bab 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Yoahey, bagaimana jika nanti kita pergi menjenguk orang tua kamu?" tanya Tante Erni yang seketika membuyarkan lamunan Yoahey.

"Menjenguk orang tua saya, Tante?" tanya Yoahey kebingungan.

"Ya, iya lah, mau menjenguk siapa lagi? Istri kamu gitu?"

Yoahey semakin membisu, ia tak tau harus bagaimana ia menyampaikan pada Tante Erni jika ia tak memiliki orang tua seperti kebanyakan orang. Ia tak tahu pasti, apa kata Tante Erni nanti setelah ia mengatakan hal itu pada Tante Erni. Entah, sosok di depannya itu akan marah besar, sedih, atau bahkan bingung dengan tingkahnya. Yoahey, tak tahu itu. Tapi pendiriannya terus mengusik batinnya.

Sebenarnya ia sendiri sadar, jika tak ada manusia yang langsung muncul dengan sendirinya. Ayam saja tak mungkin langsung muncul di dunia ini tanpa melalui telur yang menetas karena telah di engrami oleh induknya selama dua puluh satu hari. Jika ayam saja tidak mungkin, apalagi manusia.

"Orang tua? Apa aku benar-benar punya orang tua? Atau itu hanya kebohongan banyak orang?" tanya Yoahey pada dirinya sendiri.

Yoahey terdiam, ia merasakan ada sesuatu yang menggebu-gebu dalam benaknya, tapi ia tak tahu apakah itu.

Yoahey mencoba untuk berpikir jernih, karena selama ini pikirannya selalu di penuhi dengan hal yang berbau Miehie. Tetangga beda kamar itu sepertinya telah merasuk di otaknya, atau bahkan telah membangun sarang di sarafnya.

"Jadi, bagaimana, Yoahey? Kau mau kan? Kita kan tidak pernah lagi main ke rumah orang tua kamu setelah kejadian beberapa tahun yang lalu," kata Tante Erni.

"Kejadian apa, Tante?" tanya Yoahey semakin kebingungan.

Semakin heran ia pada semua orang di dunia ini. Semakin heran juga ia tentang anak siapa ia sebenarnya. Anak hilangkah atau anak buangan yang dipungut oleh keluarga Miehie.

Tapi yang membuatnya heran, jika ia memiliki keluarga yang lengkap, termasuk ada orang tua di dalamnya, kenapa selama ini ia tinggal tidak bersama mereka? Kenapa ia justru tinggal bersama keluarga Miehie?

Dan jika ia memang memiliki keluarga, kenapa baru sekarang Tante Erni mengajaknya pergi ke rumah orang tuanya itu? Kenapa tidak dari dulu saja?

"Kejadian yang waktu itu, Yoahey! Masa kau tidak ingat?!" tanya Tante Erni dengan nada sedikit lebih tinggi dari sebelumnya.

"Kejadian apa, ya, Tante? Maaf, Tante, tapi Yoahey tidak ingat sama sekali."

Kedua bola mata Tante Erni tampak melotot saat mendengar hal itu. Tapi ia segera menguasai suasana dan segera sadar jika Yoahey telah kehilangan ingatannya saat kejadian mencekam itu terjadi.

Tante Erni menghela nafas panjang, tak tahu lagi jika ia tadi langsung berkoar-koar tentang masa lalu Yoahey yang mencekam. Tak tahu ia bagaimana perasaan Yoahey jika ia mengatakan hal yang seharusnya ia sembunyikan hingga ada waktu yang tepat untuk mengatakan hal yang sesungguhnya.

"Ya sudah, lupakan saja. Sekarang bersiap lah dan kita akan segera pergi menjenguk Mama dan Papamu itu di suatu tempat. Bergegaslah, Yoahey, mereka pasti sudah mengunggu."

"Harus ya, Tante?" tanya Yoahey saat Tante Erni telah membalikkan tubuhnya dari pandangan Yoahey.

Tante Erni memutar kepalanya sembilan puluh derajat ke arah Yoahey, matanya melotot hingga menampakkan beberapa urat lehernya. Pemandangan itu terasa amat menyeramkan, tapi Yoahey tak takut dengan urat leher Tante Erni yang muncul.

"Ya harus dong, Yoahey!" jawab Tante Erni gemas.

"Oh harus ya, kirain boleh engga."

"Yoahey, kamu ini bagaimana sih! Masa nggak mau jenguk orang tua sendiri! Udah jadi anak durhaka apa kamu ini!" bentak Tante Erni yang telah tak kuasa menahan emosi karena bualan Yoahey yang menurutnya sangat keterlaluan.

"Tapi kan Yoahey tidak tahu kalau Yoahey punya orang tua, Tante."

"Astaga, Yoahey! Kamu ini bagaimana si, mana ada orang yang tidak punya orang tua! Sudah jangan bercanda lagi! Cepat bersiap dan beli satu rangkaian bunga di toko dekat jalan!" perintah Tante Erni dengan nada suara yang sengaja ditinggikan.

"Baik, Tante."

"UMM, tapi bentar. Perasaan kau tadi bersama dengan putriku, lalu di mana dia sekarang?"

Yoahey tercekat, udara yang tadinya sudah masuk ke paru-paru terasa tersedot ke luar. Sesak rasanya jika mengingat hal itu. Miehie, anak itu sudah pergi ke dunia Mak Lampir.

"Hai, semuanya!" kata sebuah suara.

Baik Yoahey maupun Tante Erni menoleh ke arah suara. Tampak, Miehie bersandar di pintu kamar Yoahey dengan rambut terurai dan gaun putih. Tante Erni tampak senang melihat kedatangan putrinya, sementara Yoahey tampak tegang. Setahunya Miehie telah lenyap bersama dengan Mak Lampir yang memakannya, tapi oh tapi ia salah. Tapi tetap saja Yoahey tetap menganggap jika bocah satu itu telah pergi ke rumah Mak Lampir di dunia lain.

"Kalian mau kemana?" tanya sosok itu.

"Ke rumah orang tua Yoahey, sayang," jawab Tante Erni.

"Rumah orang tua Yoahey? Dimana? Apa di...." Miehie tak jadi melanjutkan kata-katanya saat melihat ibunya memelototinya.

"Kemanapun itu, yang jelas putri cantik ini tetap harus ikut!" pekik Miehie.

"Sejak kapan Mak Lampir cantik?" tanya Yoahey heran.

Pertanyaan Yoahey seketika di balas dengan tatapan maut milik Miehie. Tatapan itu benar-benar mengintimidasi dan mengingatkan Yoahey pada sesuatu. Sesuatu yang pernah Yoahey lihat walaupun ia tak tahu kapan ia melihatnya. Mungkinkah Yoahey melihatnya saat pikirannya masih utuh? Dan apakah mungkin ini salah satu cara keluarga Miehie untuk mengembalikan ingatan Yoahey yang telah lenyap berpuluh-puluh tahun lamanya?

"Ya sudah, ayo bersiap!" kata Yoahey yang seketika membuat gadis di hadapannya lupa dengan kekesalannya dan membuat ekspresi yang pernah Yoahey lihat itu lenyap seketika.

"Kuy, lah! Bidadari ini akan segera terbang ke kahyangan!" balas Miehie sambil memainkan gaun putihnya.

"Penampilan kamu itu mengingatkanku akan satu hal," batin Yoahey saat gadis sok cantik itu tsakh pergi dari pandangan matanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro