38. Prokariotik VS Eukariotik (Lagi)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah cukup, Sherin. Cukup!

Setelah disuapi makan malam oleh Mama, Sherin dibiarkan mengistirahatkan diri dengan tidur. Akan tetapi, mata Sherin tak kunjung terpejam. Kedua telapak tangannya tak henti meremas selimut yang berwarna cokelat, seolah tengah melampiaskan segala resah dan gundah karena dirinya harus dihadapkan pada situasi semacam ini untuk ke sekian kalinya.

Iya, situasi yang bikin Sherin merasa tak berdaya. Situasi yang menumbuhkan mindset bahwa Sherin memang terlahir se-powerless itu. Sherin tidak suka! Sherin tidak suka adanya kesadaran yang mengatakan bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa. 

Detik berikutnya, Sherin menyingkap selimut dari badan. Anak perempuan itu memutuskan duduk di tepi ranjang dengan kedua kaki yang terjulur. Sherin mau berubah! Persetanlah soal dunia MaFiKiBi Society yang sudah tak bisa diharapkan itu. Coba saja kalau panitia transmigrasi bikin semacam guidebook atau hotline biar Sherin bisa konsultasi maupun sekadar menyampaikan rating plus kesan-pesan demi perbaikan sistem! Biar tersosialisasi dengan baik juga, gitu … barangkali developer-nya emang lagi maintenance. Kalau sudah begini, kan ... apa boleh buat, ya?

Sherin menarik napas panjang, lalu mengembuskannya keras-keras. Huft! Peran Sherin sebagai Bintang di setiap jadwal tidurnya itu mungkin sudah berakhir sampai di sini ... tapi kehidupan Sherin masih tetap dan harus terus berlanjut. Selagi masih bisa napas dan berkesempatan punya nyawa, gitu. Kapan lagi, enggak, sih? Sebelum masuk neraka, 'kan?

Di saat malam beranjak matang dan suasana rumahnya terasa kian sepi, Sherin beranjak menuju meja belajar. Ia menyalakan laptop, lantas membuka link PPT kelompok Biologiwan setelah mengirimkan pesan di grup WhatsApp.

Besok presentasi hasil penelitian kelompok kita, 'kan? Biar aku yang finalin PPT-nya, deh. Alasan di balik kegagalan tumbuhnya biji melon yang kita tanam di media pupuk cangkang telor itu karena proses pengolahan pupuk yang kurang sempurna, kan, ya? Ada tambahan lagi, enggak?

Pasukan Biologiwan cuma mengiakan sambil berterima kasih pada Sherin yang mau jadi volunteer untuk menuangkan laporan hasil penelitian mereka di PPT. Otak Sherin sepenuhnya aktif dan terjaga. Kelebihan energi yang ia dapat karena tak melakukan apa-apa sedari pagi, kini Sherin gunakan untuk menghias PPT-nya selucu mungkin. Sangat ber-effort! Tak heran ketika kelompok Biologiwan mendapat riuh tepuk tangan seusai presentasi esok harinya.

"Eh, sumpaaah, lo ngedit-ngedit PPT semaleman sampai unyu-unyu kek gini? Bukannya kemarin lo sempet enggak masuk kelas karena sakit, ya? Iiih, kaget banget gue. Perasaan pas gue cek kemarin siang, PPT-nya masih basic standard dan enggak jelas banget. Pas ini mau persiapan tampil ... eh, kok, jadi disulap gini? Keren banget, sumpah! Lo bisa masuk DKV atau jurusan per-desain-an lainnya, lho, Sher!"

Begitulah pujian sekilas yang dilontarkan salah satu rakyat Biologiwan sebelum masuk jam pelajaran biologi. Mereka masih melangsungkan pembagian job desk dan jatah slide untuk presentasi nanti. Sherin cuma bisa menanggapinya sambil memainkan rambut sok anggun, kemudian terkekeh singkat sambil berlagak jaga image dengan mengatakan, "Ah, biasa aja, kok!" Padahal, kedua pipinya tak bisa terlihat biasa-biasa saja. Semburat rona merah mewarnai pipi Sherin hingga telinga. Udah mateng, tuh! Harus cepet-cepet diangkat dari lautan pujian sebelum bener-bener gosong!

"Eh, si Algis enggak akan masuk kelas apa gimana, dah? Jam segini belom kelihatan."

Ye, apakah Sherin terlihat peduli? Tentu tidak! Tapi sejujurnya bisa Sherin katakan keputusan Algis untuk membolos ini berisiko sekali, sih ... padahal, kan, sesi presentasi menjadi hal penentu dalam perolehan nilai masing-masing anggota Biologiwan. Bu Rika belum tentu tahu sepenuhnya mengenai siapa-siapa saja yang porsi kontribusinya lebih besar dibandingkan yang lain ketika mereka melakukan penelitian di belakang layar. Oleh karena itu, besar kemungkinan bahwa penilaian akan dipertaruhkan pada sesi presentasi nanti.

Dari presentasi, Bu Rika bisa melihat sejauh apa partisipasi dan penguasaan materi masing-masing anggota kelompok. Kalau presentasi saja tidak hadir? Mending kalau yang berhalangan hadir ini disertai keterangan syar'i, apalagi datangnya dari seorang Hana sang Teladan Kelas, gitu, kan. Bu Rika juga bisa percaya, lah. Tapi kalau Algis? Hadeuh ... sudah mah tidak ada keterangan, nilai eksistensinya minus ... namanya Algis, pula! Poin sebelah mananya yang bisa Bu Rika kasih nilai, coba?

"Dari pertemuan kemarin, yang belum sempat presentasi cuma kelompok satu, ya. Raya dan kawan-kawan ...." Bu Rika membenahi tumpukan kertas yang mengabadikan jejak-jejak penilaian untuk performa masing-masing siswanya. Guru berusia menjelang kepala empat itu berdeham panjang. "Baik, silakan, kelompok satu, maju ke depan. Setelah presentasi kelompoknya Raya, kita masih harus mengerjakan tugas individu. Ini presentasi terakhir di semester satu. Jadi, manfaatkan kesempatan ini untuk mendongkrak nilai keaktifan dan partisipasi kalian, ya, di sesi tanya-jawab nanti."

Semoga tidak dibantai, semoga tidak dibantai. Takbir! Allahu akbar! Dada Sherin bergemuruh. Inilah momen horor yang mesti ia hadapi dengan baik: presentasi. Sebelumnya, Sherin sudah baca materi bolak-balik, komat-kamit sambil jungkir balik, minum sebotol air yang sudah ia tiupkan dengan mantra-mantra sakti mandraguna. Demi apa? Bukan demikian dan mohon maaf atas segala kekurangan karena presentasinya bahkan belum dimulai sama sekali, tapi demi kelancaran lisan yang seringkali menolak diajak kompromi selama ini!

Ayo, Sherin! Maju terus! Sia-sia segala usaha kamu di belakang layar kalau enggak bisa punya performa bagus di momen ini. Gimana mau pencitraan dan memperbaiki personal branding yang baik di hadapan Bu Rika beserta teman sekelas, coba? Demi Ibu dan nilai biologiku ... segala jenis distraksi juga typo-typo yang mungkin enggak sengaja dilisankan ... semoga tak jadi kendala sama sekali!

Sejak semalam, Sherin sudah mati-matian memodifikasi penjelasan yang hendak ia lisankan agar tampak tak persis sama plek-ketiplek seakan hanya membaca poin yang tertera di PPT. Nge-lag satu-dua kali enggak ngaruh! Yang penting, orang-orang harus tahu kalau Sherin betulan paham apa yang ia katakan, bukan sekadar numpang nama di kelompok, kemudian asal baca materi yang terpampang di PPT.

Semua berlangsung aman terkendali. Sherin bahkan sempat menjawab satu pertanyaan dari kelompok lain. Bjir, rekor terbaru! Tidak ada gelak tawa atau cibiran meremehkan yang biasanya menempeli ujung kalimat Sherin. Semuanya hanya terdiam, beberapanya buka-buka buku untuk persiapan tugas individu sehabis presentasi nanti. Benar. Nyatanya, tidak ada orang yang betul-betul memedulikan orang lain. Pada dasarnya, manusia hanya peduli pada keberlangsungan hidupnya sendiri. Jelas tak ada alasan bagi Sherin untuk terus memikirkan apa pendapat orang tentangnya, bukan?

Direndahkan? Ditertawakan? Itulah kehidupan! Terkadang menyakitkan, tetapi tindakan negatif orang-orang hanya akan bertahan sementara, sebagaimana hakikat manusia yang kehadirannya pun memang tak berteman dengan keabadian.

Meski begitu, Sherin tetap menahan kesal nan keki setengah mati ketika mendengar kalimat terakhir dari pujian yang dilontarkan Bu Rika terkait PPT yang diotak-atik Sherin semalaman suntuk. "PPT-nya lucu sekali! Grafiknya jelas, mudah dipahami ... animasinya yang lucu itu juga biologi banget! Hana memang kreatif."

Bjir, lah! Hana doang? Sherin mendengkus marah seperti banteng yang siap menyeruduk kain merah di hadapannya. Masa cuma Hana doang yang di-mention? Sok tahu banget! Mentang-mentang Hana anak yang multitalenan, segala hal keren jadi otomatis ada watermark Hana-nya, gitu? Mendung aja enggak selalu berarti hujan ... bahkan sel prokariotik yang katanya enggak punya inti pun punya satu kelebihan: lebih mudah mempertahankan eksistensinya dari kepunahan dibandingkan sel eukariotik.

Kenapa Bu Rika men-discredit-kan pasukan Biologiwan lainnya, deh? Padahal, kan, ini bukan tugas Hana seorang. Gimana reaksinya, coba, kalau tahu sebagian besar modifikasi PPT berasal dari tangan buluk Sherin? Jadi plot hole kali, ya, kalau dunia tahu di balik PPT sekeren ini ada anak yang enggak berdaya guna kayak Sherin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro