CHAP. 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mobil yang ditumpangi Antheia melaju kencang di zona Z-1.

Kota kecil yang ada di negara bagian Itania itu sudah tersentuh teknologi amat canggih. Jadi, jangan membuka mulutmu lebar-lebar saat melihat kapsul-kapsul (dominan berwarna perak) beterbangan di beberapa zona. Z-0 adalah zona lalu lintas yang menyentuh permukaan tanah. Z-1 untuk zona lalu lintas dari ketinggian lima sampai sepuluh meter di atas permukaan tanah. Z-3 untuk zona lalu lintas di atas 15 meter.

Karena peraturan itu, lalu lalang kendaraan lebih tertata. Hampir tak ada kemacetan yang terjadi meskipun ketika awal-awal penerapan aturan, terjadi sedikit kekacauan. Beruntung para peneliti gila mengeluarkan banyak inovasi baru yang memudahkan. Sekarang, mobil kapsul benar-benar canggih dan akan membuatmu hanya duduk santai ketika "mengemudikannya".

Mobil itu dilengkapi fitur keselamatan, GPS, mode autopilot, "wanita berisik", serta map elektronik yang tak akan membuat penumpangnya tersesat meski baru berkendara.

"Berkendara di zona Z-0, Jalan Z-0: 00.01 dalam keadaan ramai. Mohon bersabar menanti perjalanan Anda selesai. Kebetulan, cuaca hari ini diprediksi akan cerah sampai malam dengan suhu normal 22° Celsius—"

Tangan seorang pria terulur, menyentuh sebuah tombol yang seketika membuat "wanita berisik" itu berhenti. Mobil kapsul pun seketika hening.

"Sudah ngopi?" Valli Milonas menyodorkan cup kopi yang baru saja tiba di mobil.

Benar, kecanggihan lain mobil kapsul adalah dilengkapi dengan mode belanja-terima-di-tempat. Yah, semacam kau memesan secangkir kopi dilengkapi sebungkus roti panas. Lalu, pihak sana akan mengirimkan pesananmu melalui "teleportasi" dan tiba di tempat tujuan dalam keadaan utuh.

Antheia Erianthe melebarkan senyum sesaat. "Hoam. Aku agak mengantuk. Terima kasih, kopi hangat di pagi yang agak dingin ini adalah jawaban terbaik." Dia menerima kopi pemberian rekannya yang punya rambut kuning panjang—dan selalu diikat longgar.

Pagi ini, di Senin yang cerah, keduanya harus segera berangkat ke lokasi liputan. Sebenarnya Antheia ingin protes pada si pembuat kalender. Baginya, Senin selalu terasa menyebalkan. Segudang kesibukan suka mendadak muncul di hari keramat itu.

"Lima menit lagi kita akan sampai. Sudah siap meliput?" Valli melontarkan pertanyaan basa-basi. Hitung-hitung peramai suasana saja. Toh, daripada diam-diaman dengan lawan jenis di ruangan sempit, kan? Yah, meski mereka sudah bekerja sebagai partner hampir sepuluh tahun, sih.

"Siaplah!" jawab Antheia dengan nada sedikit tinggi. Kemudian, dia menekan sebuah tombol. Layar televisi pun muncul, menampakkan keramaian yang akan mereka tuju.

"Penemuan situs kuno yang berada tak jauh dari lokasi tambang kecelakaan, membuat para peneliti berpendapat bahwa bisa saja di lokasi itu terdapat labirin bawah tanah. Namun, menanggapi hal ini, belum ada yang memberi penjelasan. Sementara pihak pemerintah menempatkan penjagaan ketat dengan alasan untuk mengamankan situasi. Karena sudah seperti yang kita ketahui, ini hari ketiga sebagai penduduk Milana City melakukan orasi di depan lokasi tambang."

Lantas, tayangan beralih pada video rusuh para penduduk. Mereka terdiri dari beragam usia, tetapi memiliki tujuan yang sama, yakni meminta pemerintah untuk fokus hanya pada kasus kecelakaan tambang saja.

"Kasus kecelakaan tambang saja belum sepenuhnya tuntas, mengapa pemerintah lebih berfokus pada penelitian situs kuno, hah? Di mana keadilan?"

"YA! DI MANA KEADILAN?"

Lantas, teriakan kembali terdengar.

"Hancurkan saja situs itu!"

"YA! HANCURKAN!"

Antheia menghela napas. Situasi ini terlihat buntu baginya. Tiga hari kota berfokus pada kasus yang sama: orasi penduduk di depan pintu masuk tambang. Hal itu bermula setelah foto-foto patung dan reruntuhan kuno beredar di internet.

Sebelumnya, menyentuh angka 97% penduduk kota menyepakati permintaan agar pemerintah menghancurkan situs penemuan kuno. Hal itu menyusul setelah pihak pengelola dinilai tidak berniat mengusut tuntas perkara kecelakaan di tambang. Mereka dinilai menjadikan penemuan situs kuno itu sebagai pengalihan.

Kemudian, pernyataan Osei Olufemi memperkeruh keadaan. Pria berusia 70 itu ngotot menyatakan bahwa situs kuno bisa jadi berasal dari dunia mitos kuno. Pernyataannya jelas memancing dan dinilai bodoh.

"Semua konflik ini bermula dari para peneliti kepo, ya?" Valli bercanda.

Lagi-lagi Antheia menghela napas. "Tapi karena itu juga kita jadi dapat bahan pekerjaan," timpalnya cuek. "Kau tahu, aku agak curiga dengan beberapa hal. Kau tahu kan, proses pengangkatan bangkai alat berat dari lokasi itu terkesan seperti dilambat-lambatkan atau tidak maksimal. Dengan teknologi sekarang, mengakali bangkai benda seperti itu harusnya mudah."

"Yep, kau benar. Aku pun memiliki pemikiran serupa." Jentikan jari Valli seolah-olah telah ditunggu oleh Antheia. "Ada beberapa hal ganjil yang menjurus pada sesuatu yang bisa jadi ladang cuan kita."

Antheia mengangguk. "Kebetulan sekali hari ini kita akan kedatangan tamu penting di lokasi. Kalau beruntung, kita bisa menyapanya secara langsung."

Sebagai jawaban akhir, Valli hanya mengangkat bahu.

Mobil kapsul merah tua yang mereka naiki pun memelan, lalu parkir dengan sempurna di lahan yang telah disediakan. Keduanya turun setelah dalam keadaan siap. Melangkah mendekati keramaian dan mencari posisi terbaik untuk melakukan liputan.

Namun, ada yang aneh. Warga didorong mundur, pasukan penjaga yang terlihat bertambah dua kali lipat. Mereka berdiri membentuk barisan ketat tiga lapis di dekat pintu masuk tambang.

"Ada apa ini?"

"Kenapa mereka menyuruh mundur?"

"Ah, ini jadi tidak seru!"

"YA! TIDAK SERU!"

Ketika melihat seorang pria berseragam lengkap yang diduga kuat adalah pemimpin pasukan, Antheia dan wartawan lain langsung menyerbunya. Kebetulan pria itu tampak seperti hendak menuju arah mereka.

"Selamat pagi, Pak Ezequiel Ruiz," sapa Antheia dengan suara tenang. Padahal dia cukup terkejut saat melihat wajah tak asing itu.

"Ya, pagi, Nona, semua." Ruiz mengangguk singkat. Kacamata hitam menutupi matanya yang menatap lurus pada Antheia.

"Mengapa ada banyak pasukan tambahan yang ditugaskan?"

Ruiz berdeham. "Sehubungan dengan untuk meneliti situs kuno lebih lanjut, maka tim peneliti tambahan akan diturunkan. Saya dan pasukan di sini hanya bertugas untuk membuat kondisi lebih kondusif."

Para wartawan menyimak dengan serius.

"Sebelum situs dihancurkan, kami berniat meneliti situs sampai selesai. Maka dari itu, dimohon kerja samanya kepada semua pihak, terutama para warga kota," sambungnya.

Pria itu kemudian berbalik badan dan melangkah pergi, mengabaikan rentetan pertanyaan yang menyerang telinganya.

Kamera pun beralih pada gerombolan warga yang memegang spanduk-spanduk dengan tinta hitam atau merah mencolok. Ada pula yang membawa barang-barang lain. Mereka tak berhenti membuat keributan.

Terlihat pula beberapa polisi yang berjaga, tengah bekerja keras mengamankan keadaan.

Seperti yang telah direncanakan, arak-arakan mobil kapsul khusus mulai memasuki area parkir tambang. Para warga sontak berfokus ke sana, menunggu dengan tidak sabar. Beberapa pengawal berseragam khusus tampak sigap turun demi mengamankan situasi. Kemudian, seorang pria berpakaian serbaputih turun dengan mengangkat dagu.

Lima langkah berikutnya, pria itu diserbu wartawan. Para warga pun hendak melakukan hal sama, tetapi mereka lebih dulu dicegat oleh penjaga.

"Pak Carolos, bukankah warga telah diberi izin untuk orasi di depan lokasi? Lalu, sekarang mereka dipukul mundur dan pemimpin pasukan menyatakan bahwa tak akan ada penghancuran situs sebelum penelitian diselesaikan."

Carolos Petrou menerima berondongan pertanyaan itu dengan rasa jengkel yang berusaha disembunyikan.

"Mulai hari ini, lokasi ini hanya bisa dimasuki oleh petugas yang telah mendapatkan izin. Di luar itu, dilarang masuk. Saat ini, seluruh tim tengah difokuskan pada penelitian di lokasi."

Pria itu berjalan agak cepat, tetapi para wartawan dengan gesit mengejar.

"Pak Carolos, mengapa penyelamatan korban dinilai lambat sehingga jumlahnya lebih dari dugaan awal?" Antheia langsung menodongkan pertanyaan berat.

Carolos mengangkat dua tangannya, pertanda agar semua tenang. "Bencana tidak ada yang tahu. Pihak SAR telah bekerja keras, tetapi kendala dan medan lokasi cukup menghambat. Apalagi mereka harus berhati-hati karena lokasi kecelakaan masih rawan," jawabnya setengah mungkin. Sementara itu, sepasang matanya yang bersembunyi di balik kacamata, menatap tajam pada wartawan itu.

Jelas, dia kenal Antheia Erianthe. Bahkan, mendengar namanya saja sudah membuat emosinya sedikit terusik.

"Lalu, mengapa alat yang Anda sebut sebagai keluaran terbaru dan terbaik, mengalami kerusakan fatal sehingga menimbulkan kecelakaan fatal? Apakah ini dampak dari jam kerja berlebih?" Seorang pria yang diduga masih berusia kepala dua, juga ikut menyodorkan pertanyaan.

Lagi-lagi Carolos menyuruh semua untuk tenang. "Tidak ada yang namanya jam kerja berlebih. Kami jelas memperhatikan para pekerja, termasuk hal sensitif seperti jam kerja. Namun, alat berat rusak murni karena terjadi error. Para teknisi mengonfirmasinya, serta merakalah yang merawat alat tersebut secara rutin."

Pertanyaan berikutnya menyusul dengan cepat.

"Apa tindakan Anda untuk para korban? Seperti berita yang beredar kemarin, bahwa keluarga korban melontarkan keluhan karena kasus ini masih dinilai abu-abu."

"Ya, maka dari itu saya datang ke lokasi untuk menengok perkembangan kasus yang telah berlalu seminggu ini. Sekaligus, saya ingin melihat kinerja para arkeolog. Jadi, kabar terbaru akan dengan senang hati saya sampaikan. Namun, sekarang tolong beri saya jalan untuk lewat," ujar Carolos sambil terus berupaya mengambil langkah.

Akhirnya para wartawan memberikan jalan, pun warga yang terus berusaha memanggil tanpa berani melakukan aksi lebih.

Rombongan Carolos akhirnya berlalu pergi. Para polisi membukakan pintu masuk menuju tambang. Rombongan pun memasuki mulut lorong setinggi tiga meter itu.

Waktu berlalu dengan sia-sia. Keadaan justru makin panas dengan warga yang terus berteriak-teriak.

"Nona."

Antheia menoleh dan mendapati Ruiz sudah berdiri di hadapannya dengan senyum menawan.

"Bisa kita bicara di tempat yang agak teduh?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro