Dia mutusin gue

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aldar menghampiri Almira yang sedang menangis saat menerima telepon, entah dari siapa.  Ditepuk bahu Almira,  ketika itu Almira mematikan sambungan telepon.

"Mir,  lo kenapa?" Aldar menatap Almira dengan tatapan penasaran,  sekaligus kasihan.

Almira terdiam.

"Mir?" Aldar berkata lagi,  karena belum mendapatkan jawaban dari lawan bicaranya.  "Lo bisa cerita ke gue." Aldar mengembuskan napas. "Walaupun gue tahu,  sejak lama hubungan kita nggak pernah baik."

Almira menyeka air mata,  lalu dia menarik tangan Aldar duduk di lobi kantor.  Almira menceritakan apa yang terjadi.  Faktor yang menjadi dia menangis adalah tunangannya memutuskannya secara sepihak.  Alasan karena tertarik dengan perempuan lain di luar kota.  Mendengar cerita Almira,  Aldar ikut bersedih. Ya,  walaupun tak bisa dipungkiri dengan putusnya Almira dengan tunangannya bisa menjadi peluang untuk Aldar memenangkan hati Almira.  Akan tetapi detik ini,  Aldar tidak mau egois,  dia mencoba menenangkan Almira.

"Lo yang sabar,  ya,  Mir."  Aldar menggenggam tangan Almira sangat erat.  "Gue tahu,  kok,  semua ini hal yang berat yang bakal lo jalanin."

Almira mengangguk.  "Makasih,  ya,  Dar. Mungkin selama ini gue bodoh terlalu percaya sama dia," ucap Almira,  tersenyum getir.

Aldar merangkul bahu Almira.  "Kadang ada hal yang bisa manusia rencanakan,  tapi takdir berkata lain,  Mir."

Almira mengangguk sebagai jawaban.

Aldar tersenyum memandang Almira.  "Kalau lo butuh teman cerita, gue siap, kok."

Almira memegang kedua tangan Aldar,  lalu tersenyum. "Oke.  Sekarang kita berteman." Almira menautkan jari kelingking pada kelingking Aldar.  Saat kedua kelingking itu menyatu, jantung Aldar berdebar sangat kencang.

"Oke."

Tiba-tiba Oding datang sembari mendeham.  Di balik pintu lobi,  Oding sengaja menguping pembicaraan keduanya

"Udah ada yang baikan,  nih." Suara Oding mengelegar di seluruh ruangan,  membuat teman yang ada di sana ikut meledek Aldar dan Almira.  Mereka semua tahu,  sejak awal kedua orang itu tidak pernah akur.

"Apaan,sih, lo,  Ding." Aldar berdiri,  langsung menjitak kepala Oding.

Oding malah cengegesan. Teman kantor lain semakin meledek Aldar dan Almira.

Pukul satu tiba,  saatnya kembali bekerja. Saat melanjutkan pekerjaan,  Aldar senyum-senyum sendiri.  Sekian tahun Almira bersikap jutek, hari ini perempuan itu bersikap manis.  Aldar berharap semoga tragedi ini awal hubungan yang baik dengan Almira.

Almira yang bilik kerja bersebelahan dengan Aldar menghampiri. Almira berdeham. Aldar menoleh.

"Ada apa,  Mir?" Aldar menaikkan sebelah alis. 

Almira menunduk, lima detik kemudian dia langsung menatap Aldar dengan senyum.  "Nanti malam lo mau nggak makan malam sama gue?"

Tanpa basa-basi,  Aldar langsung menjawab," oke."

Almira dan Aldar berunding sesaat untuk makan malam nanti.  Akhirnya,  mereka memutuskan makan malam pukul tujuh di restoran favorit Almira.  Malam nanti Aldar yang akan menjemput Almira di apartemennya.  

"Gue jemput lo pake motor nggak apa,  kan?" tanya Aldar, geli.

"Nggak masalah. Asal lo yang jemput gue,  Dar."

Aldar mengacungkan jempol,  lalu Almira kembali ke meja kerja.  Hati Aldar berdebar tidak karuan.  Kali ini dia tidak akan menyiakan kesempatan emas yang sudah lama dia tunggu.

Oding yang dari jauh melihat Aldar dan Almira semakin akrab hanya tersenyum.  "Aldar, Aldar.  Kemarin bilang tertarik sama orang yang mau dijodohin ibunya,  sekarang tahu Almira putus cinta pikiran berubah lagi." Oding mengangkat bahu.  "Terserah lah,  asal temwn gue bahagia aja."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro