2 - Air Terjun Lumut

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tolong aku, kumohon tolong aku.

Suara lirih itu terdengar terus menerus tepat di telinga Berlian. Ia tahu itu bukan suara manusia. Meskipun tanpa melihat, ia bisa membedakan antara suara manusia dan suara makhluk tak kasatmata.

Dengan sangat terpaksa, akhirnya ia menoleh, mencaritahu siapa sosok pemilik suara misterius itu.

Sosok itu adalah perempuan berbaju putih yang di bagian perutnya koyak. Berambut hitam panjang nan kusut, perut dan wajahnya penuh luka cabik yang mulai membusuk, darah berwarna merah kehitaman menggumpal di beberapa bagian luka cabik itu. Sosok itu menangis tanpa suara. Air yang mengalir di pipinya bukan berwarna bening, tapi berwarna merah.

Berlian segera mengalihkan pandangannya. Ia tidak bisa melihat luka seperti itu. Perutnya langsung terasa seperti diaduk-aduk, ia ingin muntah. Mual.

"Berlian!"

Berlian dikagetkan dengan kemunculan Hantu Asad yang secara tiba-tiba. Sahabat kecilnya ini memang sangat usil, sering sekali mengagetkannya.

Dari mana aja kau? tanya Berlian sambil memperhatikan hantu bocah itu dari atas sampai bawah. Rasa-rasanya ada yang beda dengan penampilan hantu kecil itu. Tapi apa?

"Dari istana sana. Hantu Asad menunjuk tebing air terjun. Di sana banyak makanan enak, tadi aku numpang makan sedikit. Makan buah apel sebiji. Omong-omong aku dikasih sepatu sama teman baru. Bagus, kan?" Ia memamerkan sepatu barunya.

Ya, sepatu baru! Berlian baru sadar dengan itu. Sahabat kecilnya ini selalu berpakaian rapi. Celana pendek sebatas lutut, baju kemeja lengan pendek yang dimasukkan ke dalam celana, serta memakai sepatu. Gayanya sejak dulu selalu seperti itu, tidak pernah berubah.

"ku mau main lagi, ya. Kalau mau pulang, panggil aku, ya." Hantu kecil itu segera melesat dan menghilang di balik tebing air terjun.

Berlian menggeleng pelan. Sejak tadi banyak sekali makhluk tak kasatmata yang memperhatikannya. Akan tetapi ia memilih cuek dan pura-pura tidak melihat mereka.

Oh iya, hantu perempuan tadi?

Berlian melihat ke berbagai arah, mencari keberadaan hantu perempuan tadi. Tidak ada. Ia tak menemukannya di manapun.

"Huft, syukurlah." Berlian menghembuskan nafas lega saat tahu hantu perempuan menyeramkan tadi sudah pergi.

Berlian kembali duduk dengan tenang di bawah pohon asam kandis yang rindang. Ia duduk di akar besar yang menyembul keluar. Menikmati pemandangan di depan matanya.

Air terjun itu terletak di tengah-tengah kebun karet milik warga setempat. Sehingga, bisa dibilang air terjun itu adalah air terjun pribadi. Namun, meskipun demikian, siapapun boleh mengunjunginya. Si pemilik kebun bukan orang pelit. Beliau mempersilahkan siapapun untuk datang tanpa dipungut biaya sepeserpun.

Cukup banyak orang yang datang ke sana. Selain dari Desa Keling itu sendiri, juga banyak warga dari luar desa. Biasanya mereka hanya berfoto-foto lalu pulang. Tapi ada juga yang duduk termenung seperti Berlian sekarang ini.

Ada satu pohon liar yang tumbuh subur dan berdaun rindang yang nyaman untuk dipakai sebagai tempat bernaung, pohon asam kandis namanya. Pohon itulah yang sekarang sedang dipakai Berlian untuk  menaunginya. Sisanya, hanya pohon karet yang kurang nyaman dipakai untuk duduk dan bersandar.

Karena air terjun itu dikelilingi oleh pohon karet, maka bau tak sedap dari getah karet yang sudah basi dapat tercium dengan jelas. Tapi Berlian tidak terganggu dengan bau itu. Pasalnya, dulu setiap ia liburan ke kampung neneknya ini, ia sering mengikuti nenek dan kakeknya ke kebun karet, sehingga ia sudah biasa dengan bau-bau seperti itu.

Sekarang ini neneknya sudah tidak menoreh karet lagi. Kebun karet itu sudah diganti menjadi kebun sawit. Kata neneknya, uang sawit lebih menjanjikan daripada uang karet.

Pada dasarnya, getah karet tidak bau sama sekali. Akan tetapi, jika getah itu sudah diendapkan, maka ia akan basi dan menimbulkan bau menyengat yang tidak sedap.

Kebun karet ini hanya ditoreh dua kali sehari oleh pemiliknya. Dan hari ini adalah hari libur. Sehingga saat ini Berlian hanya sendirian saja di sana, tidak ada sang pemilik kebun yang biasanya ada di sana di jam-jam seperti sekarang ini.

Suara gemericik air dan suara burung kecil yang tadi terdengar, tertutup oleh suara gagak yang menggelegar. Kawanan gagak hitam besar terbang berputar-putar di atas Air Terjun Lumut.

Burung-burung kecil yang tadinya berkicau riang, tiba-tiba sayup dan tidak terdengar lagi. Salah satu gagak itu membawa sesuatu di cakarnya yang kuat. Sepertinya mereka baru saja menemukan makanan.

Berlian melihat ke berbagai arah, mencari keberadaan hantu kecil sahabatnya. Nihil. Hantu bocah itu masih tidak terlihat batang hidungnya.

Berlian mencium aroma anyir darah yang memualkan. Ia menoleh pelan ke arah kanan, ke sumber bau. "Arrgghh!" Ia berteriak kaget saat kembali melihat hantu perempuan tadi.

Hantu itu kembali berujar lirih sambil menatap Berlian dengan penuh permohonan. Ia berujar tapi mulutnya tertutup rapat.

Tolong aku. Tolonglah aku.

Berlian segera membuang muka. Ia tidak nyaman dengan ini samua. "Asad kemana, sih?" lirihnya sambil melihat tebing berlumut yang dialiri air dengan arus tenang.

Karena sudah tidak tahan lagi dengan kondisi tidak mengenakkan ini, Berlian berteriak ke arah tebing tersebut. "Asad, ayo pulang!"

Ajaib, lima detik kemudian Hantu Asad muncul dari balik tebing itu dan menghampiri sahabatnya. "Apa apa, Berli? Kau takut? Jangan takut, semua hantu di sini sekarang sudah jadi sahabatku. Mereka dak ada yang berani ganggu kau karena mereka tau kau adalah sahabatku," ujarnya polos.

Berlian tidak menyahut apapun. Ia segera melangkah pulang. Sebenarnya Asad masih ingin bermain dengan teman-teman barunya, tapi karena Berlian pulang, mau tak mau ia mengikuti sahabatnya untuk pulang. Ia takut nantinya dimarahi Berlian kalau main tidak ingat waktu.

"Itu siapa, Berli? Kenapa dia ngikuti kita? Apa dia hantu tersesat?" Hantu Asad bertanya polos sambil melihat hantu perempuan yang mengekor di belakang mereka.

Sudah, dak usah diladeni. Cueki aja, sahut Berlian dalam hati. Ia terus melangkah tanpa menghiraukan si hantu perempuan tadi.

Asad mengangguk patuh.

Asad adalah hantu bocah berusia lima tahun. Kadang-kadang bisa diatur, tapi kadang-kadang sangat nakal dan membaut Berlian kewalahan.

Berlian melangkahkan kakinya dengan langkah lebar. Ia ingin segera sampai di rumah. Sedangkan Asad yang melayang, selalu melayang di samping Berlian. Tidak lambat ataupun lebih cepat dari Berlian.

"Huwek! Mau muntah! Bau banget!" Asad menjepit hidungnya saat mereka melewati tempat mencetak getah karet.

Jangan berisik, Sad! Lagian kau kan hantu, masa bau kayak gini aja dak kuat?

Pohon karet ditoreh lalu getahnya ditampung dalam cawan kecil, lalu getah yang tadinya tertampung di dalam cawan kecil itu nantinya akan disatukan ke cetakan besar. Barulah setelah itu dijual.

"Kalau aku izin main lagi boleh dak, Berli? Kayaknya aku pingin main ke air terjun lagi," rengek Asad. Seperti anak merengek pada ibunya.

Ya udah, sana! Jangan pernah pulang. Tinggal aja di sana selamanya.

"Yeay! Berli baik!"

Asad segera melayang menuju air terjun lagi. Hantu bocah satu itu memang sulit ditebak.

Namamu, Berli? Kalau kau dak mau nolongin aku, aku akan terus menghantuimu, Berli. Hantu perempuan itu bicara lirih tanpa membuka mulutnya. Ia berbisik lirih tepat di telinga Berlian.

Aku akan terus menghantuimu sampai kau mati! ancamnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro