Bab 7 Perasaan Aneh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah seminggu setelah kejadian malam itu Aya mulai melakukan rutinitas seperti biasa. Dirinya masih tetap bekerja dan datang ke kampus seperti biasa untuk menyelesaikan tugas akhirnya. Dan satu lagi, Aya memutuskan untuk merahasiakan semuanya dari Kinan serta berusaha melupakan apa yang terjadi. Ia tidak rela jika sampai Kinan tahu tentang semua yang terjadi dan hubungan persahabatannya jadi hancur. Ia tidak siap jika harus kehilangan Kinan.

"Kamu pasti bisa, Aya," tutur Aya menyemangati dirinya sendiri. Aya berusaha menekan dirinya sendiri untuk melupakan malam panas itu bersama Gilang meski nyatanya susah sekali.

Saat ini, Aya merasa ada yang berbeda dengan perasaan dalam hatinya. Aya merasa ada sesuatu yang sangat ia rindukan yang kadang membuatnya ingin menangis dan terkadang membuatnya ingin marah, entahlah perasaan apa itu. Sebuah perasaan yang membuat Aya kebingungan.

Aya melempar kaleng minuman dan beberapa macam snack yang ia beli ke sembarang arah membuat seseorang yang tengah mendekatinya terkejut karena hampir saja tertimpuk.

"Astaga! Aya lo gila ya!" celetuk sahabat Aya yang bernama Kinan setelah melihat tingkah aneh sang sahabat.

"Gak tau, Nan. Rasanya tuh gue pengen marah-marah gak jelas terus dah gitu pengen nangis aja kayak baper gitu," keluh Aya sembari mengedikkan bahunya.

"Lo mau dapet kali," tebak Kinan.

"Gue udah dapet kok. Dua minggu yang lalu masak ia dapet lagi," sahut Aya sembari berfikir ada apa dengan dirinya.

Aya menghembuskan nafas kasar mencoba mengingat ingat sesuatu hal. "Gilang" nama pria ini yang akhir akhir ini selalu membuat dirinya gelisah. Tapi, ia tidak mungkin mengatakannya kepada Kinan.

"Entah lah, aku sendiri juga bingung dengan perasaanku ini, apa mungkin aku-" ucap Aya menggantung.

Aya menggelengkan kepalanya cepat. "Ahh tidak, tidak!" lanjut Aya dengan suara lirih, mimik wajahnya kini berubah lesu. Aya mencoba menepis segala pikiran negatif yang merasuki otaknya.

Kinan mengambil duduk di samping Aya, menatap wajah sahabatnya dengan tatapan iba. "Mending lo liburan deh, Ay. Biar mood lo balik lagi," usul Kinan.

"Bener juga lo. Ya sudah kita ke Bali yuk lusa?" ajak Aya spontan yang dibalas acungan jempol oleh Kinan. Tentu saja Kinan akan senang hati menerima ajakannya, mengingat dirinya juga saat ini butuh refreshing karena banyak pikiran.

"By the way, makan yuk? Lapar nih," ajak Kinan yang dibarengi dengan keluhan.

"Boleh, gue juga belum makan," jawab Aya yang memang juga sedang lapar.

Aya dan Kinan kini tengah menikmati makan siangnya di sebuah restoran dekat kampusnya sembari mengobrol santai dan terkadang diselingi dengan candaan.

"Eh Ay, Mami lo tadi malam telpon, nanyain kabar lo, terus tanya lo lagi ngapain dan tanya gimana kuliah lo. Tante ngomong ke gue kalau Om kangen sama lo dan pengen lo cepet balik ke rumah. Emang lo sampai kapan sih Ay gak mau pulang?" tutur Kinan sembari menyeruput lemon teanya.

"Biarin. Nanti kalau gue udah lulus gue balik ke rumah," jawab Aya dengan raut wajah santai. Ia sengaja menanggapinya dengan cuek karena masih belum bisa melupakan perlakuan sang ayah kepadanya.

"Ishhh! Lo mah gitu, kasihan noh Nyokap Bokap, lo," cerocos Kinan karena tanggapan cuek Aya.

"Udah ahh! Yuk balik? Eh tunggu dulu, anterin gue ke kafenya Abang gue dulu ya? Gue mau ijin cuti buat lusa kita liburan," ucap Aya mengalihkan pembicaraan.

Tak butuh waktu lama untuk menuju ke tempat kerja Aya yang merupakan cafe milik kakak laki-lakinya, kini mereka sudah sampai di depan pelataran cafe yang terkenal elit dan selalu ramai itu.

"Nan, lo tungguin di mobil aja yak? Gue bentaran doang."

"Oke," ucap Kinan sembari mengacungkan kedua jempolnya.

Aya memasuki Kafe dan menyusuri lorong menuju ke arah tangga lantai atas bagian office. Aya mengetuk pintu office yang kemudian disambut ramah oleh staf yang sedang berjaga di kantor kafe milik sang kakak.

"Mbak, Abang gak ke sini?" tanya Aya to the point.

"Belum Ay. Pak Juna masih di kantor sepertinya sedang sibuk mungkin pulang kantor baru ke sini," jelas Maya.

"Oh ya sudah, Mbak. Lusa hingga empat hari kedepannya saya ambil cuti, tolong aturkan jadwal saya ya, Mbak? Saya ada kepentingan soalnya Mbak. Biar nanti saya bilang sama Abang langsung."

"Iya Ay, nanti saya atur jadwalnya lagi."

"Ya sudah mbak, Aya permisi dulu terima kasih ya. Dadah, Mbak Maya," ucap Aya sembari melambaikan tangannya.

Aya melenggang pergi menuju mobilnya, mengemudikannya perlahan membelah jalanan ibu kota menuju apartemennya yang terletak di pinggiran kota.

"Mau mampir dulu gak?" tanya Aya kepada Kinan.

"Gak usah deh Ay, langsung pulang aja," sahut Kinan menoleh Aya yang sedang fokus menyetir mobil.

"Baiklah." Aya mengangguk tanda mengerti.

"By the way tadi gimana kata bang Juna Ay?"

"Gue belom ketemu Abang sih Nan, tapi gue sudah bilang ke Mbak Maya kok buat atur jadwal gue lagi," jelas Aya membeberkan.

"So, kita jadi kan liburannya?"

"You know, Bang Juan lah ya? Ya pasti jadilah, Abang mana mungkin tega sama gue," ucap Aya sembari terkekeh.

"Lo mah adik kurang ajar Ay. Bang Juna lo manfaatin melulu," ucap Kinan yang mengundang gelak tawa keduanya.

"Ya gimana dong, kan adek satu satunya pasti lah dituruti."

"Hahaha," tawa keduanya menggelegar di dalam mobil.

Aya memarkirkan mobilnya di lantai basement lantas naik lift bersama Kinan menuju unit apartemen Aya. Aya langsung berlari menuju kamarnya begitu juga Kinan yang memang disediakan kamar khusus untuknya disana.

"Gue mau tidur tolong jangan ganggu gue Nan!" seru Aya sembari berlari masuk ke dalam kamar.

"Ish! Kurang kerjaan gangguin lo, orang gue juga mau tidur, wleeek," cibir Kinan sembari menjulurkan lidah.

"Gue nginep sini ya malam ini," seru Kinan yang diacungi jempol oleh Aya.

Kinan pun juga langsung bergegas masuk ke dalam kamarnya usai mengunci pintu apartemen. Pun dengan Aya.

Sama sama doyan tidur membuat keduanya betah berlama lama di dalam kamar masing masing. Aya segera meletakkan tasnya di atas nakas lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum dirinya beristirahat.

"Kayaknya berendam dulu enak nih," ucap Aya sembari menyiapkan air di dalam bak mandi.

Begitu air sudah cukup hangat dan banyak Aya langsung menanggalkan pakaiannya dan masuk ke dalam bak mandi. Ia menggosok tubuhnya dengan sabun semberi memijatnya secara perlahan. Aya mencoba memejamkan mata menikmati aroma rose yang menenangkan.

Dua puluh menit kemudian Aya sudah berdiri air untuk membilas tubuhnya. Ia segera meraih handuk dan kembali menuju kamarnya. Ia membuka bathrobe-nya dan mulai mengenakan pakaian. Ia memilih sebuah gaun tidur sutra dengan belahan dada rendah tanpa lengan lalu berjalan menuju meja rias. Ia membulatkan matanya kala melihat bekas kissmark di dadanya yang masih ketara. Detik selanjutnya ia tersenyum mengingat pernyataan cinta Gilang dalam alam bawah sadarnya serta perlakuan manis Gilang kepadanya malam itu.

"Kamu, pria yang pertama mencium bibirku dan menjamah tubuhku, Lang," ucap Aya lirih sembari tersenyum tipis.

Namun senyuman itu segera memudar wajahnya berubah sendu menyadari kenyataan bahwa ada tembok kokoh yang membentengi mereka. Dan malam itu adalah sebuah kesalahan terbesar bagi mereka.

Aya berjalan menuju ranjang membaringkan tubuhnya di sana meraih ponsel yang berada di atas nakas lantas mendial nomor sang kakak. Dan sesuai tebakannya sang kakak langsung mengabulkan keinginan Aya untuk pergi berlibur ke Bali.

"Hallo, Princess," sapa sang kakak dari seberang sana.

"Abang," panggil Aya manja.

"Kenapa, Dek?"

"Aya boleh minta cuti ya? Empat hari aja kok, Aya pengen pergi ke Bali bang buat refreshing. Habis itu Aya janji Aya gak akan ambil cuti lagi deh," ucap Aya merayu.

"Sama siapa kamu ke Bali?"

"Sama Kinan lah bang sama siapa lagi coba."

"Oke, as you wish princess."

"Makasih, Abang sayang! Dadah," ucap Aya sembari menutup telepon

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro