Bab 8. Masa Kecilku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Setiap anak memiliki keistimewaan masing-masing. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kedua orangtuanya. Mendapatkan kasih sayang dari seluruh anggota keluarga.

Namaku Basith, terlahir dari keluarga yang sederhana. Masa kecil dalam anganku sangat bahagia. Namun kenyataan pahit menerpaku.

Sejak aku usia satu tahun, ayah tak ada di sampingku. Hanya Ibu yang ada disisi.

Ibu begitu sayang kepadaku. Namun, karena keadaan ekonomi keluarga yang menengah ke bawah, serba kekurangan. Sehingga Ibu memutuskan untuk pergi ke luar negeri mengais rezeki di sana.

Aku kecil menghabiskan waktu bersama Kakek dan Nenek. Mereka mengasihiku, mengasuhku dengan baik. Mereka selalu menjaga cucu kesayangannya dua puluh empat jam.

Masih ingat cerita Kakek. Saat diri ini sekolah di taman kanak-kanak. Setiap hari, aku tak mau ditinggal pulang olehnya saat diri mulai belajar di kelas.

"Kakek, sini saja," rengekku setiap masuk kelas. Lambat laun, diri ini terbiasa untuk ditinggal sendiri di kelas. Bahkan sekolah pun berangkat sendiri, tanpa ditemani Kakek lagi.

Membekas dalam ingatan, keceriaan masa kecilku. Apakah kalian mau tahu?

Terbayang masa kecil yang penuh keceriaan. Bermain dan mandi di sungai, petak umpet di balik pohon jati atau trembesi, menangkap belut dan ikan di sawah, mengumpulkan kayu bakar dari ranting-ranting kering, memancing ikan di sungai yang dulu melimpah berbagai jenis ikan, mencari jangkrik di sela-sela tanah dan batu di musim hujan.

Aku kecil sering ikut Kakek ke sawah. Menemani Kakek merawat sawah sebelum dirinya pergi mengajar di MTs tempat beliau mengajar.

Kegemaranku yang lain, memanjat pohon jambu atau sawo, bermain pistol dan ketapel buatan sendiri, bermain layang-layang dengan ekornya yang panjang buatan sendiri, bermain mobil-mobilan dari kulit jeruk atau kayu sisa-sisa pekerjaan tukang kayu, dan banyak lagi permainan yang mudah didapat di pekarangan dan alam sekitar.

Sungguh masa itu menjadi kenangan paling indah masa kecil. Aku belum mengenal handphone. Belum mengenal game online.

Berbeda sekali dengan teman-teman sebaya yang hidup dimanja teknologi dan barang-barang konsumtif di zaman dengan kecanggihan teknologi luar biasa ini. Beragam jenis mainan dan permainan tersedia di banyak tempat. Bahkan permainan virtual yang dulu tak terbayangkan oleh anak-anak dahulu sekarang akrab dimainkan oleh anak-anak balita dengan gadget canggih berbasis Android.

Setiap anak tentu punya masa dan zamannya sendiri. Tapi kadang aku ingin sekali waktu anak-anak bisa merasakan dan mengenal apa yang pernah dilakukan orang tuanya dahulu saat kecil. Merasakan masa kanak-kanak yang indah ala orang kampung.

Namun, kata Kakek zaman sekarang beda dengan zaman dulu saat Ibu kecil yang belum mengenal handphone. Bahkan listrik belum masuk ke kampung-kampung.

Dan tahukah apa yang sangat ingin aku lakukan saat di rumah?  Silaturahmi, bertemu handai taulan itu pasti. Karena itu tujuan utama saat kita pulang dari Pondok Pesantren. Namun ada sisi lain keinginan yang mungkin bagi orang lain amat sepele. Memancing di sungai bersama Kakek.

Kurasa Mas Ahmad, Mas Wahyu dan Mas Maki pun punya keinginan sepele yang ingin dilakukan saat pulang kampung. Misalnya ingin makan sayur atau sambel tempe yang setengah busuk, ingin pergi ke tempat tertentu dan merasakan aura masa lalu, misalnya. Pendek kata, ada keinginan menyentuh masa lalu dengan menghadirkan suasana atau melakukan hal yang sama seperti dilakukan di masa lalu.

Dan kali ini aku hanya ingin memancing di sungai. Bersama Kakek tersayang mungkin aku bisa bercerita, mengenalkan dan menghadirkan kebahagiaan dan keceriaan masa lalu bagaimana rasanya mendapatkan ikan dengan peralatan sederhana yang dirakit sendiri. Hanya bermodal belahan bambu yang diserut dengan sabit lalu dirangkai dengan benang dan mata pancing yang mudah dibeli di warung-warung.

Umpannya pun cukup mengorek-ngorek tanah basah di persawahan, di situ akan ditemukan banyak cacing tanah yang disukai ikan. Keinginan yang amat sederhana ya?  Tapi sungguh, kadang hal-hal sederhana seperti itu bisa membuat bahagia. Sulit untuk menjelaskan bagaimana bahagianya. Karena bagiku kebahagian tak harus berupa kemudahan dan kemewahan.

"Oya, cerita lagi dong bagaimana dulu Mas Basith saat sekolah dasar?" tanya Maki.

"Aku dulu sekolah di salah satu Madrasah Ibtidaiyah,"

"Terus?"

Waktu itu di sekolah dengan keadaan yang tak sama dengan teman-teman di sekolah, yang setiap hari di antar jemput Ibu maupun Ayah mereka. Aku dulu di antarjemput oleh Kakek maupun Nenek.

Saat kelas satu, Kakek mendidikku sangat keras. Setiap pulang sekolah, wajib langsung mengerjakan tugas dari Bu guru.

"Basith..." teriak Kakek, "belajar!"

Aku kecil yang masih terlalu mungil untuk fokus belajar. Terkadang, kabur ke sawah atau ke kebun milik Kakek. Supaya tak di suruh belajar. Walaupun berakhir dengan hukuman dari Kakek.

Kelas dua, Ibu yang pulang dari luar negeri. Membawa kabar bahwa dirinya akan menikah lagi. Aku yang tak tahu apa-apa tentang masalah orang tua. Hati ini senang karena bisa punya Ayah lagi.

Namun, kebahagiaanku kembali hilang. Setelah Ibuku melahirkan adikku dari Ayah sambung. Setahun setelah itu, mereka berpisah. Ibu kembali mengembara mencari cuan lagi.

"Basith, Ibu pergi lagi ya?"

"Ibu jahat... Ibu gak sayang padaku,"

"Bukan begitu sayang,"

"Ibu jahat..." Aku berlari meninggalkan Ibu yang duduk di ruang tengah.

Mengurung diri di kamar. Tak bertahan lama karena rasa lapar melanda. Aku keluar dari kamar.

"Basith, jangan begitu ya?"

"Tapi Kek?"

"Ibu itu mencari rezeki buat masa depan Basith, kamu gak boleh marah ke Ibu." kata Kakek.

"Aku baru saja bisa memeluk Ibu, masa Ibu mau pergi lagi,"

"Iya, Kakek tahu. Terus kalau Ibu tidak kerja bagaimana? siapa yang mau ngasih uang buatmu?"

"Ada Kakek,"

"Kakek kan sudah pensiun, tidak kerja."

Dengan berat hati, diriku merelakan Ibu pergi lagi. Aku yang masih kecil, hanya bisa merasakan kasih sayang dari Kakek dan Nenek.

Hari-hari yang kulalui serasa hampa tanpa adanya Ibu. Hanya Kakek yang menemaniku belajar. Sesekali diriku pergi ke rumah teman untuk mengerjakan tugas sekolah bersama.

Kelas tiga, diriku mulai bertambah kegiatan. Kakek memasukkanku ke Taman Pendidikan Al-Quran, karena Kakek menginginkan diriku juga bisa mengaji dengan baik tidak asal-asalan.

Disaat yang sama pula, kegiatan di sekolah pun bertambah. Diriku mengikuti kegiatan Pramuka dan extrakulikuler tilawah.

Waktu bermainku sedikit berkurang dengan bertambahnya kegiatan diluar sekolah. Apalagi tugas dari guru terkadang sangat banyak, bahkan menyita waktuku. Rasa malas yang datang, membuat diri ini selalu berencana untuk bolos sekolah bahkan bersembunyi ditempat yang semua orang tidak tahu.

Pernah suatu hari, diriku bersembunyi di salah satu ruang di rumah tetangga yang belum selesai dibangun. Hanya karena menghindari suntik imunisasi di sekolah. Walau akhirnya tetap saja kena jarum suntik.

  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro