Warak Ngendog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di suatu dimensi bumi yang tidak ditinggali manusia, sekelompok makhluk-makhluk mitologi hidup dan berketurunan. Urusan mereka berbeda dan berlawanan dengan urusan manusia. Namun, makhluk-makhluk mitologi ini memegang peranan besar untuk menjaga keseimbangan Nusantara dan mempertahankan kehidupan.

Warak Ngendog pun hidup bersama makhluk-makhluk mitologi itu. Kau mungkin sering melihat patung naga berekor pendek ini di festival Dugderan Semarang, di Taman Pandanaran Semarang, atau melihatnya dalam wujud boneka-boneka kecil yang dimainkan anak-anak. Namun, yang perlu kauketahui, ia hidup, bersama belasan makhluk mitologi lainnya.

🐍🐍🐍

Semarang, 1883

Semua orang di Semarang hidup dengan susah saat itu. Mereka selalu diperbudak oleh orang asing. Mereka terkadang memberanikan diri untuk melawan orang-orang asing itu, tetapi biasanya tetap saja kalah. Jarang sekali mereka menang. Kalaupun mereka menang, mereka tidak pernah menang telak.

Warak Ngendog tidak tahu menahu mengenai konflik orang Semarang dengan orang asing itu. Baginya, pola pikir manusia terlalu rumit. Perihal benar dan salah di kehidupan manusia benar-benar kompleks. Warak Ngendog dulu pernah beberapa kali mencoba membantu manusia yang kesusahan secara diam-diam, tetapi hasilnya ternyata tidak sesuai dengan perkiraannya.

Seperti tahun lalu, Warak Ngendog membantu manusia miskin yang hendak mencuri di toko sembako. Manusia berpakaian kumal itu datang mengendap-endap ke dalam toko. Warak Ngendog sudah sering mengamati manusia, jadi ia dapat memperkirakan apa yang manusia itu butuhkan.

Dengan percaya diri, Warak Ngendog menyenggol sebuah kardus berisi beras dan beberapa kantung minyak dengan ekornya yang kuat. Kardus itu segera sampai di dekat lemari kayu tempat manusia itu berdiri.

Manusia itu segera mengambil kardus yang diberikan Warak Ngendog itu dengan hati berbunga-bunga. Ia bergumam pelan, "Terima kasih kepada siapa pun yang mempermudah jalanku untuk menyambung hidup."

Warak Ngendog menegakkan tubuhnya dengan bangga. Tidak perlu sungkan, aku yang menolongmu. Setelah manusia miskin itu pergi, Warak Ngendog itu masih menunggu beberapa saat di toko sembako.

Beberapa saat kemudian, Warak Ngendog melihat penjaga toko yang baru saja keluar dari kamar untuk menyimpan uang hasil penjualan. Penjaga toko itu melengkungkan alis, lalu memperhatikan sudut toko. Sepertinya ada sesuatu yang kurang, pikir penjaga toko itu dalam hati. Ia segera menghitung kardus-kardus di sudut toko, lalu menutup mulutnya sambil terperanjat panik.

"Ya, Tuhan. Bagaimana ini?" Penjaga toko itu mondar-mandir dengan panik di toko.
Beberapa menit setelahnya, seorang pria berkumis tebal datang memasuki toko. Pria itu membaca buku penjualan yang dicatat penjaga toko, lalu menyesuaikannya dengan jumlah barang yang tersisa—jenis kegiatan yang tidak dipahami oleh Warak Ngendog.

Kemudian, pria itu berteriak-teriak marah. "Kau orang bodoh! Bisa-bisanya membiarkan satu kardus barang tercuri! Kemana saja kau tadi? Hah!" Pemilik toko itu mengangkat kerah baju penjaga toko, lalu menamparinya hingga wajah penjaga toko itu membengkak parah.

Bagi orang di zaman itu, sembako dan uang adalah hal yang berharga dan susah sekali didapatkan. Namun, bagi kaum Warak Ngendog yang tidak hidup dari uang, ia tidak memahami hal itu. "Manusia itu perhitungan sekali," gumam Warak Ngendog sambil bergidik ngeri.

Sejak saat itu, Warak Ngendog memutuskan untuk tidak ikut campur dalam segala macam urusan manusia.

Meskipun ia tidak memahami manusia, tetapi ia senang dengan manusia. Manusia-manusia itu sudah merobohkan gua-gua dingin yang ditinggalinya dengan cara yang sadis. Selain itu, beberapa dari mereka terkadang menggunakan gua itu sebagai tempat untuk menyiksa sesama manusia hingga darah-darah memuncrat ke sekeliling gua. Warak Ngendog sebenarnya tidak keberatan dengan guanya yang sedikit kotor, tetapi darah itu amis sekali. Malahan lebih amis daripada bau telur yang sudah lama pecah. Warak Ngendog tidak menyukai bau amis telur, dan terlebih-lebih jijik pada darah. Jadi, ia memutuskan untuk meninggalkan gua.

Namun, sebenarnya manusia-manusia itu cukup bertanggungjawab juga. Mereka membangun rumah-rumah yang hangat dan licin. Warak Ngendog sangat suka tidur di rumah-rumah itu. Para manusia normal tidak bisa merasakan atau melihat kehadirannya sebagai makhluk mitologi, jadi tidurnya bisa pulas sekali. 

🐍🐍🐍

Semua orang berkata bahwa Warak Ngendog adalah simbol pemersatu rakyat Semarang. Warak Ngendog sendiri tidak menyangkal hal itu. Ia ringan tangan dan suka membantu mempersatukan rakyat. Banyak orang percaya jika mereka menyimpan patung miniatur Warak Ngendog, maka mereka akan mendapat perlindungan. Padahal, sebenarnya patung-patung kecil itulah yang memang melindungi mereka. Patung adalah bentuk lain dari keberadaaan Warak Ngendog yang sedang berhibernasi dan tidak bisa dilukai. Patung-patung kecil itu adalah anak buah dari kepala kaum Warak Ngendog.

Suatu saat, segerombolan orang asing datang menyerang lumbung-lumbung penyimpanan makanan rakyat Semarang. Banyak orang menyiapkan patung-patung Warak Ngendog di rumah masing-masing supaya bisa dilindungi oleh makhluk itu. Melihat perlakuan tersebut, Warak Ngendog dengan senang hati membantu. Ia terbang dengan cepat ke lumbung penyimpanan orang asing, lalu membakar lumbung itu dengan embusan napasnya yang superpanas.

Sejak itu, nama Warak Ngendog semakin dikenal di kalangan manusia dan di kalangan sesama makhluk gaib. Sang Garuda, pemimpin semua makhluk mitologi, mengundangnya untuk bergabung.

"Kau berhati mulia dan sangat berjasa bagi manusia. Kemampuanmu akan sangat berguna, Warak Ngendog. Kuharap kau dapat membantuku dan sekelompok Ahool untuk melakukan misi besar," titah sang Garuda.

"Misi besar apa itu, Garuda?"

"Seperti yang kautahu, Nusantara ini sudah tidak stabil. Setiap petak, setiap lahan di Nusantara selalu dijarah, dan kita tidak tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Jika dimensi bumi manusia hancur, dunia kita juga akan hancur. Kita akan melakukan sesuatu," ujar Garuda dengan suaranya yang berat dan dalam.

"Apa itu, Garuda?" Bagai binatang yang dicucuk hidungnya, Warak Ngendog terus mematuhi perintah Garuda. Ia takluk di bawah wibawa makhluk penguasa dunianya itu.

"Kita harus menyegel Jagat Ravaya, kepala kaum Landak yang kejam dengan Mestika Rakata, tetapi kita tidak bisa membunuhnya," terang Garuda.

"Mengapa yang kita segel harus Jagat Ravaya?" Warak Ngendog bertanya lagi.

"Jika ia terus berkeliaran di dunia kita, ia akan menguasai kita dan semuanya akan kacau. Tapi kalau kita membunuhnya, akan terjadi ketidakseimbangan, karena seperti yang kautahu, setiap makhluk mitologi mempertahankan unsur tertentu dalam kehidupan. Kondisi ini sangat susah, jadi yang bisa kita lakukan hanyalah menyegelnya di tempat yang aman, yaitu di Gunung Krakatau."

Warak Ngendog menelan kegugupannya. Ia ingin bergabung dengan Garuda untuk menyelamatkan Nusantara, tetapi sebagian dirinya masih digerogoti ketakutan. Ia tak yakin bisa membantu menyegel Jagat Ravaya dan takut jika malah merepotkan Garuda.

"Kau tidak perlu ragu. Dengan kemampuan yang kaumiliki saat ini, aku yakin kau dapat membantu menyegel Jagat Ravaya," tegas Garuda meyakinkan.

Akhirnya, setelah berargumen dengan Garuda, Warak Ngendog pun membawa teman-teman sekaumnya untuk melakukan perjalanan menuju Gunung Krakatau. Semakin menuju ke barat, Warak Ngendog semakin merasakan energi besar dari Jagat Ravaya.

Makhluk berduri itu kuat sekali, pikir Warak Ngendog dalam hati.

Memasuki Pulau Jawa bagian barat, Warak Ngendog mulai melihat duri-duri Landak yang berbahaya berserakan di berbagai tempat. Kata sang Garuda, duri-duri Landak itu tak jauh lebih lemah dari Jagat Ravaya sendiri. Terlihat jelas sekali bahwa Jagat Ravaya sangat ingin menguasai dunia ini. Warak Ngendog semakin takut gagal.

Sesampainya di dekat Gunung Krakatau, Warak Ngendog bertemu dengan makhluk dari kaum Ahool. Makhluk seperti monyet bersayap itu kedengarannya sangat suka berbicara. Mereka terus mengobrol satu sama lain dengan suara-suara yang jujur saja tidak enak didengar.

Beberapa saat kemudian, dengan kepakan sayapnya yang gagah, Garuda terbang melewati teman-teman seperjuangannya, lalu mendarat di depan mereka. Ia memandang ke seluruh pasukan Ahool dan Warak Ngendog.

"Di setiap peperangan, ada menang dan kalah. Jika menang, kita dapat menyelamatkan Nusantara. Jika kalah, maka kita akan mati. Tidak ada pilihan lain. Perang selalu melibatkan pertaruhan itu. Maka, untuk mempertahankan Nusantara dan nyawa kalian sendiri, aku harap kalian berjuang sekeras mungkin untuk menyegel Jagat Ravaya. Ia bukan makhluk biasa. Ia sangat kuat. Aku sendiri tidak bisa memastikan apakah kita akan menang atau kalah. Namun, kalau kalian tidak berjuang, kalian pasti akan mati," ungkap Garuda dengan suaranya yang berat penuh wibawa.

Atmosfer perjuangan mulai bergelora di antara semua pasukan Warak Ngendog dan Ahool. Mereka berbincang satu sama lain, mengingat para Ahool dan Warak Ngendog kecil yang mereka tinggalkan di tempat asal. Semua makhluk menakuti peperangan, karena itu berarti berjuang sambil meregang nyawa di medan. Mereka mungkin harus meninggalkan makhluk-makhluk kecil yang mereka cintai di dunia ini.

"Aku sudah membawa Mestika Rakata, permata biru dari zaman kuno yang dapat menyegel Jagat Ravaya. Hanya ini senjata paling kuat yang bisa menahannya supaya tidak menghancurkan dunia lebih jauh lagi. Kita sudah sampai di titik ini, jadi tidak boleh ada yang mundur," tegas Garuda.

Ia menjejakkan kakinya ke tanah dengan kuat hingga salah satu kukunya patah, lalu berseru, "Berjuang atau mati!"

Semua Ahool dan Warak Ngendog yang berkumpul di tempat itu pun melakukan hal yang sama. Mereka menjejakkan kaki ke tanah, mematahkan salah satu kuku, dan berseru, "Berjuang atau mati! Berjuang atau mati!"

Beberapa saat kemudian, serpihan duri-duri Landak beterbangan di sekitar mereka. Semua barisan pasukan Ahool dan Warak Ngendog langsung kacau balau karena menghindari duri-duri itu. Tak lama setelahnya, Jagat Ravaya sendiri muncul. Ia berdiri di atas batu yang berseberangan dengan Garuda, lalu memandang duri-durinya yang lihai dengan bangga.

"Kau mengumpulkan semua makhluk ini untuk melawanku, ya Garuda?" tanya Jagat Ravaya meremehkan. Ia memandangi sekumpulan Warak Ngendog dan Ahool di hadapannya dengan santai. "Aku tidak yakin jumlah mereka lebih banyak daripada duri-duri di tubuhku. Lagi pula, kemampuan mereka pastinya tidak akan lebih hebat daripada duri kecilku yang andal."

Jagat Ravaya melepaskan sehelai duri dari tubuhnya, lalu mengarahkan duri itu ke salah satu Ahool yang berada di barisan depan. Duri itu melesat dengan sangat cepat hingga Ahool itu tak sempat menghindar. Duri Landak menancap tepat di dadanya, lalu Ahool itu pun jatuh rebah dan mati.

Hal itu memicu kemarahan para Ahool lainnya. Mereka langsung maju menyerang Jagat Ravaya. Landak raksasa itu langsung melepaskan banyak duri dari tubuhnya dan puluhan Ahool langsung mati. Banyak dari mereka langsung berubah menjadi abu.

Para Warak Ngendog tentunya tidak diam saja melihat hal itu. Sisi kedermawanan mereka muncul. Mereka segera maju mengepung Jagat Ravaya, lalu menyemburkan api-api besar. Api Warak Ngendog dapat menyeleksi objek-objek yang ingin dibakarnya secara naluriah, sehingga yang akan terbakar hanyalah tubuh Jagat Ravaya dan duri-durinya yang berserakan.

Namun, ternyata para Ahool tidak tahan dengan api. Meskipun mereka tidak ikut terbakar, tetapi cahaya yang dipancarkan api itu membuat pandangan para Ahool menjadi kabur. Mereka pun melewatkan duri-duri Landak yang terus melesat di sekitar mereka, dan akhirnya tertusuk lalu mati.

Garuda yang melihat kondisi kacau ini pun panik. Ia segera terbang ke antara pasukan-pasukannya, lalu berseru dengan suaranya yang besar, "Ahool dan Warak Ngendog harus menyerang dari dua sisi yang berbeda supaya para Ahool tidak terkena radiasi cahaya api Warak Ngendog!"

Sementara para Ahool mendengungkan suara ultrasonik untuk memecah konsentrasi Jagat Ravaya dan menyingkirkan duri-duri Landak, mereka beranjak perlahan membentuk formasi baru yang diperintahkan sang Garuda. Para Warak Ngendog terus menyemburkan api untuk membakar tubuh Jagat Ravaya dan menghabisi duri-duri terkutuknya.

Para makhluk mitologi nyaris tidak pernah melakukan sesuatu yang membahayakan ribuan umat manusia. Meskipun mereka tidak saling berhubungan, tetapi Garuda menanamkan cara berpikir bahwa manusia tak ada bedanya dengan makhluk hidup lain, yang harus dipertahankan. Namun, pada perang kali ini, semuanya sangat kacau dan tak terkendali.

Dengan formasi yang telah ditetapkan Garuda, mereka berhasil menggiring Jagat Ravaya yang terus melemah menuju ke kawah Gunung Krakatau. Warak Ngendog terus menyemburkan api hingga Jagat Ravaya kehabisan tenaga dan terjebur sendiri ke dalam kawah.

Garuda pun mengeluarkan Mestika Rakatanya. Ia memosisikan permata biru itu di atas kepala Jagat Ravaya. Dengan segenap kekuatan yang masih tersisa, Garuda berusaha menggunakan permata itu untuk melemahkan Jagat Ravaya dan menutup kawah gunung.

"Aku pasti akan membuat kalian menyesal telah melakukan ini," lirih Jagat Ravaya. Setelah itu, Mestika Rakata menimpuknya dan ia pun tersegel dengan sempurna.

Beberapa saat setelah Jagat Ravaya tersegel, terjadi letusan mahadahsyat di Gunung Krakatau. Semua makhluk berusaha melindungi diri dari ledakan tersebut. Ahool mendengungkan suara ultrasonik untuk mencegah radiasi ledakan, sementara Warak Ngendog menyelubungi tubuhnya dengan api buatan sendiri supaya tubuhnya tidak tersakiti oleh material-material bumi. Namun, sebaik apa pun mereka berusaha, letusan gunung itu benar-benar dahsyat. Kebanyakan dari mereka kehabisan tenaga untuk melawan dan akhirnya mati menjadi abu. Yang dapat bertahan hanyalah mereka yang masih mempunyai simpanan tenaga.

Tentu saja, Garuda tidak mempunyai simpanan tenaga. Ketika ledakan itu mereda, ia pun terkapar jatuh bebatuan. Warak Ngendog pun sudah terluka parah, tetapi ia masih bisa berjalan mendekati Garuda. Ia berjalan tertatih-tatih mendekati penguasa dunia makhluk mitologi itu. Namun, begitu sampai di samping Garuda, makhluk itu tidak sempat mengatakan apa pun dan menguap menjadi abu.

Warak Ngendog mengeluarkan telur dari tubuh saktinya, membuka cangkangnya, lalu menyimpan abu mayat Garuda di situ. Setelah itu, ia menyimpan cangkang telur kembali ke tubuhnya.

Banyak makhluk yang mati saat peperangan kali itu. Namun, yang paling membuat Warak Ngendog bersedih adalah kematian pemimpin semua makhluk, Garuda. Sebagai salah satu pengikut Garuda yang paling setia, Warak Ngendog sangat berkabung mengenai hal itu. Ia ingin membalas dendam, tapi ia tahu bahwa Jagat Ravaya sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. Makhluk berduri tak punya perasaan itu memang sudah seharusnya disegel.

Warak Ngendog kehabisan tenaga dan terluka berat setelah berperang melawan Jagat Ravaya. Ia dan segenap anak buahnya memutuskan untuk kembali ke Semarang untuk beristirahat. Sebelum hibernasi untuk mengumpulkan tenaga kembali, Warak Ngendog menanamkan kenangan pahit ini dalam hati setiap anak buahnya.

"Saudara-saudara, perang kali ini bukanlah akhir dari segalanya! Kita pasti akan kembali menghabisi Jagat Ravaya dan membalaskan dendam untuk Garuda suatu hari nanti," tegas Warak Ngendog sambil mengentakkan kaki bercakarnya.

Kemudian, ia dan kaumnya mengubah diri kembali menjadi patung. Warak Ngendog meletakkan cangkang telurnya yang diisi abu Garuda di bawah tubuhnya di Taman Pandanaran, lalu menjadi patung superbesar di taman itu, sementara anak buahnya bertransformasi menjadi patung-patung kecil. Setelah itu, mereka tidak pernah bangun lagi selama beratus-ratus tahun.

🐍🐍🐍

Semarang, 2017

Warak Ngendog sudah sangat lama menjadi patung. Anggota-anggota tubuhnya sudah sangat kaku. Namun, ia tahu, begitu ia bergerak sedikit, tubuhnya bisa menghasilkan kekuatan yang sangat besar. Embusan napasnya bisa menyemburkan api. Kekuatannya benar-benar sudah maksimal sekarang. Warak Ngendog ingin tidur lebih lama lagi.

Namun, ketika ia masih setengah sadar, tiba-tiba ia merasakan tanah di bawahnya bergetar. Ia merasakan pula dunia asalnya sedang tidak beres. Getaran di dunia manusia ini tidak begitu besar, tetapi sepertinya ada kekacauan besar di dunia aslinya.

Apakah segel Mestika Rakata terlepas? Bagaimana bisa? Apakah Jagat Ravaya sudah kembali? Warak Ngendog panik. Ia berfokus pada firasat-firasat yang berkecamuk di otaknya. Bagaimana ini? Bagaimana jika benar-benar kembali?

Warak Ngendog memutuskan untuk mempertimbangkan banyak hal dan tidak gegabah. Ternyata, abu Garuda yang ada disimpan di dalam cangkang telur Warak Ngendog tiba-tiba menguap. Abu-abu itu menyampaikan suara gaib yang berbunyi: "Jagat Ravaya berhasil lepas dari segel Mestika Rakata! Ia bangkit. Kau dan kelompokmu harus ke sana segera! Kumpulkan semua makhluk untuk melawannya. Jangan sampai ia lepas lagi kali ini! Segera berangkat!"

Warak Ngendog menelan kegugupan. Ia pun memberi sinyal kepada kaumnya, lalu segera menghilang dari dimensi manusia dan berubah menjadi Warak Ngendog yang bisa bergerak bebas di dimensi makhluk mitologi.

Saat itu, banyak orang melewati area Taman Pandanaran dan tertegun begitu melihat patung besar itu menghilang.

"Warak Ngendog digawa ngendi? Kok ujug-ujug ora ana ing Taman Pandanaran[1]?"

"Wayah susah gara-gara gempa kaya saiki malah ana wong nyolong patung. Gendeng apa ora[2]?"

Suara riuh rendah masyarakat sekitar terdengar di sekitar Taman Pandanaran. Beberapa reporter dan jurnalis dari Suara Merdeka dan Kompas Jateng berkerumun di sekitar taman itu sambil mengambil gambar sebanyak mungkin.

Pada kenyataannya, Warak Ngendog telah kembali ke dunianya para makhluk mitologi. Ia sudah memberi sinyal kepada seluruh anak buah Warak Ngendog untuk melakukan perjalanan kilat menuju Tasikmalaya, lokasi yang diarahkan oleh abu Garuda sebagai pusat gempa kebangkitan Jagat Ravaya.
Dalam hati, Warak Ngendog tahu bahwa kemampuannya sudah banyak berkurang sejak terluka berat ratusan tahun yang lalu. Kemampuan luar biasanya hanya dapat bertahan selama lima belas hari. Setelah melewati rentang waktu itu, ia hanya akan menjadi naga biasa tanpa kekuatan super.

🐉🐉🐉

Footnote:

[1] (Bahasa Jawa) Warak Ngendog dibawa ke mana? Kenapa tiba-tiba tidak ada di Taman Pandanaran?

[2] (Bahasa Jawa) Masa susah karena gempa seperti sekarang malah ada orang mencuri patung. Gila atau tidak?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro