau kalah.

"Baiklah, silahkan cari alamat ayahmu. Jangan lupa perjanjian kita. Hanya tiga hari. Tidak boleh lebih." tegas Ananta.

Sampai malam hari aku coba mencari alamat ayah ke rumah-rumah tetangga. Semuanya menjawab tidak tahu. Mereka bilang ayahku terlalu misterius. Tapi aku tak pernah menyerah. 

Hal-hal yang ada di dunia ini terkadang rumit dan sederhana. Rumit saat aku tak berhasil mencari alamat ayah padahal sudah dengan beragam cara. Sederhana karena terkadang jawaban dari pertanyaan kita ada di sekitar kita sendiri.

Malam ini, ketika semuanya kurasa tak ada harapan, jawaban itu justru muncul. Aku sudah siap  untuk menikah oleh Ananta dengan wali hakim. Menurutku itu yang terbaik. Toh, aku juga tak berhasil menemukan alamat ayah. Aku persiapkan beberapa berkas untuk menikah, saat menyiapkan berkas itu. Ketika aku mencari poto copy kartu keluarga dan berkas lainnya. Sebuah amplop coklat terjatuh dari tumpukan berkas. 

Amplop tersebut berisi ijazah ayah. Semuanya terpampang jelas. Alamat rumah, sekolah dan transkip nilai. Bahkan ada satu nama yang membuatku tertegun. Nama DATUK RAJAWALI yang disandingkan dengan kata 'bin' setelah nama ayahku. Itu nama kakek?
Bisa dirasakan dari namanya saja sangat berwibawa. Entah bagaimana rupa orangnya. Kakek, aku akan segera datang. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro