Ribut

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aldar menatap layar komputer sembari membuat laporan yang belum selesai kemarin. Sebenarnya, dia ingin menyelesaikannya di rumah, tapi berhubung ibunya ngomel tiada henti masalah perjodohan, membuat mood-nya tidak bagus. Jadi, dia memutuskan menyelesaikan di kantor. Aldar masih saja kesal pada ibunya yang masih kekeh ingin menjodohkan dengan anak temannya. Aldar rasa, secantik apapun dia, mau sebaik bidadari pun, dia rasa tak akan tertarik dengan perempuan manapun. Tetap yang ada di hatinya masih Almira. Meskipun sikap perempuan itu masih menganggap musuh. Bagaimana pun Aldar harus mencari cara untuk berbaikan dengan Almira.

Begitu selesai mengerjakan laporan, Aldar lalu mencetak, dan setelah itu bergegas menemui kepala manager untuk menyerahkan laporan. Aldar masuk ke ruangan, memberikan laporan, lalu manager perempuan yang umurnya sudah kepala tiga, tetapi wajahnya masih kelihatan seumurannya pun menandatangani laporan itu, lalu dia keluar dari ruangan.

Saat hendak balik ke ruang kerja, Aldar melihat Almira yang mau  masuk ke ruang manager.

"Eh, Almira." Aldar berusaha menyapa Almira sebaik mungkin. Mengantisipasi perempuan itu supaya tidak ilfeel dengannya.

Almira pun menghentikan langkah, dan memutarkan badan, sembari memandang Aldar penuh kebencian.

"Apaan, sih, kamu. Nggak jelas!" Almira memandang Aldar dengan tatapan sengit.

Aldar berdeham pelan. "Kok ngomongnya kamu?" Aldar menaikkan sebelah alis. "Biasanya lo-gue."

Almira maju satu langkah, lalu menginjak sepatu Aldar dengan sepatu hak tingginya. Aldar pun merengek kesakitan.

"Sakit tahu!" Aldar memprotes. "Masih aja lo, eh kamu galak sama saya! Awas bentar lagi aku dan kamu menjadi kita."

Almira sedikit mual mendengar ucapan Aldar barusan. Aku dan kamu menjadi kita? Membayangkan saja rasanya tidak mungkin. Ditambah kebohongan Aldar di masa lalu, membuatnya malas berhubungan dengan cowok itu. Sialnya, sekarang dia harus bertemu dengan cowok menyebalkan ini lagi.

"Lo bisa nggak sehari aja nggak gangguin gue, Dar." Almira menunjuk jari kelingking tepat di wajah Aldar. "Gue itu udah punya tunangan sejak lama. Lo tahu, kan? Mungkin bentar lagi akan menikah!"

Aldar tersenyum getir. Kadang, ada hal kenyataan dalam hidup yang menyakitkan. Amat sangat menyakitkan. Sama seperti Aldar yang tersadar sejak lama Almira sudah punya tunangan. Lalu, rasa pesimis Aldar seketika memudar. Kan hanya tunangan, belum tentu jadi jodohnya, kan?  Selama janur kuning belum melengkung dan takdir Tuhan masih memihak akan ada kesempatan. Aldar jadi ingat sebuah lagu band ternama.

"Awas nanti jatuh cinta. Cinta kepada diriku.
Jangan-jangan ku jodohmu." Aldar bersenandung di depan Almira, membuat gadis itu semakin kesal.

"Nggak usah nyanyi." Almira memukul kertas laporan yang dibawa tepat ke kepala Aldar. "Suara lo jelek!"

"Menghina amat lo, Al." Aldar mengangkat bahu.

Malas menanggapi Aldar, Almira langsung masuk ke ruang manager.

Aldar menaikkan sebelah alis, lalu kembali ke meja kerjanya. Dia kembali berkutat mengerjakan tugas kantor. Siang nanti, dia akan mengajak Oding makan bersama. Dilihat dari samping, temannya itu sedang serius mengerjakan tugas kantor yang belum kelar.

"Bro, nanti makan siang bareng, ya?" Aldar berbicara setengah berbisik.

Oding tanpa menoleh pun mengangguk. "Oke. Gue kerjain laporan dulu, laporan gue masih ada yang salah."

Aldar mengangguk mengerti. Akhirnya, cowok itu melanjutkan pekerjaan lain yang sudah disediakan di atas meja. Dia berharap segera pukul satu. Perutnya sudah lapar tak tertahankan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro