12 - Romlah Diteror Lagi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berlian segera memapah neneknya masuk ke dalam rumah. Setelah itu, dengan hati-hati ia memberikan segelas air putih kepada sang nenek. "Minun dulu, Nyai," ujarnya seraya membantu sang nenek memegang gelas.

Romlah yang masih lemas, menyeruput sedikit air dalam gelas yang disodori oleh cucunya. "Sudah, Berli," tolaknya seraya membuang muka dari gelas yang masih di depan wajahnya.

Berlian meletakkan gelas tersebut di atas lemari kayu tua di samping tempat tidur neneknya. Gadis 19 tahun itu tengah berpikir, apa yang harus ia lakukan sekarang? Mewawancarai atau mengobati luka neneknya terlebih dahulu? Otak lemotnya memang sulit diajak kompromi.

Tangannya yang terkena ulat bulu masih gatal, malah bengkak semakin besar. Sejak tadi ia menggaruk-garuknya dengan barbar. Sebodo amat dengan lecet, ia hanya ingin gatalnya berkurang atau bahkan hilang sama sekali.

Oke, badan Nyai harus dibersihkan dulu, batinnya.

Gadis itu segera keluar dari kamar dengan langkah lebar, lalu setelah itu ia kembali lagi dengan ember berisi air hangat. "Kita lap badan dulu, ya, Nyai," ujarnya seraya memilih-milih kain dari lemari neneknya.

Berlian mengambil handuk butut yang terlipat rapi di bagian paling bawah. Harusnya handuk itu sudah menjadi kain lap, tapi masih saja disimpan oleh neneknya.

"Nyai diteror Hantu Sari, Berli," ujar Romlah dengan suara tuanya yang bergetar karena masih takut dengan kejadian tadi.

"Nanti dulu ceritanya, Nyai. Kami bersihkan dulu badan Nyai." Berliana berujar sambil menggosok-gosokkan tangannya di celana dengan gerakan kasar. Ulat bulu itu benar-benar sialan, membuat dirinya gatal bukan main.

Romlah menurut. Nenek berusia kepala enam itu duduk di atas dipan dengan tenang. Sementara Berlian, segera mengelap tubuh neneknya menggunakan kain basah. Sebenarnya, jika neneknya ini kaya, Berlian yakin tampilan neneknya tidak akan setua ini. Sayang, kesulitan ekonomi membuat neneknya harus kerja banting tulang sejak usia muda. Saat sudah tua baru hidupnya cukup lumayan karena anak-anaknya sudah mapan dan bisa membantunya dalam segi finansial.

Selesai membersihkan tubuh neneknya, Berlian menempel luka-luka sayatan di tubuh neneknya menggunakan plaster penutup luka. Beruntung persediaan P3K di rumah neneknya cukup lengkap, sehingga Berlian tidak perlu kembali lagi ke warung untuk belanja. Neneknya memang selalu menyetok banyak bahan kebutuhan di rumah, supaya tidak selalu bolak-balik ke warung. Capek katanya kalau harus bolak-balik warung.

"Nah, sudah bersih. Nyai bisa mulai cerita," ujar Berlian seraya membantu neneknya untuk membaringkan tubuhnya di atas kasur kapuk.

"Hantu Sari marah dengan Nyai, Berli," tutur Romlah.

Romlah mulai menuturkan kisahnya saat berjumpa kembali dengan Hantu Sari. Namun perjumpaan kali ini lebih menyeramkan daripada perjumpaan sebelumnya.

Tadi saat Romlah sedang sibuk menyemprot hama pada tanaman sayurnya, tiba-tiba saja ia dikagetkan dengan hembusan angin dingin. Lalu setelah itu tengkuknya menjadi sedingin es. Dan juga ada aroma busuk yang sangat menyengat.

Wanita tua itu ingat, itu adalah tanda-tanda akan munculnya makhluk tak kasatmata. Seperti yang pernah dialaminya saat di kebun sawit kemarin.

Benar saja, selang beberapa detik kemudian, muncul sosok Hantu Sari dengan tampang menyeramkan. Bekas sayatan di tubuhnya mengeluarkan ulat dan juga aroma busuk yang sangat menyengat. Hantu itu menatap Romlah dengan tatapan tajam seolah-olah ingin menelan Romlah hidup-hidup.

Terang saja Romlah ketakutan bukan main. Tangki berisi obat pembasmi hama yang ada di punggungnya, segera ia lepas dan ia banting ke tanah. Wanita tua itu mundur perlahan-lahan hingga tanpa sadar dirinya menabrak cangkul. Gagang cangkul itu memukul tulang keringnya tanpa ampun. Membuatnya meringis kesakitan. Nenek Berlian itu jatuh telentang di antara tanaman pare. Tubuhnya tertusuk dan tergores kayu-kayu kecil yang digunakan untuk merambatkan tanaman pare.

Belum sempat Romlah bangun, Hantu Sari melayang dengan cepat dan menindihnya hingga perempuan tua itu kesulitan bernapas. Romlah pasrah jika memang ini akhir dari hidupnya. Saat ini ia benar-benar lemas. Ia tidak mampu untuk memberontak. Tangannya hanya menggapai-gapai udara, tidak bisa menyingkirkan Hantu Sari dari atas dadanya.

"Jangan halangi Berlian untuk nolong aku!"

Suara Hantu Sari yang menggelegar memekakkan telinga Romlah. Telinganya berdengung dan rasa-rasanya, gendang telinganya seperti pecah.

"Jangan pernah halangi Berlian!"

Hantu Sari kembali berujar dengan suara menggelegar. Hantu perempuan yang masih ada di atas tubuh Romlah itu memuntahkan cairan merah kental di wajah dan tubuh Romlah. Setelah itu, ia tertawa lebar sekali. Bibirnya sampai terkoyak, menampakkan gusi hitam serta gigi runcing kehitaman.

Tubuh Romlah dipenuhi cairan merah pekat dan juga ulat-ulat kecil yang menjijikkan. Ia mual bukan main. Wanita tua itu sudah mengeluarkan sesuatu dari dalam perutnya, tapi muntahannya itu kembali tertelan tatkala Hantu Sari mendekatkan wajah jelek itu ke wajahnya.

"Jangan pernah halangi Berlian! Jangan pernah halangi Berlian! Jangan pernah halangi Berlian! Jangan pernah halangi Berlian!"

Suara menggelegar berulang-ulang itu benar-benar memekakkan telinga Romlah. Wanita tua itu sudah benar-benar pasrah. Matanya sudah semakin menyipit, tapi Hantu Sari tidak kunjung pergi dari dadanya.

Mata tua itu akhirnya terpejam sempurna. Ia kehilangan kesadaran diri. Ia Pingsan.

Berlian menggeleng tidak percaya saat neneknya menutup cerita dengan wajah ketakutan. Hantu Sari sudah benar-benar keterlaluan. Ia harus membuat perjanjian dengan hantu sialan itu. Jika sampai hantu itu kembali berulah, ia tidak akan mau membantunya mencari siapa pembunuh hantu itu.

"Berli, kau yakin masih mau nolongin hantu itu?" tanya Romlah dengan suara tuanya yang bergetar. Mengingat peristiwa menyeramkan tadi membuat dirinya kembali merasakan takut.

Berlian diam seribu bahasa. Jujur, ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia masih harus merenung sekali lagi untuk memastikan pilihannya untuk lanjut atau membatalkan perjanjian dengan Hantu Sari.

Romlah menghela napas berat. "Nyai percayakan semuanya sama kau, Berli. Terserah kau mau nolongin Sari atau idak. Nyai dak akan sok ikut campur lagi kayak kemarin. Nyai kapok, Berli. Nyai kapok diteror hantu."

Berlian mengangguk sambil mengelus bahu neneknya lembut. "Nyai istirahat, ya. Kami mau mandi. Lengket ini badan kena keringat," ujarnya dan di-angguki oleh Romlah.

Gadis muda itu segera keluar dari kamar neneknya. Ia berlari kecil ke kebun belakang rumah dan memanggil-manggil Hantu Sari dengan garang.

Sari! Keluar kau! Sari, ayo kita buat kesepakatan! Sari!

Hampir lima menit ia berteriak-teriak dalam hati memanggil sang hantu penasaran, tapi hantu itu tidak muncul juga.

"Aneh, biasanya disebut namanya sedikit langsung muncul. Sekarang giliran dipanggil dak muncul," gumamnya seraya mengepalkan tangannya dengan geram.

Karena cuaca di luar sangat panas, Berlian segera berlari kecil menuju rumah. Ia memutuskan untuk mandi. Siapa tahu, setelah mandi pikirannya bisa fresh, sehingga ia bisa berpikir dengan jernih. Tahu harus melakukan apa untuk menghadapi Hantu Sari.

***

Mau nyampaikan pesan untuk Hantu Sari atau mau membantu penyelidikan Berlian? Coret-coret di kolom komentar, yak.

Luv,
Juni

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro